Salah Guna Dana Hibah, Menyingkap Muka Otoritas Olahraga

Gubernur Sumsel Herman Deru (kiri) bersama Ketua KONI Sumsel, Hendri Zainuddin. (ist/rmolsumsel.id)
Gubernur Sumsel Herman Deru (kiri) bersama Ketua KONI Sumsel, Hendri Zainuddin. (ist/rmolsumsel.id)

Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Sumsel tengah menjadi sorotan setelah Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Perwakilan Sumsel atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Sumsel tahun 2021 beredar luas.


Didalamnya termuat laporan mengenai dana hibah yang digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). KONI Sumsel juga diketahui terlambat dalam menyerahkan laporan pertanggungjawaban tersebut.

Secara spesifik, melansir data yang diperoleh Kantor Berita RMOLSumsel, Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Sumsel di 2021 menganggarkan belanja hibah untuk KONI Sumsel sebesar Rp50.049.252.950,00 yang terealisasikan sebesar Rp49.231.073.200,00 atau 98,37 persen dari pos anggaran.

Hibah itu sebesar Rp37.500.000.000,00 yang dibagi dalam empat tahap dan tiga kali pencairan. Rinciannya, pencairan Tahap I dilakukan melalui Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) Nomor 01437/SP2D/2.13.01.01/2021 tanggal 27 April 2021 sebesar Rp3.952.000.000,00.

Lalu, Pencairan Tahap II dan III sekaligus dengan menggunakan SP2D Nomor 04564/SP2D/2.13.01.01/2021 tanggal 10 Agustus 2021 sebesar Rp8.347.500.000,00. Terakhir, pencairan Tahap IV dilakukan melalui SP2D Nomor 08175/SP2D/2.13.01.01/2021 tanggal 25 November 2021 sebesar Rp25.200.500.000,00.

Pada prosesnya, total dana anggaran itu diketahui tidak digunakan secara penuh oleh KONI Sumsel, melainkan hanya terpakai sebesar Rp35.459.292.056,00 atau 94,56 persen dari nilai realisasi hibah.

Sementara selisihnya sebesar Rp2.040.707.944,00 telah dilakukan penyetoran (pengembalian uang negara) sebanyak tiga kali dalam rentang waktu 31 Desember 2021 s.d. 20 Januari 2022 yang totalnya, sebesar Rp2.040.708.546,00 atau lebih besar Rp602,00 dari yang seharusnya.

Atlet Sumsel saat meraih medali emas di PON Papua. (ist/rmolsumsel.id)

Penggunaan Dana Hibah Tidak Sesuai Peruntukkan, KONI-Dispora Bertanggung Jawab?

Berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) No. 26 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Hibah dan Bantuan Sosial Pemprov Sumsel, disebutkan bahwa batas waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban bagi penerima hibah adalah tanggal 10 Januari tahun berikutnya.

Namun dalam kasus ini, KONI Sumsel baru menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban kepada Dinas Pemuda dan Olahraga melalui surat Nomor 025/KU/KONI-SS/I/2022 tanggal 21 Januari 2022.

Belakangan, audit BPK juga mengungkap terdapat penggunaan sisa dana hibah yang nilainya mencapai Rp1.665.000.000 yang disinyalir tidak sesuai dengan NPHD. Dana ini merupakan bagian dari pendanaan yang seharusnya digunakan untuk mendukung persiapan kontingen Sumsel untuk mengikuti PON Papua.

Dana itu muncul setelah sebelumnya dikeluarkan dana untuk membiayai dua kegiatan yakni Pemusatan Latihan Daerah (Pelatda) PON sebesar Rp11.087.516.000,00 dengan pembagian sebesar Rp4.768.000.000,00 dianggarkan pada APBD Induk dan Rp6.319.516.000,00 pada APBD Perubahan.

Lalu, untuk kegiatan Keberangkatan PON sebesar Rp7.659.209.000,00 dengan rincian sebesar Rp2.400.000.000,00 dianggarkan pada APBD Induk dan Rp5.259.209.000,00 pada APBD Perubahan. Anggaran Dana Hibah pada APBD Perubahan sesuai dengan Surat Permohonan RAB Tambahan Dana Hibah KONI tanggal 23 September 2021.

Akan tetapi, proses penandatanganan NPHD perubahan itu baru dilakukan dilakukan pada tanggal 16 November 2021, atau satu bulan setelah kegiatan PON XX berakhir. Proses inilah yang menyebabkan terdapat sisa dana untuk kegiatan PON XX di Papua yang tidak digunakan sebesar Rp3.705.707.944,00. Sisa dana tersebut seharusnya disetor ke Kas Daerah sebagai sisa dana hibah.

