Fakta Kasus Pelecehan Seksual Unsri: Pendidik yang Tidak Terdidik untuk Menangani Masalah

Potongan video korban saat menjerit histeris di acara Yudisium Fakultas Ekonomi (FE) Unsri lantaran namanya dicoret dari daftar peserta. (ist/rmolsumsel.id)
Potongan video korban saat menjerit histeris di acara Yudisium Fakultas Ekonomi (FE) Unsri lantaran namanya dicoret dari daftar peserta. (ist/rmolsumsel.id)

Nama Universitas Sriwijaya (Unsri) melejit beberapa hari terakhir. Skandal pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum dosen terhadap mahasiswa di dua fakultas -yang baru melaporkan kejadian ke polisi, menjadi isu nasional. 


Susi Pudjiastuti (net/rmolsumsel.id)

Berbagai tokoh menanggapi kasus ini, termasuk salah satunya mantan Menteri KKP, Susi Pudjiastuti yang mengajak follower di akun twitter-nya untuk bersama-sama mengawal kasus ini. 

Perlahan kasus ini terkuak, informasi yang mengikutinya juga semakin menganga. Terbaru, beredar informasi jika salah satu mahasiswi diduga korban pelecehan seksual berinisial FA, sempat disekap oleh oknum staf, di WC kampus pada Jumat (3/12) pagi. 

Hal ini diungkapkan oleh tim pendampingan hukum dari Ikatan Alumni (IKA), Unsri Yan Iskandar Z dan Sri Lestari Kadariah, dalam konferensi pers Sabtu (4/12) petang.

Padahal saat itu, FA telah siap untuk mengikuti prosesi yudisium yang menjadi titik akhir dalam perjalanan pendidikannya di kampus paling tua di Unsri itu. 

Beruntung, seorang dosen berinisial FR kebetulan melintas di dekat WC dan mendengar teriakan korban yang tengah disekap oleh beberapa orang. Dosen itu lantas memaksa para staf -pelaku penyekapan, agar melepaskan korban FA. 

Dalam cerita penyekapan korban FA ini, menurut Yan pihaknya mendapatkan informasi jika terdapat keterlibatan langsung dari pejabat Fakultas Ekonomi berdasarkan pengakuan dari pelaku penyekapan.

"Kejadian ini berlangsung satu jam sebelum yudisium dan saat ditanya, ini siapa yang memerintahkan, dekan katanya," terang Yan. 

Setelah korban FA berhasil terlepas, dia langsung mendatangi Aula FE Unsri dan kemudian mengamuk sejadinya. Namanya telah dicoret, kursi yang telah ditulis namanya sebagai peserta yudisium juga telah tidak ada lagi. Peristiwa itu kemudian viral di berbagai lini massa. 

Informasi yang dihimpun, setelah mendapat tekanan dari berbagai pihak dan media, belakangan rupanya pihak Unsri mengklarifikasi bahwa FA diikutkan dalam yudisium sesi kedua yang berlangsung siang hari.

Unsri Cenderung Berupaya Lakukan Penyelesaian Internal 

Kepada awak media, Yan juga mengungkapkan bahwa ada sejumlah upaya intimidasi lain yang dilakukan oleh pihak Unsri kepada mahasiswanya sendiri yang menjadi korban pelecehan itu. 

Salah satunya dapat dilihat dalam surat pemanggilan yang telah dilayangkan oleh pihak Dekanat FE Unsri yang sempat beredar. Ada upaya mengintimidasi dan memanfaatkan kekuatan untuk semakin menekan korban agar kasus ini tidak semakin terbuka.

"Oleh sebab itulah tim ini kami bentuk atas inisiasi dari IKA Unsri, untuk melakukan pendampingan terhadap korban," kata Yan. Di sisi lain, pihaknya juga mendesak Kementerian Dikbudristek dan Dikti untuk segera bersikap. 

"Kami mendesak Menteri menonaktifkan pejabat yang menghalangi penyelidikan dan penyidikan. Sekaligus meminta kepolisian bekerja maksimal agar pelaku bisa dibawa ke persidangan," tegasnya. Yan menegaskan jika fokus pihaknya adalah penyelesaian masalah ini di ranah hukum.

