PLTP 91,2 Megawatt Selesai Dibangun, Pengelolaan Janji Jaga Kelestarian Alam

Direktur Utama PT. SERD, Nisriyanto saat diwawancarai Rmolsumsel. (Mita Rosnita/Rmolsumsel.id).
Direktur Utama PT. SERD, Nisriyanto saat diwawancarai Rmolsumsel. (Mita Rosnita/Rmolsumsel.id).

Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dengan kapasitas 91,2 MW yang dikelola PT Supreme Energy Rantau Dedap (SERD) yang berlokasi di Kabupaten Lahat dan Pagaralam rampung dibangun.


Direktur Utama PT. SERD, Nisriyanto mengatakan meskipun baru memberi laporan hari ini, namun PLTP kedua di Sumsel ini dapat dinikmati sejak 26 Desember 2021 lalu yang mana pada operasi secara komersialnya PLTP telah tersalur ke Gardu Induk Perusahaan Listrik Negara (PLN) Lubuk Balai yang masuk ke jaringan atau backbone utama dari PLN Lahat. 

"Melalui jaringan kami yang disebut tol interkoneksi dari utara ke selatan, terdapat sebanyak 275 kV  dialirkan kemana-mana melalui Gardu Induk Lubuk Balai. Khususnya di daerah sekitar sesuai kebutuhan," katanya usai melakukan pertemuan dengan Gubernur Sumsel Herman Deru di Kantor Pemprov Sumsel, Jumat (28/1).

Nisriyanto menceritakan proses pengerjaan proyek PLTP terbilang cukup rumit dan berat, hal ini karena panas bumi yang menjadi sumber utama pembangkit listrik ini hanya dapat diperoleh di kawasan yang memiliki jalur topografi terjal dan tremor yakni daerah pegunungan.

"Uniknya panas bumi itu hanya ada di kawasan yang sangat susah dijangkau," tambahnya.

PT. SERD sendiri telah memulai studi pendahuluan di tahun 2008 serta melakukan Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) di tahun 2012 dengan menyepakati bahwa sumber panas bumi di Sumsel terdapat di Lahat, Pagaralam dan Muara Enim. 

"Kemudian tahun 2013 kita mulai eksplorasi dengan didahului membangun akses jalan sepanjang hampir 40-50 km ke dalam area, tentu dengan topografi yang sudah digambarkan sebelumnya," tambahnya. 

Selain medan yang terjal dan lokasi terpencil yang harus dilalui diketahui lokasi sumber PLTP berada di ketinggian 2000 sampai 2600 mdpl sehingga diakui Nisriyanto pada proses awal sangat menantang dan berat.

"Kami harus melakukan konstruksi sipil sebelum melakukan pengeboran, karena panas bumi didapat dengan melakukan pengeboran. Dan tentu semua ini sangat sulit dan terbilang challenging," ceritanya lagi.

Sedangkan nilai investasi yang diperlukan guna membangun proyek ini disebutkannya tidak main-main, mengingat apabila dibandingkan dengan pembangkit listrik tenaga lainnya manfaat PLTP ini bukan hanya pada pemenuhan kebutuhan saja tapi terhadap kelestarian alam yang terus terjaga. 

"Sejak memulai operasi kami berada diluas kawasan hutan lindung sekitar 100 hektar. Sedangkan untuk nilai investasi tentu tidak murah untuk kapasitas 91,2 MW, lebih dari Rp10 triliun kalau dibanding pembangkit listrik yang lain seperti fosil, PLTP ini sangat luar biasa bermanfaat," terang dia.

Adapun keunikan lain dari PLTP ini terdapat pada ketersediaan air yang diklaim menjadi sumber uap, sehingga prosesnya sangat natural dari bumi.

"Uap itu dihasilkan dari air yang dipanaskan. Sehingga dengan proses ini kondisi kelestarian alam sekitarnya akan tetap terjaga. Dan keberlangsungan proyek ini tergantung dengan bagaimana kami bisa menjaga lingkungan sekitar," tegas dia.

Dengan bertambahnya sumber energi terbarukan ini menjadi komitmen PT. SERD untuk mengembangkan teknologi dan pembangkitan yang ramah lingkungan. "Dengan terpenuhinya ketersedian listrik maka akan mendukung kegiatan atau aktivitas industri lainnya, salah satunya bisa dimanfaatkan bagi kendaraan listrik," tutupnya. 

Untuk diketahui, sebelumnya di Sumsel telah beroperasi PLTP yang dikelola oleh PT. Lumut Balai atau yang lebih dikenal Petamina Geothermal Energy.