KPK Didesak Usut Dugaan Korupsi Pengadaan Gas Air Mata

Ilustrasi penggunaan gas air mata saat aksi. (dok/rmolsumsel.id)
Ilustrasi penggunaan gas air mata saat aksi. (dok/rmolsumsel.id)

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian melaporkan dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan gas air mata di lingkungan Polri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 


Laporan tersebut menyoroti kejanggalan dari dua proyek pengadaan Pepper Projectile Launcher Polda Metro Jaya pada tahun anggaran 2022 dan 2023. Bedasarkan hasil analisis koalisi tersebut, terdapat dugaan kuat adanya persengkongkolan tender yang menguntungkan satu perusahaan tertentu, yakni PT TMDC. Selain itu, terdapat indikasi kuat bahwa pemilik perusahaan tersebut memiliki keterkaitan dengan institusi kepolisian.

"Kami menemukan adanya dugaan mark-up harga yang cukup signifikan dalam proyek ini. Perhitungan kami menunjukkan selisih harga yang mencapai puluhan miliar rupiah," kata Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian dalam keterangan resminya yang diterima, Senin (2/9).

Koalisi juga menyoroti sikap Polri yang dinilai kurang kooperatif dalam memberikan informasi terkait proyek pengadaan tersebut. Permohonan informasi publik yang diajukan oleh koalisi sejak Agustus 2023 lalu, hingga kini belum mendapat respons yang memuaskan.

"Penolakan Polri untuk membuka informasi publik ini semakin menguatkan dugaan adanya upaya untuk menyembunyikan praktik korupsi," ungkapnya.

Dugaan korupsi dalam pengadaan gas air mata ini menjadi sorotan publik, terlebih setelah terjadinya sejumlah peristiwa kekerasan yang melibatkan aparat kepolisian. Penggunaan gas air mata yang berlebihan dalam aksi-aksi demonstrasi, termasuk tragedi Kanjuruhan, semakin menyulut kecurigaan masyarakat terhadap praktik-praktik korup di tubuh Polri.

Adapun secara spesifik, terdapat 2 (dua) proyek pengadaan gas air mata yang menjadi objek dari laporan ini, antara lain pengadaan Pepper Projectile Launcher Polda Metro Jaya Berikut Pengiriman APBN T.A. 2022 dengan nilai proyek sebesar Rp 49.860.450.000 dan Pepper Projectile Launcher Polda Metro Jaya Program APBN SLOG Polri TA. 2023 dengan nilai proyek sebesar Rp 49.920.000.000.

Berdasarkan hasil analisis yang koalisi lakukan atas dua paket proyek tersebut, terdapat sejumlah temuan yang mengarah pada dugaan tindak pidana korupsi yang patut ditindaklanjuti oleh KPK. Pertama, dugaan adanya persengkongkolan tender dengan mengarahkan pada merek tertentu. Patut diduga kuat bahwa pihak yang bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam dua proyek pengadaan tersebut, menyusun spesifikasi teknis yang mengarahkan pada produk yang spesifik hanya dapat disuplai oleh satu perusahaan peserta tender saja, yakni PT TMDC. Adapun produk Pepper Projectile Launcher yang dimaksud adalah Byrna. Dalam pemantauan koalisi, tidak ada perusahaan lain yang mendistribusikan senjata model tersebut di Indonesia, selain PT TMDC. 

Kedua, dugaan pemilik perusahaan pemenang tender merupakan anggota Kepolisian atau setidak-tidaknya memiliki relasi dengan anggota Kepolisian. Dalam dokumen akta perusahaan diketahui bahwa PT TMDC dimiliki oleh pria berinisial SL selaku Direktur. Berbekal dokumen tersebut, koalisi kemudian menemukan alamat SL, dan berdasarkan hasil penelusuran melalui aplikasi google street view, terdapat mobil yang berplat polisi terparkir di depan rumahnya pada tahun 2018. Hasil penelusuran ini juga diperkuat dengan hasil liputan salah satu media yang berdasarkan kesaksian dari warga sekitar rumah SL, mengkonfirmasi bahwa benar mobil SL memakai plat Kepolisian. Tidak hanya itu, berdasarkan keterangan warga, rumah SL seringkali didatangi aparat Kepolisian saat hari besar keagamaan. 

Ketiga, dugaan penggelembungan harga pembelian barang. Sebagaimana sudah disampaikan sebelumnya bahwa, total kontrak yang dimenangkan oleh PT TMDC terhadap dua paket pengadaan gas air mata selama dua tahun, total kontraknya Rp 99.780.450.000 dengan jumlah volume sebanyak 3.421 unit (T.A. 2022 sebanyak 1.857 unit dan T.A. 2023 sebanyak 1.564 unit). Adapun berdasarkan keterangan pers Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan, komponen yang dibeli antara lain: Pistol Bryna LE Launcher (Universal Kit), Bryna CO2 Gas (20 pcs) beserta oiler (1 set), 55 pcs Pepper (OC) dan 55 pcs Max (OC+CS) Bryna Projectiles, Extra Magazines (2 pcs), dan Holster chest (1 pcs) serta magazine pouch (1 pcs).

Mengetahui informasi mengenai rincian komponen yang dibeli, koalisi kemudian menelusuri informasi mengenai harga tiap komponennya untuk melakukan perbandingan harga. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan berdasarkan informasi harga di website resmi Byrna sebagai produsen barang yang dibeli, maka biaya yang sepatutnya dihabiskan oleh Polri dari dua paket pengadaan tersebut hanya sebesar Rp 73.268.187.659. Artinya, terdapat selisih yang diduga dengan sengaja digelembungkan dari total nilai proyek, yakni sebesar Rp 26.452.712.341.

Hasil analisis tersebut tentu harus dipandang sebagai temuan yang krusial di tengah persoalan serius di instansi Kepolisian yang dikenal tidak transparan dan akuntabel dalam membeli sejumlah peralatan, salah satunya gas air mata. 

Oleh karena itu, penting bagi KPK untuk menelusuri lebih lanjut laporan dugaan korupsi yang disampaikan oleh koalisi sebagai bagian dari partisipasi publik untuk yang dijamin oleh berbagai peraturan perundang-undangan. Sehingga sebagai pelapor sejatinya mendapat perlindungan hukum bukan justru sebaliknya: mendapat ancaman, intimidasi, dan apalagi upaya kriminalisasi. Terlebih laporan ini telah menempuh serangkaian upaya permohonan terhadap Kepolisian namun justru mendapat penolakan.

Maka dari itu, berdasarkan uraian permasalahan di atas, kami mendesak agar:

1. KPK segera melakukan penyelidikan atas dugaan tindak pidana korupsi yang dilaporkan terkait dengan proyek pengadaan gas air mata di Kepolisian;

2. KPK berkoordinasi dengan lembaga-lembaga terkait untuk melakukan penelusuran terhadap informasi dari laporan yang telah disampaikan;

3. KPK segera memanggil pihak-pihak yang diduga terlibat dalam dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan gas air mata di Kepolisian, dan Memberikan informasi perkembangan penanganan laporan kepada publik;

4. BPK/BPKP melakukan audit dengan tujuan tertentu/investigatif terkait proyek pengadaan tersebut;

5. DPR menjalankan tugas dan fungsi pengawasan dengan melakukan audit belanja Kepolisian, khususnya pengadaan senjata gas air mata dan memastikan agar tidak lagi memberikan dukungan anggaran untuk pembelian gas air mata.