Kuasa Hukum Debt Collector Pertanyakan Perkembangan Laporannya di Polda Sumsel

 Deddi Zuheransyah debt collector korban penusukan didampingi kuasa hukumnya menunjukkan foto luka tusuk yang dialami kliennya. (Fauzi/RMOLSumsel.id)
Deddi Zuheransyah debt collector korban penusukan didampingi kuasa hukumnya menunjukkan foto luka tusuk yang dialami kliennya. (Fauzi/RMOLSumsel.id)

Tim kuasa hukum Deddi Zuheransyah debt collector korban penusukan dan penembakan oknum polisi Aiptu FN mempertanyakan proses laporan kliennya yang hingga saat ini belum ada perkembangan.


Disisi lain, laporan yang dibuat istri Aiptu FN terhadap kliennya dugaan kasus pengeroyokan dan perampasan sudah berjalan bahkan penyidik sudah memanggil kliennya untuk diperiksa.

Ketua tim kuasa hukum debt collector Mualimin Pardi Dahlan mengatakan, opini yang berkembang seakan akan menyudutkan pihak debt collector sangat merugikan dalam kasus yang terjadi.

"Memang banyak kejadian yang melibatkan debt collector dalam penagihan tunggakan angsuran. Setiap kasus itu pasti berbeda- beda tidak bisa generalisir harus dilihat fakta per fakta secara utuh,"katanya kepada wartawan Rabu (3/4/2024).

Ditegaskan Mualimin, debt collector yang berjumlah sepuluh orang sesuai dengan surat tugas dan kuasa yang sah diberikan pihak kreditur dalam hal ini pihak Adira Finance melalui perusahaan jasanya yakni mata elang Sumatera dalam keadaan sah sebagai profesi.

"Kesemua debt collector ini memiliki sertifikasi profesi penagihan berdasarkan peraturan yang diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No 75 POJK / 2018 dan sudah diperbaharui di tahun 2022,"jelasnya.

Dikatakan Mualimin kuasa dan tugas yang diterima debt collector sudah sah sesuai ketentuan 1792 sampai 1819 KUHPerdata semuanya sudah dipenuhi secara sah dan berdasarkan hukum.

"Jadi kalau ada framing yang berkembang menyebut tindakan debt collector tindakan premanisme kami tegaskan tidak benar dan kami menolaknya,"bebernya.

Yang kedua dijelaskan Mualimin, tugas eksekusi yang dilakukan debt collector objek jaminan fidusia itu memiliki dasar hukum sebagaimana yang diubah putusan Mahkamah Konstitusi no 18 tahun 2019.

"Kaitannya dengan yang terjadi kemarin pihak debt collector tidak sekonyong konyong melakukan penarikan secara paksa apalagi langsung menguasai objek melainkan dengan cara baik menemui Aiptu FN untuk bermusyawarah membuat kesepakatan bahwa mobil yang dibawa Aiptu FN sudah menunggak selama dua tahun,",ungkapnya

Lebih lanjut dikatakan Mualimin, saat dilakukan pendekatan dan musyawarah itulah Aiptu FN meradang sehingga terjadilah penganiayaan dengan melakukan penusukan dan menembakan senjata api kepada korban yang membuat korban menderita luka parah.

"Karena kejadiannya berdekatan dengan Rumah Sakit Siloam sehingga korban bisa diselamatkan kalau tidak ini bisa merenggut nyawa karena luka tusuk yang dialami korban banyak mengeluarkan darah,"tambahnya.

"Sehingga dari kasus ini, kami tim kuasa hukum heran justru kliennya dilaporkan balik oleh istri Aiptu FN dan laporan berjalan. Sedangkan laporan yang dibuat klien kami belum ada perkembangan,"tutupnya.