Namun, pada tanggal 21 Desember 2021 KONI Sumsel melalui surat Nomor 513a/KU/KONI-SS/XII/2021 mengajukan Revisi NPHD. Revisi tersebut diantaranya untuk memberikan bantuan operasional kepada pengurus Cabang Olahraga (Cabor) sebesar Rp1.290.010.000,00 dan untuk melaksanakan Rapat Kerja sebesar Rp375.000.000,00.

Namun, pengajuan revisi NPHD itu tidak mendapat persetujuan dari Dispora Sumsel sampai tahun anggaran berakhir, yang kemudian ditegaskan melalui surat No. 900/4457/Dispora/2021 tertanggal 30 Desember 2021 kepada KONI Sumsel.

Deputi K-MAKI Sumsel Fery Kurniawan saat berada di Gedung KPK. (ist/rmolsumsel.id)

Temuan BPK Berkaitan dengan Janji Kampanye Ketum KONI Sumsel?

Pemberian bantuan operasional kepada pengurus cabor oleh KONI Sumsel ini telah menjadi temuan yang tidak bisa dielakkan. Dalam penelusuran yang dilakukan kantor Berita RMOLSumsel, pemberian bantuan ini disinyalir tak lepas dari janji Hendri Zainuddin saat kampanye pemilihan Ketua KONI Sumsel pada akhir 2019 lalu.

Tidak hanya pengurus cabor, Hendri juga menjanjikan sejumlah nominal uang pembinaan untuk pengurus KONI kota/Kabupaten se-Sumsel. (Baca: https://www.rmolsumsel.id/kesulitan-penuhi-janji-soal-bantuan-pengprov-ini-penjelasan-ketua-koni-sumsel)

Dugaan penyalahgunaan dana hibah yang dilakukan oleh kepengurusan KONI Sumsel ini, mendapat sorotan dari lembaga pegiat anti korupsi, salah satunya Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (K-MAKI) Sumsel.

Menurut Deputi Feri Kurniawan, apa yang dilakukan oleh KONI Sumsel patut diduga sebagai upaya korupsi. Sehingga, temuan BPK inipun telah dilaporkannya ke Kejaksaan Tinggi Sumsel.

“Temuan seperti ini seharusnya segera ditindaklanjuti. Karena berdasarkan temuan BPK tersebut, kami melihat banyak sekali permasalahan. Ini merupakan uang rakyat yang seharusnya pula dikembalikan ke kas daerah,” jelas Feri didampingi Koordinator K-MAKI Sumsel Boni Belitong.

Tidak hanya untuk permasalahan anggaran kali ini yang menjadi temuan, tetapi juga sejumlah permasalahan yang berkaitan dengan uang rakyat, yang menurut Feri telah terjadi sejak lama di tubuh KONI Sumsel.

Selain sebagai janji kampanye, kepengurusan KONI Sumsel yang gemuk disinyalir juga menjadi penyebab lain membengkaknya anggaran, sehingga diduga terjadi upaya penyalahgunaan dana hibah ini.

Gubernur Sumsel Herman Deru saat melepas kontingen PON Papua. (dok/rmolsumsel.id)

Krisis dalam Manajemen dan Kepemimpinan KONI Sumsel Berimbas pada Atlet

Dalam masa persiapan PON Papua sendiri, KONI Sumsel sempat mengalami sejumlah kendala. Mulai dari waktu dimulainya Pemusatan Latihan Daerah (Puslatda) yang mundur dari jadwal, perlengkapan dan peralatan atlet yang tidak sesuai standar kontingen, sampai polemik bonus atlet dan pelatih peraih medali yang tidak kunjung cair sebelum hari raya Idul Fitri 2022 lalu. (Baca: https://olahraga.rmol.id/read/2022/02/22/524258/keringat-sudah-mengering-apa-kabarnya-bonus-atlet-sumsel).

Sementara di sisi lain, pada saat atlet dan pelatih peraih medali menuntut bonus mereka segera dicairkan beberapa waktu lalu, KONI Sumsel seolah tak mau dikambing hitamkan. (Baca: https://www.rmolsumsel.id/tak-mau-anggarannya-dipotong-untuk-bonus-atlet-koni-sumsel-jangan-cari-kambing-hitam)

Terungkapnya permasalahan ini membuat sejumlah pelatih dan atlet Sumsel yang berlaga di PON Papua lalu terkejut. Sebab, mereka baru mengetahui besaran nilai anggaran Pemusatan Latihan Daerah (Pelatda) ternyata sebesar Rp11.087.516.000 namun tidak sesuai dengan realitas di lapangan.

