Selain Laka Tambang, Era Energi Mandiri Lahat Pernah Terseret Kasus Pelanggaran Lingkungan 

Bukit Serelo sebagai ikon, keindahannya dianggap terusik dengan hadirnya sejumlah perusahaan tambang di kawasan Kecamatan Merapi, Kabupaten Lahat. (rmolsumsel)
Bukit Serelo sebagai ikon, keindahannya dianggap terusik dengan hadirnya sejumlah perusahaan tambang di kawasan Kecamatan Merapi, Kabupaten Lahat. (rmolsumsel)

Manajemen PT Era Energi Mandiri (PT EEM), dalam hal ini Site Manager yang juga Kepala Teknik Tambang (KTT), hingga hari ini belum mengeluarkan konfirmasi resmi, terkait peristiwa kecelakaan tambang yang menewaskan satu pekerjanya Selasa (19/10) lalu.


Meski demikian, aparat Polres Lahat sudah menyelesaikan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) di kawasan IUP PT PT EEM, yang berlokasi di Desa Talang Akar, Kecamatan Merapi Selatan Kabupaten Lahat. 

Nah dari penelusuran tim Kantor Berita RMOLSumsel terhadap PT EEM, seperti dilansir dari laman Kementerian ESDM, PT EEM ini dimiliki PT Nexis Energi Investama dan pengusaha Setiawan Ichlas.

Mereka memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi (OP) bernomor SK 503/222/KEP/PERTAMBEN/2012 di Desa Perangai, Desa Sukamerindu, Desa Lubuk Pedaro, Desa Talang Akar, Desa Lubuk Batung, dan Desa Beringin Kecamatan Merapi Lahat. 

PT EEM merupakan pemegang IUP yang menjalin kontrak kerjasama dengan PT Zen Armada pemegang Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) di wilayah seluas 1.359 hektar tersebut. 

Sebagai pemegang IUJP, PT Zen Armada melakukan pengangkutan batubara menggunakan jalan khusus batubara PT Servo Lintas Raya dan PT Mega Rezeki Indonesia. PT Zen Armada tak bisa dilepaskan dari kejadian fatality kali ini, yang menambah daftar kecelakaan pertambangan yang menyebabkan kematian (fatality) di Sumsel. (Baca: https://www.rmolsumsel.id/sederet-kasus-fatality-di-wilayah-tambang-sumsel-cermin-lemahnya-pengawasan-dirjen-minerba)

Tentu sanksi dari kasus tersebut secara operasional perusahaan bisa disetop, bahkan dipidana apabila terbukti terjadi kelalaian. Sebab bila melihat kronologis yang telah dihimpun Kantor Berita RMOLSumsel, kejadian berada di areal tambang terbuka. Padahal proses pembersihan kendaraan tambang dengan menggunakan wash truck, umumnya dilakukan di areal workshop yang seharusnya dimiliki oleh perusahaan tambang. 

Warga dan petugas Dinas LH Kabupaten Lahat mengecek laporan terkait Sungai Tais pada tahun 2018. (ist/rmolsumsel)

Di sisi lain, dalam penelusuran diketahui jika PT EEM juga pernah tersandung kasus pelanggaran lingkungan. Dugaan ini bahkan muncul tak berselang lama setelah perusahaan mulai beroperasi sekitar tahun 2012 silam. 

Lokasi aktivitas pertambangan yang dekat dengan pemukiman warga menimbulkan polusi dan pencemaran. Warga mengeluhkan suara bising, debu serta limbah yang kemudian mencemari Sungai Suban yang alirannya melintasi beberapa desa di kawasan Kecamatan Merapi Selatan itu. 

Selama ini, warga menggantungkan hidup di sungai yang melintasi beberapa Desa disana. (Baca: https://www.mongabay.co.id/2014/07/05/merapi-selatan-lahat-yang-tak-sejuk-lagi/)

Kasus pencemaran yang menyeret PT EEM kembali terjadi pada tahun 2018 silam, saat warga Desa Perangai, Kecamatan Merapi Selatan menuding PT EEM dengan sengaja membelah Sungai Tais untuk mengalirkan limbah aktivitas tambangnya. 

Saat itu, warga mendesak agar Pemerintah Kabupaten Lahat segera mengambil tindakan tegas karena tidak hanya terkait izin (pembuangan) limbah atau izin lingkungan yang dilanggar, tetapi PT EEM juga belum memberikan ganti rugi terhadap kebun karet milik warga. 

Pemkab Lahat melalui Dinas Lingkungan Hidup lalu menerjunkan tim yang dipimpin Kabid Lingkungan Hidup Lepi Desniati. Setelah dilakukan penyelidikan atas laporan dari masyarakat itu, Pemkab Lahat memastikan jika aktivitas membelah aliran sungai Tais yang dilakukan PT EEM tidak sesuai prosedur dan menyalahi aturan. (Baca: http://www.globalplanet.news/berita/4268/pt-eem-diduga-langgar-prosedur).

Jalan tambang yang digunakan oleh PT EEM sempat diprotes oleh warga pada tahun 2020 lalu. (ist/rmolsumsel.id)

Sekitar dua tahun berselang, pada September 2020, giliran warga Desa Lubuk Pedare yang protes dengan aktivitas tambang PT EEM. Warga meminta Pemkab Lahat untuk memberikan sanksi tegas karena perusahaan disinyalir telah merebut jalan umum milik warga sepanjang 4 kilometer untuk dijadikan jalan khusus angkutan tambang.

Padahal warga menyebut jika jalan itu dibangun pada masa kepemimpinan Bupati Lahat Harunata dan memang diperuntukkan untuk menunjang aktivitas warga. Namun, kenyataannya sejak digunakan oleh perusahaan warga tidak lagi diperbolehkan melintas di jalan tersebut. Permasalahan ini juga sudah direspon oleh DPRD Kabupaten Lahat. (Baca: http://www.globalplanet.news/berita/28390/miris-perusahaan-tambang-di-lahat-kuasai-jalan-kabupaten).

Terkait jalan dan transportasi, PT EEM diketahui juga merupakan satu dari sejumlah perusahaan yang memiliki wilayah operasi produksi di kawasan Merapi Kabupaten Lahat yang menjalin kesepakatan dengan DPRD Sumsel, setelah mendapat protes warga akibat proses pengangkutan yang menimbulkan polusi. (Baca: https://www.rmolsumsel.id/soal-angkutan-batubara-lahat-komisi-iv-dprd-sumsel-kita-setop-jika-tak-jalankan-kesepakatan).