Terkait Fatality, Dewan Beri Batas Waktu Trimata Benua sampai 1 April 

Ketua Komisi IV DPRD Sumsel, MF Ridho. (rmolsumsel)
Ketua Komisi IV DPRD Sumsel, MF Ridho. (rmolsumsel)

Dugaan pelanggaran dalam aktivitas pertambangan di Sumsel cenderung baru terungkap saat terjadi kecelakaan, seperti halnya yang terjadi pada PT Trimata Benua. Hal inilah yang menjadi sorotan Komisi IV DPRD Sumsel.


Dalam rapat dengar pendapat pada 4 Maret 2022 lalu, terdapat beberapa catatan yang diperoleh dari Ketua Komisi IV DPRD Sumsel, MF Ridho. Mulai dari peran dan fungsi pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Kepala Inspektur Tambang (KaIT) Perwakilan Sumsel, Standar operasional prosedur dalam kesehatan dan keselamatan pertambangan, hingga terakhir dibahas sebelumnya adalah mengenai perizinan yang dimiliki oleh PT Trimata Benua tersebut. 

"Baru setelah kecelakaan yang menyebabkan kematian (fatality) ini semua (dugaan pelanggaran) terungkap,"kata Ridho. Oleh sebab itu, dalam rapat tersebut pihaknya merekomendasikan perusahaan untuk menyetop operasional sampai 1 April, yaitu ditandai dengan dilaksanakannya 13 rekomendasi yang diberikan sebagai tindak lanjut fatality pada 20 Februari 2022 lalu. "Sebagai catatan, yang dijalankan ini belum memenuhi SOP. Sehingga terjadi kecelakaan. (kita juga melihat) dokumen perizinan, yakni izin Bupati Banyuain Amiruddin Inoed, yang seharusnya ada revisi. Kemudian apakah yang seperti itu (banyak catatan) layak beroperasional?" ungkapnya. 

Terungkapnya berbagai pelanggaran ini, lanjutnya disebabkan minimnya pengawasan dan pemantauan yang dilakukan oleh pusat meskipun telah menempatkan Kepala Inspektur Tambang. Hal inilah yang dikatakan Ridho akan menjadi catatan lain yang akan dilaporkan ke Kementerian ESDM dan Komisi VII DPR RI yang membidangi energi. "(Penyebabnya) tidak ada pengawasan optimal dan tidak terpantau. (Sehingga) Tidak menutup kemungkinan (ada pelanggaran lain), maka kami menyarankan agar Inspektur Tambang (IT) mengecek seluruh perusahaan (tambang). (Jangan sampai) kalau ada kecelakaan baru ada mengecek. Sehingga (Kedepan( tidak ada lagi perusahaan yang unprosedural," tegasnya. 

Dalam rapat tersebut juga terungkap, batas waktu hingga 1 April yang diberikan oleh Komisi IV DPRD itu juga telah diberikan oleh Kepala Inspektur Tambang (KaIT) Perwakilan Sumsel, Oktarina Anggereyni. “Perusahaan memiliki batas waktu hingga awal April mendatang untuk memenuhi seluruh rekomendasi yang telah ditetapkan dari hasil investigasi (fatality),” katanya. 

Ketiga belas rekomendasi terkait kecelakaan yang menyebabkan kematian korban Beni itu antara lain: Pertama, perusahaan diminta melakukan sosialisasi mengenai aturan perusahaan terhadap seluruh pekerja tambang; Kedua, PT Trimata Benua dan PT GMT diminta untuk melakukan analisis kebutuhan tower lamp (lampu penerangan) untuk pekerjaan di malam hari serta memenuhi kebutuhannya; Ketiga, PT Trimata Benua diminta untuk menyusul dan menetapkan data training need analysis (TNA) seluruh pekerja di PT Trimata Benua, kontraktor dan subkontraktor yang bekerja di IUP Produksinya; 

Keempat, PT Trimata Benua diminta merencanakan dan merealisasikan program pendidikan sesuai dengan data TNA yang ditetapkan dengan memprioritaskan program pendidikan dan pelatihan tentang manajemen resiko di area kerja; Kelima, PT Trimata Benua diminta untuk melakukan analisa kebutuhan tenaga pengawas yang kompeten untuk setiap kegiatan serta menambah jumlah pengawas sesuai dengan hasil analisas yang diperoleh; 

Keenam, PT Trimata Benua, kontraktor dan subkontraktor yang bekerja di IUP PT Trimata Benua diminta untuk merevisi dan mengevaluasi kembali form pengecekan dan perawatan harian (P2H) serta form commissioning yang ada di perusahaan agar kondisi peralatan perusahaan layak beroperasi; Ketujuh, PT Trimata Benua serta seluruh kontraktor dan subkontraktor di IUP Produksi diminta untuk melengkapi kebutuhan peralatan serta mengevaluasi dokumen hasil commissioning; Kedelapan, menindaklanjuti hasil dokumen commissioning; Kesembilan, jika rekomendasi ada yang tidak ditindaklanjuti maka perusahaan diminta menghentikan sementara kegiatan tambang hingga seluruh temuan ditindaklanjuti;

Kesepuluh, melakukan inspeksi internal dan memperbaiki hasil inspeksi yang dilakukan; Kesebelas, menindaklanjuti temuan hasil audit  internal Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan (SMKP) Minerba; Keduabelas, perusahaan wajib melakukan pembinaan dan pengawasan yang dilakukan dengan menerapkan kaidah yang baik dan melakukan review SOP antara perusahaan kontraktor dan subkontraktor, Ketiga belas, perusahaan wajib membentuk emergency responsive unit. (*/bersambung).