Meskipun Sumsel mampu memperbaiki peringkat dalam ajang empat tahunan kali ini, namun secara umum apa yang diterima oleh atlet dan pelatih ini disebut paling buruk apabila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

“Dari pengalaman saya sebagai pelatih yang sudah beberapa kali ikut PON, Pelatda yang kemarin merupakan yang terburuk,” kata salah seorang pelatih cabor yang berlaga di PON Papua, kepada Kantor Berita RMOLSumsel saat informasi ini ramai diberitakan.

Padahal menurutnya, even yang diikuti oleh atlet dan pelatih ini membawa nama baik Sumsel dan memperbaiki peringkat. Sehingga sudah sepatutnya dipersiapkan secara matang dan difasilitasi dengan baik. Mulai dari pelatda yang molor sampai gaji yang terlambat, sehingga tidak sesuai dengan prestasi yang sudah diberikan.

Dengan anggaran sekitar Rp11 Miliar tersebut, pelatih yang meminta namanya untuk tidak disebutkan ini mengungkapkan bahwa atlet dan pelatih akan sejahtera apabila anggaran tersebut digunakan sebagaimana mestinya secara maksimal.

“Pelatda kemarin sangat jauh sekali dari yang diharapkan. Kami di lapangan ini sangat merasakannya betapa banyak kekurangannya. Sebenarnya sudah besar itu, anggaran Pelatda itu sudah memenuhi standar PON kalau memang dipergunakan dengan maksimal. Karena jumlah atlet yang berlaga juga tidak sampai ribuan, hanya 108 ditambah 48 pelatih dan tenaga official,” jelasnya.

Sehingga diapun merasa aneh jika anggaran sebesar itu tidak bisa mengakomodir gaji atlet dan pelatih yang terlambat pembayarannya hingga menunggak. Pernyataan ini menguatkan krisis manajemen dan kepemimpinan yang terjadi di KONI Sumsel pada masa kepemimpinan Hendri Zainuddin.

“Soal honor atau gaji, atlet di Sumsel itu punya kategori dan tingkatan soal gaji. Dan memang belum ada saya temukan gaji atlet atau pelatih itu diatas Rp10 juta. Paling besar itu Rp7 jutaan kategori atlet utama, sementara dibawahnya madya dan pratama. Pelatih juga begitu, mana ada pelatih gajinya besar selangit. Kita ini pelatih lokal semua yang dipakai,” katanya.

“Sementara pelatda kemarin tidak ada try out, palingan cuma beberapa cabor. Kalau anggaran pelatda memang dimaksimalkan, jelas bisa lebih dari itu,” tambahnya.

Hal serupa juga diungkapkan salah satu atlet Sumsel yang berlaga di PON Papua tahun lalu. Menurutnya sejak dimulai Pelatda, suplai untuk peralatan latihan tidak diberikan seperti yang dijanjikan oleh pengurus KONI Sumsel. Akibatnya, dia dan atlet di cabor lain terpaksa berlatih mandiri dan meminjam peralatan atlet dari provinsi lain untuk memberikan prestasi bagi Sumsel.

“Memang benar karena tidak semua atlet yang bisa ikut Pelatda terpusat di Jakabaring. Hal yang paling dirasakan saat itu gaji terlambat sampai nunggak apalagi peralatan latihan, jelas kurang. Tryout juga tidak ada,” ungkapnya.

Sekda Sumsel SA Supriyono. (ist/rmolsumsel.id)

Pintu Masuk Bagi Aparat Penegak Hukum, Sekda SA Supriono: KONI Jangan Seenaknya!

Pemprov Sumsel melalui Pj Sekda SA Supriono mengatakan bahwa pihaknya telah meminta OPD terkait, yakni Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Sumsel untuk segera menindaklanjuti permasalahan ini.

Secara tegas, dia juga meminta pihak terkait, dalam hal ini KONI Sumsel untuk bisa bertanggung jawab, karena dana hibah yang diberikan itu menggunakan uang rakyat. “Ya, siapapun itu jika memang benar ada temuan dari BPK, harus ditindak lanjuti. Dana hibah itu ada pertanggungjawabannya, tidak bisa seenaknya asal pakai dana hibah tapi tidak mau bertanggung jawab," tegasnya.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Kepala Dispora Sumsel, Rudi Irawan yang dibincangi Kantor Berita RMOLSumsel pekan ini. Secara prosedur, dia menyebut jika Dispora telah melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Sehingga saat ini, bola panas berada di tangan KONI Sumsel.

“Tugas kita sudah selesai, sekarang tinggal KONI (Sumsel) bertanggung jawab. Silahkan tanya sama mereka,” ungkap Rudi. Untuk diketahui, Rudi baru menjabat sebagai Kadispora menggantikan Ahmad Yusuf Wibowo, yang merupakan Kadispora saat penganggaran dana hibah KONI Sumsel ini dilakukan.

