Kisruh Pemilihan Ketua RT, Buntut Pemberian Insentif dari Wali Kota? 

Ilustrasi insentif. (rmolsumsel.id)
Ilustrasi insentif. (rmolsumsel.id)

Pemkot Palembang sejak beberapa tahun lalu telah mengeluarkan aturan untuk pemberian insentif bagi Ketua Rukun Tetangga dan Ketua Rukun Warga. Insentif ini, menurut pengamat Bagindo Togar dianggap sebagai upah atau balas jasa atas fungsi Ketua RT yang menjadi perpanjangan tangan pemerintah. 


Permasalahan yang muncul, pemberian insentif ini terkadang menuai kontroversi. Misalnya pada beberapa bagian wilayah di kota Palembang yang masuk kategori ekonomi sulit, insentif ini tentu dibutuhkan dan diharapkan oleh Ketua RT. Lain halnya di lingkungan lain yang didominasi pekerja atau ekonomi mapan. 

Pemetaan masalah ini, menurut Togar harus dilakukan oleh Pemkot Palembang yang juga tentu harus diiringi dengan sosialisasi yang baik kepada masyarakat. Sebab, insentif yang diberikan oleh pemerintah itu bukanlah gaji atas profesi. "Lain halnya kalau gaji, maka harus disesuaikan dengan Upah Minimum Kota atau Kabupaten," jelasnya. 

Ketua RT yang maju dalam pemilihan harus menyadari fungsi, tugas dan kewajibannya sebagai perpanjangan tangan pemerintah untuk melayani masyarakat. Bukan kemudian menjadi Ketua RT dengan tujuan mendapatkan imbal balik materi dari pemerintah. "Ini konsep yang salah yang harus diperbaiki, Pemkot harus juga turun dan memantau. Ketua RT itu prinsipnya pelayan dan pengikat silaturahmi warga," ujar Togar. 

Apalagi sampai melakukan pungli terhadap warga dengan dalih nominal insentif yang rendah dari pemerintah. Hal ini dinilai menjadi permasalahan sosial baru di kota Palembang, seiring kemampuan ekonomi masyarakat yang menurun akibat pandemi. "Kalau dilihat, sebetulnya di bagian lain banyak juga yang tidak mau repot menjadi Ketua RT. Karena (Ketua RT) itu dituntut punya jiwa melayani," kata Togar. 

Seperti kisruh pemilihan Ketua RT yang terjadi di Palembang baru-baru ini. Informasi yang dihimpun, warga menuding Lurah Talang Aman dan Camat Kemuning melakukan KKN karena tidak memfasilitasi pemilihan Ketua RT yang baru. Karena Ketua RT 26 RW 07, Jalan Gajah Mada (Gama) 1 dan 2 Kelurahan Talang Aman Kecamatan Kemuning tersebut berinisial SU telah menjabat sejak 2010 silam dan tidak mau diganti. 

Warga juga mengeluhkan kinerja Ketua RT yang diduga kerap melakukan pungli terhadap warga yang datang untuk mengurus berbagai keperluan. Tudingan ini muncul dalam sebuah pemberitaan yang menyeret nama Lurah dan Camat tersebut. Tudingan ini lantas dibantah, Lurah Talang Aman, Virgiyanti. 

Kepada awak media dia mengatakan jika jabatan Ketua RT tersebut memang telah habis dan dilakukan perpanjangan sebagai Pelaksana Tugas (Plt) untuk membantu pihak Kelurahan sesuai tugas, fungsi dan kewajibannya. "Sempat dilakukan pemilihan pada Februari lalu, tapi RT yang lama terpilih kembali karena tidak ada yang mencalonkan," ungkapnya. 

Oleh sebab itu, kalaupun memang ada warga yang tidak senang dengan hasil pemilihan tersebut, lanjut Virgiyanti, sepatutnya dilakukan musyawarah. Untuk itu, pihaknya juga mengaku siap untuk kembali memfasilitasi pemilihan Ketua RT 

Camat Kemuning, M Irman juga membantah tudingan tersebut. Ia meminta semua pihak untuk bisa menyelesaikan permasalahan ini dengan bermusyawarah dalam komunikasi yang baik. Tidak melalui pemberitaan yang menurutnya terkesan memojokkan dan tidak berimbang. "Kami menyayangkan adanya pemberitaan itu karena jelas tidak berimbang dan tidak mendasar,"ujarnya. 

Mekanisme pemilihan Ketua Rukun Tetangga di kota Palembang telah diatur dalam Perda No.8 Tahun 2007 tentang Pembentukan Rukun Tetangga dan Rukun Warga, Perda No.3 Tahun 2017 Tentang Perubahan atas Perda No.8 Tahun 2007, dan Perwali No.13 Tahun 2008 tentang Petunjuk Teknis Pembentukan, Penataan, dan Pembinaan RT dan RW.   

Dalam aturan ini, pemilihan pengurus RT dilakukan melalui musyawarah antar Kepala Keluarga (KK) di lingkungan tersebut, dimana sekurang-kurangnya dalam lingkungan tersebut terdiri dari 100 KK.

Diatur pula tugas, tugas, fungsi dan kewajiban Ketua RT dan Ketua RW, yaitu membantu menjalankan tugas pelayanan kepada masyarakat yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Memelihara kerukunan hidup warga dan menyusun rencana pembangunan dengan mengembangkan aspirasi dan swadaya murni masyarakat. Kewajiban dan Hak Pengurus, pemberhentian dan atau pergantian pengurus, juga masa bakti Ketua RT adalah selama tiga tahun dan dapat dipilih kembali untuk dua kali masa bakti berikutnya.

Sejak dilakukan perubahan Perda pada tahun 2017, Ketua RT di Palembang mendapatkan insentif dari Wali Kota sesuai dengan kemampuan APBD. Pemberian insentif ini ditegaskan kembali lewat Peraturan Wali Kota Palembang No.43 tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberian Penghargaan Kepada Ketua Rukun Tetangga dan Ketua Rukun Warga yang berasal dari APBD. Yakni bagi Ketua RT dan RW sebesar Rp 600.000 per bulan atau sebesar Rp 7.200.000 per tahun.