Pemerintah Pusat Diminta Atasi Polemik Pengangkutan Batu Bara di Jambi

Kapal pengangkut batu bara yang dilempari bom molotov oleh warga di Jambi/Net
Kapal pengangkut batu bara yang dilempari bom molotov oleh warga di Jambi/Net

Pemerintah pusat diminta untuk turun tangan menangani insiden beberapa waktu lalu terkait adanya sekelompok warga yang melemparkan bom molotov pada kapal tongkang pengangkut batu bara di Provinsi Jambi.


Hal itu terjadi karena tidak adanya kepastian hukum dalam proses pengangkutan tersebut. Kendati Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi mengeluarkan aturan yang melarang pengangkutan batu bara untuk melintas menggunakan jalur darat dan jalur sungai, namun tetap tak digubris.

Hal ini ditengarai karena pada jalur darat, pengangkutan batubara kerap menjadi penyebab kemacetan dan pada jalur sungai, beberapa kali kapal tongkang menabrak tiang pembatas keamanan pada penyangga jembatan.

Komunikolog politik dan hukum nasional, Tamil Selvan mengatakan kejadian tersebut karena warga mengaku kesal saat pengusaha masih melintas melalui jalur air. Sementara sudah ada larangan dari pemerintah setempat.

Menurut Tamil, kebijakan Pemprov Jambi yang menghentikan pengangkutan batu bara merupakan sikap yang tidak bijaksana. Sebab hal tersebut jelas mengganggu iklim ekonomi lokal dan nasional, serta iklim investasi.

"Kalau kebijakannya adalah setop total, saya kira itu keliru. Sebab jalan raya itu adalah hak setiap orang, maka tidak boleh dilarang total. Saya kira Pemprov Jambi perlu mengkaji ulang kebijakan ini, sebab selain mengganggu iklim usaha dan investasi, tentu pasokan batu bara ke PLN juga pasti terganggu," kata Tamil kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (26/5).

Di sisi lain, dosen Universitas Dian Nusantara ini menyoroti tentang kepastian hukum berinvestasi di Indonesia.

Ungkapnya, jika Pemprov Jambi mampu membuat kebijakan yang memberhentikan pengangkutan batu bara bagi perusahaan yang telah mengantongi seluruh izin dipersyaratkan, maka Indonesia menjadi tidak berkepastian hukum.

"Perusahaan itu secara legalitas lengkap, lalu masalah kendala teknis di lapangan sampai diberlakukan pemberhentian total, saya kira Pemprov Jambi melampaui kewenangannya, dan saya minta Kementerian Dalam Negeri bisa bertindak dalam hal ini," tutur Tamil.

Selain itu, dia juga mengimbau agar Komisi V dan Komisi VII DPR dapat turun tangan menyelesaikan masalah tersebut, dan mengambil solusi terbaik.

"Pak Jokowi bergiat agar investor asing mau melirik Indonesia sebagai tujuan investasinya, namun dengan tidak adanya kepastian hukum seperti ini, jangankan investor asing, investor lokal juga akan berpikir ulang. Jadi saya imbau agar kembali jalur darat dan jalur sungai dibuka, kalaupun ada hal-hal lain yang perlu menjadi perhatian khusus dari sisi pengusaha, saya kira mereka pasti ikut aturan," jelasnya.

Lebih lanjut, Tamil menyoroti produk hukum yang digunakan Pemprov Jambi untuk melakukan pelarangan tersebut yang menggunakan surat edaran. Menurut dia, surat edaran bukan produk hukum umum yang bisa digunakan untuk membuat aturan apalagi sampai melarang sebuah perbuatan.

"Dalam hukum, surat edaran itu bukan kategori regeling atau beschikking. Surat edaran itu sifatnya instruksi teknis suatu institusi kepada satuan kerja di bawahnya, maka tidak boleh bersifat umum apalagi sampai mengandung larangan. Maka saya kira perlu perhatian khusus dari Kementerian Dalam Negeri terkait ini," pungkasnya.