Potensi Korupsi dalam Pemotongan Tunjangan Pegawai Pemkot Palembang, Benarkah Dinikmati Pejabat?

Wali Kota Palembang H Harnojoyo bersama Sekda Palembang Ratu Dewa dalam sebuah kesempatan beberapa waktu lalu/ist
Wali Kota Palembang H Harnojoyo bersama Sekda Palembang Ratu Dewa dalam sebuah kesempatan beberapa waktu lalu/ist

Sejumlah ASN Pemkot Palembang mengeluhkan pemotongan tunjangan kinerja atau yang dikenal dengan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) sejak beberapa waktu ke belakang.


Informasinya dana pemotongan yang mencapai 75 persen bagi masing-masing pegawai ini diduga mengalir ke kantong pejabat, mulai dari Wali Kota, Wakil Wali Kota, Sekretaris Daerah dan pejabat lain.

Hal ini kemudian diungkapkan dan dipersoalkan oleh salah satu aktivis Sumsel, Ade Indra Chaniago. Berkaitan dengan hal ini, Ade Indra mengungkapkan kalau dirinya sudah meminta konfirmasi dan klarifikasi kepada Pemkot Palembang dengan bersurat pada 22 Mei 2023 lalu.

Namun, setelah dua kali mengirimkan surat, Ade mengaku diajak bertemu oleh Sekda Ratu Dewa agar tidak mempermasalahkan dana tersebut. "Saya tidak mau (bertemu Ratu Dewa), karena kabarnya jumlah dana Tunkin dan TPP yang mereka ambil dari APBD sangat banyak. Milyaran, pernah ada informasi yang kami peroleh pernah mencapai Rp300 milyar per tahun," jelas Ade saat dihubungi Kantor Berita RMOLSumsel. 

Kecurigaan mengalirnya dana ini ke kantong pejabat menurut Ade Indra cukup beralasan, sebab dengan ajakan bertemu oleh Sekda Ratu Dewa itu, ada upaya menutupi kasus ini dan membungkam aktivis Sumsel dalam mengkritisi kebijakan Pemkot Palembang. 

Padahal di sisi lain, ribuan pegawai Pemkot Palembang membutuhkan tunjangan tersebut sebagai upah atas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Meskipun sebenarnya menurut Ade Indra kinerja Pemkot Palembang beberapa tahun terakhir tidak cukup signifikan meningkat.

"Bahkan masyarakat Palembang lebih banyak mengeluh lantaran hingga kini Pemkot Palembang belum mampu menyelesaikan masalah klasik yang selalu dikeluhkan," ujarnya.

Misalnya, masih terdapat banyak jalan rusak, lampu penerangan jalan yang mati, penanganan banjir yang sangat minimal, serta masih banyaknya fakir miskin dan anak terlantar di berbagai sudut kota Palembang yang belum menerima hak mereka untuk dipelihara oleh negara.

Menanggapi tudingan adanya pemotongan tukin yang masuk ke kantor pejabat, Kepala BPKAD Kota Palembang Agus Kelana membantah. Dia menegaskan tidak ada pemotongan tukin seperti yang dimaksud, karena mekanisme pencairan melalui sistem transfer. 

"Dak ado pemotongan krn masuk ke rekening masing² pegawai," katanya melalui pesan singkat. Agus memberikan klarifikasi dan konfirmasi setelah Sekda Ratu Dewa belum merespon pesan redaksi. 

Mengenai jumlah tukin yang digelontorkan Pemkot Palembang untuk pegawainya, Agus tak mau bicara lebih jauh. Begitu pula dengan informasi mengenai surat edaran dan persentase pemotongan tukin sebesar 75 persen dari seharusnya. 

Tunjangan Pegawai Dipotong, Dalih Sumbangan untuk PAD

Berdasarkan penelusuran, besaran potongan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) oleh Pemerintah kota Palembang sangat dikeluhkan oleh para pegawai. 