Polemik penyalahgunaan anggaran yang dilakukan oleh KONI Sumsel ini, nyatanya bisa menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum. Kasi Penkum Kejati Sumsel, Mohammad Radyan kepada Kantor Berita RMOLSumsel menjelaskan bahwa untuk melangkah lebih jauh, harus dilakukan audit investigatif yang mendalam agar bisa diketahui seperti apa dan sebesar apa kerugian negara.

“Dalam hal ini bisa saja laporan BPK itu sebagai langkah awal dari penyelidikan. Namun temuan itu harus dilihat menyeluruh. Dimana letak ketidakwajarannya yang menjadi permasalahan tersebut. Termasuk laporan itu (Laporan K-MAKI Sumsel) akan kami cek,” ujarnya.

Sejumlah pengurus KONI Sumsel melakukan aksi unjuk rasa ke Kantor Gubernur Sumsel lantaran dana hibah yang tak kunjung dicairkan. (kenedy/rmolsumsel.id)

KONI Sumsel Membalas, Serang Balik Pemprov Sumsel dan Dispora

Secara kebetulan, pada Senin (20/6) pagi, puluhan pengurus KONI Sumsel bersama sejumlah atlet dan pelatih datang menggelar aksi massa di halaman Pemprov Sumsel. Mereka menuntut pencairan dana hibah untuk tahun 2022 yang tak kunjung cair kendati telah disetujui pada 2021 lalu.

“Kami telah mengevaluasi selama 2,5 tahun ini, bahwa sumber permasalahan dan memburuknya hubungan harmonisasi antara KONI dan Dispora ini ada pada oknum Sekretaris Dispora Sumsel. Oleh karena itu kami memohon Bapak Gubernur untuk mengambil kebijakan untuk mengevaluasi sekaligus mengganti, karena bukan sebagai mitra sekarang ini, tapi lebih kepada rivalitas,” tegas Suparman Roman dalam aksi tersebut.

Pihaknya mendesak agar anggaran dana hibah KONI Sumsel tahun 2022 yang telah berjalan enam bulan ini segera dicairkan, sebab menurutnya banyak kepentingan yang dikorbankan, mulai dari atlet, pengurus cabor, pengurus dan staf KONI Sumsel yang kebanyakan hanya mengandalkan honor dari dana hibah tersebut.

Sementara dalam perjalanannya, anggaran yang diajukan KONI Sumsel untuk tahun 2022 ini adalah sebesar Rp73 Miliar yang kemudian hanya disetujui sebesar Rp12,5 Miliar. Namun dalam perjalanannya pula, anggaran ini dipotong sebesar Rp1 Miliar untuk tambahan bonus bagi atlet disabilitas Sumsel di Peparnas Papua.

“Terakhir NPHD sudah ditandatangani. Dan perintah Bapak Gubernur untuk dicairkan. Dispora terus cari-cari alasan. Kami tidak bisa lagi bekerjasama dengan oknum (Sekretaris) Dispora ini karena saudara Taufik ini bukan KPA, bukan PPTK, tapi seolah-olah Dia yang mengatur semua anggaran ini,” jelasnya.

Suparman yang kemudian dikonfirmasi Kantor Berita RMOLSumsel terkait polemik penyalahgunaan dana hibah ini, lantas memberikan klarifikasi dan jawaban. Dia menolak apabila temuan dalam LHP BPK RI Perwakilan Sumsel itu disebut sebagai upaya ataupun terindikasi korupsi.

Justru menurutnya, yang terjadi adalah kesalahan administrasi yang dilakukan oleh KONI Sumsel dari sisi pelaporan (pertanggungjawaban). “Kami sudah melakukan koordinasi, klarifikasi, dan telah bertanggung jawab dengan temuan BPK tersebut.. Sudah dipanggil waktu itu dan rekomendasi dari BPK sudah kita tindaklanjuti,” katanya.

Berbeda dengan kasus dana hibah untuk tahun 2022, dalam kasus temuan BPK atas dana hibah tahun 2021 ini, Suparman mengaku telah berkoordinasi secara baik dengan Dispora. Bahkan,  dalam menindaklanjuti temuan BPK itu, Suparman menyebut pihaknya turut melampirkan sejumlah bukti yang menurutnya otentik.  

“Ini hanya kelalaian administrasi, pada prosesnya kita sudah berkoordinasi dan sudah minta fatwa dari Dispora Sumsel," jawab Suparman yang dikonfirmasi pada Senin (20/6) petang.