Pakar Komputer Ungkap 3 Permasalahan Utama Sirekap

Pakar komputer, Profesor Marsudi Wahyu Kisworo/Repro
Pakar komputer, Profesor Marsudi Wahyu Kisworo/Repro

Penggunaan sistem informasi rekapitulasi (Sirekap) yang memunculkan polemik, membuat heran pakar yang pertama memboyong gelar profesor komputer di Indonesia, Prof Marsudi Wahyu Kisworo. Pasalnya, di setiap tahun pemilu, sistem perhitungan suara digital selalu bermasalah.


Marsudi menyampaikan pendapatnya terkait Sirekap dalam sidang lanjutan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden, di Ruang Sidang Utama Lantai 2 Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (3/4).

Ini bukan kali pertama dirinya bersidang dalam perkara PHPU Presiden dan Wakil Presiden di MK. Sebab, pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, dirinya menjadi saksi ahli untuk menjelaskan soal Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) yang fungsinya mirip dengan Sirekap.

"Setiap tahun (pemilu) sejak 2004, ketika teknologi komputer digunakan, sistem penghitungan suara digital itu selalu dipermasalahkan. Terakhir kemarin 2019, dan sekarang terulang lagi," ujar Marsudi dalam sidang yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo.

Namun dia tetap menyampaikan hasil analisisnya terhadap Sirekap. Menurut Marsudi, Sirekap memuat beberapa persoalan teknis sehingga muncul polemik di masyarakat. Tetapi, Marsudi melihat persoalan yang muncul terjadi di Sirekap mobile, bukan Sirekap web.

"Problem (ada di) Sirekap mobile. Dia mengambil data dari Form C1 Hasil yang isinya dibuat dengan tulisan tangan, dan menggunakan teknologi OCR (Optical Character Recognition)," jelasnya.

Baginya, teknologi OCR yang diaplikasikan ke dalam penggunaan Sirekap di Pemilu Serentak 2024 berbeda jauh, kalau dibandingkan dengan teknologi Situng.

"Ini adalah sebuah perkembangan atau kemajuan dibanding Situng dulu. Kalau Situng dulu angkanya di-entry manual, sehingga timbul kehebohan seolah-olah ada kesengajaan entry yang dinaikan dan sebagainya," papar Marsudi.

"Maka teman-teman developer dari Sirekap ini menggunakan secara otomatis. Jadi tulisan di C1 di-scan, di-capture, dan diubah menjadi angka. Di sinilah problem utamanya muncul," sambungnya mengungkap.

Mantan Komisaris Independen PT Telkom (Tbk) itu menegaskan, problem kedua dari Sirekap mobile adalah penggunaan handphone yang tidak memiliki kamera berkualitas bagus.

"Sirekap mobile yang di-install di masing-masing handphone KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara), maka yang terjadi kita tahu beda-beda merk dan kualitasnya. Ada yang sangat bagus dan ada yang sangat kurang bagus, dan resolusinya beda-beda," papar Marsudi.

"Jadilah seperti contoh di atas itu, (foto) Form C1 beda-beda kualitasnya. Ada yang jelas, ada yang buram, ada yang remang-remang, ada yang warnanya putih, ada yang warnanya agak kekuning-kuningan," sambungnya.

Kemudian problem ketiga, lanjut Marsudi, terletak di kualitas kertas Form C1 Hasil sendiri. Sebab, terdapat kertas yang sudah terlipat-lipat atau lecek, sehingga Sirekap mobile tak bisa menangkap gambar Form C1 Hasil dengan sempurna.

"(Seperti gambar) yang Form C1 di kanan, itu kertasnya terlipat sehingga ketika terlipat ini bisa menimbulkan kesalahan interpretasi oleh OCR," demikian Marsudi.