Pemotongan TPP ini diketahui telah berlangsung sejak 2018 lalu. Padahal, pada tahun sebelum itu tidak ada potongan TPP apapun yang diberlakukan Pemkot Palembang.

Jonan bukan nama sebenarnya, salah satu PNS yang bekerja di salah satu Dinas Pemkot Palembang mengaku, pemotongan TPP awalnya dikenakan sebesar 50 persen. 

Kemudian meningkat sampai pada awal tahun 2023 ini, potongan TPP naik menjadi 75 persen. “Pemotongan ini berlaku sampai waktu yang belum ditentukan. Surat edarannya ada,”kata Jonan.

Dalam surat edaran yang dikeluarkan oleh Walikota Palembang Harnojoyo tersebut, TPP PNS dipotong dengan alasan untuk membantu Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sempat anjlok karena pandemi Covid-19.

“Padahal TPP ini juga sangat kami butuhkan untuk kebutuhan keluarga, jelas potongan yang sangat besar ini merugikan. Dengan adanya surat edaran itu mau tidak mau kami harus tunduk,”ungkapnya.

Bukan hanya TPP yang dipotong, nyatanya tunjangan kinerja pegawai juga kini dihilangkan ketika memasuki hari besar atau libur nasional.

Meskipun tidak ada aturan atau payung hukum untuk memotong tunjangan kinerja saat hari libur. “Kalau telat mengumpul berkas atau dokumen, TPP juga dipotong,”ungkapnya.

Belum selesai soal pemotongan, PNS juga harus lama menunggu pencairan TPP. Hampir setiap bulan, pencairan TPP untuk PNS ini selalu telat dibayar.

“TPP pada bulan April ini baru keluar Mei dan itu selalu telat. Anehnya, TPP telat ini hanya dinas di luar Setda kota Palembang, sementara untuk lingkup Setda tidak pernah mengalami keterlambatan,”kata dia.

Deputi K-MAKI Feri Kurniawan/ist

Potensi Korupsi, Aparat Penegak Hukum Diminta Turun Tangan

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak pegawai dari daerah kabupaten/kota lain di Sumsel yang masuk (mutasi) ke kota Palembang dengan iming-iming tukin dan TPP yang berada di atas daerahnya.

Menyoroti hal ini, Wakil Ketua Komisi I DPRD Palembang yang juga anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) Ridwan Saiman meminta Pemkot Palembang tidak menghambat hak pegawainya. terlebih saat Tukin dan TPP telah dianggarkan. 

"Karena itu ada aturannya dan harus segera dibayarkan dan jangan ditunda tunda lagi ," katanya  Senin (5/6).

Namun sebelum dicairkan, politisi PKS ini mengatajab harus dibuatkan Perwali dahulu agar bisa menjadi dasar hukum pencairan. "Segera dicairkan karena itu hak orang, kalau tidak dicairkan ditakutkan akan menjadi temuan BPK," ujarnya. 

Lebih jauh, Deputi Komunitas Masyarakat Anti Korupsi (K-MAKI) Sumsel Feri Kuniawan menilai, Tukin dan TPP bagi pejabat dan ASN di Pemkot Palembang itu sebetulnya tidak sesuai dengan kinerja yang diharapkan. 

"Kinerja itu bisa diukur. Faktanya pelayanan masyarakat dan infrastruktur masih buruk, jadi tidak sesuai Tukin dan TPP yang diberikan," jelasnya.

Semakin ironis, ketika Tukin dan TPP yang tidak signifikan dengan hasilnya tersebut justru dipotong dan diduga dimanfaatkan oleh oknum tertentu seperti tudingan yang dialamatkan ke Pemkot Palembang sebelumnya. 

"Sebetulnya tinggal aparat penegak hukum turun tangan dalam kasus ini. Jangan diam saja, harus diusut, karena potensi korupsinya terlihat dalam kasus ini. Jumlahnya besar dan berpotensi menimbulkan kerugian negara," jelas Feri.