Tidak Ada Penyetopan Operasional, Hanya Penghentian Kegiatan Workshop dalam Fatality Tambang Tanjung Enim

Tambang PT Bukit Asam (PTBA/rmolsumsel.id)
Tambang PT Bukit Asam (PTBA/rmolsumsel.id)

PT Bukit Asam (PTBA) angkat bicara terkait fatality di areal tambang yang menewaskan korban Benny alias Ayib, warga Karang Asem, Tanjung Enim pada Minggu (10/4).


Kepada Kantor Berita RMOLSumsel, Manajer Humas Komunikasi & ADM Korporat PT Bukit Asam, Dayaningrat mengatakan jika saat ini sedang dilakukan penyelidikan (investigasi) yang dilakukan oleh Inspektur Tambang yang menjadi perwakilan Kementerian ESDM di Sumsel. "Hasilnya belum kita terima," ungkap Dayan-sapaan akrabnya. 

Namun pihaknya memastikan bahwa proses produksi masih tetap berlanjut dan pasokan batubara dalam negeri tidak terganggu dan masih tetap tercukupi. Sebab, tidak ada penghentian operasional, mengingat fatality terjadi di areal workshop dan bukan di areal operasi penambangan. 

Korban Benny semasa hidup. (ist/rmolsumsel.id)

Sehingga dianggap tidak ada alasan untuk menghentikan operasional secara keseluruhan. "sejak insiden kemarin, yang dihentikan kegiatannya adalah workshop di lokasi kejadian saja dan tidak sampai terjadi penghentian operasi tambang," jelasnya. 

Apa yang disampaikan oleh Dayan sedikit berbeda dengan isi Surat Edaran Dirjen Minerba Kementerian ESDM bernomor 06.E/37.04/DJB/2019, terkait kewajiban perusahaan tambang apabila terjadi fatality, dimana dalam Surat Edaran itu disebutkan, tiga poin yang wajib dilakukan saat terjadi fatality, yaitu: 1. Menghentikan seluruh kegiatan operasional sampai hasil investigasi kecelakaan tambang berakibat mati ditindaklanjuti; 2. Melakukan evaluasi terhadap kinerja KTT atau PTL Perusahaan yang apabila berdasarkan evaluasi dianggap tidak mematuhi peraturan perundang-undangan dan tidak menalankan tanggungjawabnya maka bisa diganti atau dicabut surat pengesahannya sebagai KTT atau PTL; 3. Evaluasi menyeluruh terhadap kinerja pengelolaan keselamatan pertambangan di perusahaan tersebut. 

Petikan surat edaran penghentian operasional. (repro/rmolsumsel.id)

Apa yang dimaksud Dayan juga berbeda dengan pengamatan Kantor Berita RMOLSumsel dalam beberapa kasus kecelakaan yang menyebabkan kematian, di areal tambang di Sumsel beberapa waktu sebelum ini. 

Sebut saja, fatality di areal tambang PT Musi Prima Coal (PT MPC) yang terjadi pada Agustus 2021 lalu di Muara Enim. Saat itu, Direktur Teknik dan Lingkungan Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Lana saria menegaskan, pihaknya menyetop operasional PT MPC dan semua yang terlibat di dalamnya setelah dilakukan investigasi kecelakaan tambang.

Kejadian itu menewaskan Nurul Hidayat, pegawai PT Nusa Indo Abadi (PT NIA) yang merupakan sub kontraktor PT Lematang Coal Lestari (PT LCL). PT LCL merupakan pemegang Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) dari PT Musi Prima Coal (PT MPC) yang menyuplai batubara untuk pembangkit listrik Mulut Tambang Gunung Raja yang dikelola oleh PT GHEMMI. (Baca: Terbukti Melanggar, Kementerian ESDM Setop Operasional Tambang PT Musi Prima Coal)

Penyetopan seluruh operasional penambangan juga diberlakukan kepada PT Era Energi Mandiri (PT EEM), saat salah satu pekerjanya tewas terjepit truk. (Baca: Kecelakaan Lagi, Pekerja Era Energi Mandiri Lahat Tewas Terjepit Truk di Areal Tambang)

Begitu pula dalam kasus terbaru, yang terjadi di areal tambang PT Trimata Benua, Banyuasin. Seorang dumpman bernama Beni terlindas alat berat saat bertugas malam hari dengan kondisi minim penerangan. Beni adalah pegawai PT Solusi Daya Indonesia (PT SDI). PT SDI adalah subkontraktor PT Global Makara Teknik (PT GMT), perusahaan yang memegang Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) di wilayah IUP PT Trimata Benua. (baca: Menunggu Hasil Rekomendasi, Menyelami Hasil Investigasi Fatality Trimata Benua).

Terkait proses investigasi dalam setiap terjadinya kecelakaan tambang, pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IV DPRD Sumsel, Jumat (4/3) lalu, Kepala Inspektur Tambang (KaIT) Kementerian ESDM Penugasan Sumsel, Oktarina Anggereyni mengatakan pihaknya menyetop operasional perusahaan.

Hal ini dibenarkan pula oleh Kepala Dinas ESDM Sumsel, Hendriansyah yang ikut dalam rapat tersebut. Hendri yang mengaku juga pernah menjadi inspektur tambang mengatakan bahwa secara prosedural perusahaan wajib menyetop operasional jika terjadi kecelakaan tambang di wilayahnya sampai investigasi selesai dilakukan.

Lantas, apakah kemudian kecelakaan tambang kali ini di wilayah Tanjung Enim mendapatkan perbedaan perlakuan dalam penanganannya? (*/bersambung)