Batas waktu yang diberikan oleh Komisi IV DPRD Sumsel kepada PT Trimata Benua hingga 1 April adalah terkait dengan pelaksanaan rekomendasi akibat fatality yang terjadi pada 20 Februari 2022 lalu.
- Fatality Trimata Benua Tanggung Jawab Inspektur Tambang, DPRD Sumsel Kini Fokus Pelanggaran Lingkungan
- Trimata Benua Juga Diduga Melakukan Pelanggaran Lingkungan, Dewan Segera Panggil Dinas Lingkungan
- Soal Fatality Trimata Benua, DPRD Sumsel Agendakan Koordinasi dengan Kementerian ESDM
Baca Juga
Rekomendasi ini diberikan oleh Kepala Inspektur Tambang (KaIT) Perwakilan Sumsel, Oktarina Anggereyni yang melakukan investigasi penyebab terjadinya kecelakaan di areal disposal Ariendra Utara, milik perusahaan tersebut.
Dalam hasil investigasi diketahui korban Beni bin Edison (20) warga Tungkal Ilir, Banyuasin terlindas buldozer saat sedang melakukan dumping di areal disposal Ariendra Utara pada malam nahas kejadian sekitar pukul 20.15 WIB.
Kronologis kejadian yang terungkap, saat itu korban Beni berjalan di lokasi yang minim penerangan. Korban Beni diduga tidak menyadari kalau ada buldozer yang yang dikemudikan oleh operator bernama Eka sedang berjalan mundur ke arahnya, sehingga membuatnya terlindas. Karena pada saat kejadian Beni diketahui tengah memakai headset dan memegang handphone.
Hal ini diungkapkan oleh Oktarina dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPRD Sumsel bersama Dinas ESDM Sumsel, dan perwakilan PT Trimata Benua pada 4 Maret 2022.
Sehingga, Kepala Inspektur Tambang (KaIT) Perwakilan Sumsel, Oktarina menarik kesimpulan bahwa penyebab langsung adalah korban Beni yang kurang mengetahui aturan kesehatan dan keselamatan kerja di bidang pertambangan dan terkesan tidak menaati peraturan perusahaan sehingga menyebabkan dirinya sendiri menjadi korban.
Di sisi lain, penyebab tidak langsung terjadinya fatality ini diantaranya adalah minimnya penerangan di areal terjadinya kecelakaan itu, kurangnya pengetahuan pegawai (diduga operator buldozer) terhadap peralatan yang layak, dan tidak adanya pengawas lapangan saat kejadian karena PT Trimata Benua tidak memiliki kuantitas pengawas yang mencukupi.
Apabila mencermati hasil kesimpulan yang disampaikan oleh Oktarina itu, korban Beni diketahui bekerja tanpa pengawasan dari perusahaan. Hal inilah yang disayangkan oleh Komisi IV DPRD Sumsel, yang menyebut jika perusahaan tidak melakukan operasional sesuai dengan prosedur.
"Faktanya perusahaan belum memenuhi Standard Operational Procedure (SOP), dan (sebab) inilah terjadi kecelakaan (yang) baru (kemudian) ditemukan. Kesannya ada pembiaran (oleh perusahaan dan Kepala Inspektur Tambang (KaIT) Perwakilan Sumsel)," ungkap Ketua Komisi IV DPRD Sumsel, MF Ridho.
Sementara sebagai tindak lanjut hasil penyelidikan (investigasi) fatality ini, Kepala Inspektur Tambang (KaIT) Perwakilan Sumsel, Oktarina Anggereyni dengan kewenangan yang dimilikinya sebagai perpanjangan tangan pusat hanya memberikan rekomendasi perbaikan, bukan berupa sanksi bagi perusahaan.
Anggota Komisi IV DPRD Sumsel cukup menyayangkan pemberian rekomendasi itu, apalagi rekomendasi yang diberikan oleh Oktarina cenderung menunjukkan kesalahan yang dilakukan oleh perusahaan dalam operasionalnya mengeruk batubara dari tanah Sumsel, disinyalir berbanding terbalik dengan temuan dan kesimpulan investigasi fatality.
Dalam rapat tersebut juga terungkap, selain operator buldozer bernama Eka, ada Muslimin yang menjadi saksi mata langsung dan melihat korban tertelungkup di tanah setelah terlindas. Selain itu, Dumpman PT Solusi Daya Indonesia (PT SDI), Oscar dan KTT PT Trimata Benua, Ian Simamora disebut sebagai saksi tidak langsung yang mengetahui kejadian.(*/bersambung)
- Universitas Muhammadiyah Palembang Siap Kelola Tambang di Sumsel, Ajukan Izin Batu Bara dan Pasir Korsa
- Pengelolaan Tambang oleh Kampus Harus Diberi Batasan, DPRD Sumsel: Jangan Sampai Ganggu Proses Perkuliahan
- Anggaran Dipangkas, Kementerian ESDM Lakukan Penyesuaian Program