Larangan Penjualan Minyak Goreng Curah Diberlakukan Tahun Depan, Ini Dampaknya Bagi UMKM

Ilustrasi/net
Ilustrasi/net

Kementrian Perdagangan (Kemendag) bakal mulai menerapkan pelarangan penjualan minyak goreng curah per 1 Januari 2022 mendatang. Hal ini ditanggapi oleh Dinas Perdagangan (Disdag) Sumsel saat ditemui di Swarna Dwipa, Kamis (25/11).


Kepala Disdag Sumsel, Ahmad Rizal mengatakan pelarangan minyak goreng curah tersebut karena ketergantungan minyak goreng curah terhadap harga bahan bakunya yakni minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Namun dari segi kualitas, minyak goreng kemasan memiliki kualitas yang lebih baik dibanding minyak goreng curah.

“Kalau dari kualitas memang lebih bagus yang kemasan, lebih higenis, mutunya terjamin, dan juga pengemasan yang aman,” imbuhnya.

Hanya saja, dia mengaku jika ini diberlakukan maka tentunya memiliki dampak terhadap masyarakat khususnya UMKM, mengingat ekonomi masyarakat di Sumsel sangat beragam. “Bagaimana dengan masyarakat yang eknominya rendah, apakah mereka bisa mengimbangi harga minyak goreng kemasan yang tinggi,” ucapnya.

Menurutnya, dengan menggunakan harga minyak kemasan maka para pelaku UMKM juga akan menaikkan harga produknya. Hal ini juga akan berdampak pada pembeli yang akan mempertimbangkan harga yang naik tersebut.

Selain itu, pelarangan yang dilakukan ini juga tidak menutup kemungkinan akan terjadi pelanggaran di tengah masyarakat. “Bisa saja nanti minyak goreng curah dijual secara sembunyi atau diselundupkan. Sebab masyarakat memilih minyak itu karena emang harganya yang murah,” ujarnya.

Oleh sebab itu Ahmad Rizali menyarankan agar pemerintah mengevaluasi kembali larangan tersebut dan memaklumi ekonomi masyarakat yang masih belum sama.

“Peraturan tersebut harus fleksibel, selain juga memberikan minyak dengan kualitas baik, pemerintah juga harus memikirkan ekonomi masyarakat,” ucapnya.

Rizali menyarankan minyak goreng curah tetap dijual namun dibatasi, artinya harus ada batasan stok yang nanti akan diatur agar distribusi minyak curah tetap terkendali.

“Tetap dibatasi, seperti hanya BBM (Bahan Bakar Minyak), masih ada masyarakat yang membutuhkan premium ataupun solar. karena memang harganya terjangkau dengan ekonomi mereka,” tutupnya.