SILPA Triliunan Rupiah, Provinsi Aceh Termiskin di Sumatera

Masjid Raya Baiturrahman salah satu ikon Provinsi Aceh. (Net/rmolsumsel.id)
Masjid Raya Baiturrahman salah satu ikon Provinsi Aceh. (Net/rmolsumsel.id)

Pemprov Aceh gagal dalam upaya menekan laju kemiskinan di provinsi paling barat Indonesia itu. Bahkan Aceh masih menjadi provinsi termiskin di Sumatera.


Kegagalan menekan angka kemiskinan itu menjadi cerminan ketidakmampuan Pemerintah Aceh dalam memanfaatkan anggaran yang sebenarnya cukup besar.

Angka kemiskinan di Aceh di tahun 2021 mencapai 15,53 persen. Angka ini tidak jauh berbeda dengan kondisi beberapa tahun ke belakang.

“Aceh berada di posisi pertama sebagai daerah termiskin di Sumatera. Nomor lima di tingkat nasional. Secara keseluruhan, hal ini cukup memprihatinkan. Terutama di tengah anggaran besar yang dikelola Aceh,” kata pengamat kebijakan publik, Nasrul Zaman, diberitakan Kantor Berita RMOLAceh, Kamis (3/2).

Angka kemiskinan di Aceh itu, lanjut Nasrul, setara dengan 850.260 warga. Peringkat ini tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada 2018, angka kemiskinan di Aceh mencapai 15,68 persen. Pada 2019 sebesar 15,01 persen. Pada 2020 mencapai 15,43 persen.

Nasrul Zaman menilai angka kemiskinan yang tinggi terkait erat dengan kemampuan Pemerintah Aceh dalam mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh. Setiap tahun, selalu tersisa anggaran yang seharusnya dihabiskan.

Pada 2019, SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) mencapai Rp2,8 triliun. Tahun berikutnya, Rp3,9 triliun dan tahun lalu mencapai Rp4 triliun lebih.

Nasrul Zaman menyebut, tidak satupun program strategis yang dijalankan sebagai upaya menurunkan angka kemiskinan. Bahkan program Rumah Dhuafa, yang menjadi janji politik dan tertuang dalam RPJM Aceh 2017-2022, tak dilaksanakan.

Pada 2019, sempat muncul gairah setelah Pemerintah menganggarkan beberapa program multiyear. Namun program ini juga tidak berefek karena tarik menarik kepentingan pribadi di sekitar sumbu kekuasaan.

“Harus diingat bahwa putaran ekonomi di Aceh itu sangat tergantung pada serapan dan sebaran anggaran dari APBA,” ujar Nasrul Zaman.

Saat Pemerintah Aceh menyisakan SILPA besar, dapat dipastikan daya konsumsi rumah tangga di Aceh menurun akibat pendapatan yang merosot. Hal ini berdampak pada peningkatan angka kemiskinan di pedesaan dan di perkotaan.

Untuk itu, Nasrul Zaman berharap kesalahan-kesalahan ini tidak terulang di tangan penjabat Gubernur Aceh yang mulai bertugas pada pertengahan tahun nanti. Nasrul Zaman juga berharap penjabat gubernur menunjuk sosok baru menggantikan posisi Taqwallah sebagai Sekretaris Daerah Aceh.

“Kita perlu penjabat dan sekretaris daerah yang mampu bekerja mengejar ketertinggalan Aceh. Peringkat sebagai provinsi termiskin ini sangat memalukan,” tegas Nasrul Zaman.