Lain halnya dengan Unsri yang berupaya menyelesaikan permasalahan ini secara internal. Hal ini terlihat nyata, seperti diberitakan sebelumnya, dimana dalam surat pemanggilan terhadap korban FA yang beredar tersebut, pihak Dekanat FE Unsri bermaksud menggali keterangan dari korban untuk kepentingan penyelesaian kasus.

Dalam cuplikan isi surat yang beredar itu pula disebutkan korban tidak boleh didampingi ataupun diwakilkan oleh pihak lain. Bahkan Rektor Unsri, Prof Anis Sagaf kembali menegaskan, pemanggilan terhadap korban oleh pihak dekanat merupakan upaya untuk menyelesaikan kasus itu. 

“Jadi selaku pimpinan universitas, Dekan memiliki kewajiban untuk meminta keterangan dari korban serta mengumpulkan data-data,” ucapnya.

Ini juga bagian dari kerja tim etik Unsri yang dibentuk sejak kasus tersebut mencuat. Tidak hanya mahasiswi saja. Terduga pelaku yang merupakan oknum dosen juga sudah dipanggil namun menurut Anis tidak mengakui telah melakukan perbuatan seperti yang dilaporkan korban.

Bahkan, frasa 'menghalangi penyelidikan' juga sempat dilontarkan Wakil Rektor 1 Unsri, Prof Zainuddin kepada awak media saat pihaknya berupaya menyelesaikan masalah ini secara internal. 

“Dosen yang dipanggil tidak mengakui telah melakukan perbuatan seperti yang dilaporkan kedua korban. Penggalian keterangan korban oleh pihak kampus kerap menemui hambatan. Sepertinya ada yang berusaha menghalangi upaya kampus untuk meminta keterangan pelapor," katanya.

Suara Alumni: Pendidik yang Terkesan tidak Terdidik

Ketua IKA Fisip Unsri, Bagindo Togar. (ist/rmolsumsel.id)

Reputasi yang dimiliki sebagai satu-satunya kampus negeri di Sumsel, dan telah mencetak berbagai generasi sepertinya membuat Unsri percaya diri untuk mengatasi permasalahannya sendiri. Sayangnya upaya ini dinilai belum begitu tepat oleh alumni.

Salah satunya yang diungkapkan oleh Bagindo Togar, yang juga pernah menjabat sebagai Ketua IKA Fisip Unsri. Togar yang kini dikenal sebagai salah satu pengamat kebijakan populer di Sumsel justu menilai kebijakan Unsri tidak populis. 

Dalam kasus surat panggilan klarifikasi terhadap korban FA yang sempat beredar tersebut, Togar menilai tata bahasa yang disampaikan oleh pihak Fakultas Ekonomi intimidatif dan bukan mencontohkan surat yang disampaikan oleh pendidik. 

"Justru bahasa yang muncul dalam surat itu seperti datang dari preman atau datang dari orang yang tidak terdidik," ungkapnya. Misalnya saja, bahasa yang meminta korban datang sendiri untuk mengklarifikasi apa yang dialaminya. 

Termasuk bahasa bernada ancaman yang jelas disebutkan dalam surat itu, yakni: "Apabila saudari tidak dapat hadir dalam memenuhi ketentuan yang ditetapkan, maka akan berdampak pada tertundanya penyelesaian kasus dan berdampak pula kepada masalah-masalah lain dalam kapasitas saudari sebagai mahasiswi." Untuk itu, Togar mengatakan sudah selayaknya Unsri melakukan evaluasi.

Pendapat mengenai hal tersebut juga dilontarkan Wakil Ketua Komisi V DPRD Sumsel, Mgs. Syaiful Fadli yang juga alumni Unsri merasa prihatin atas kasus pelecehan seksual di almamaternya. 

"Sungguh sebuah ironi yang melukai dunia pendidikan di Indonesia," kata Fadli dalam unggahan akun facebook miliknya. Secara kebetulan, Fadli juga bertugas membidangi masalah pendidikan di Sumsel. 

Sehingga dia mengatakan akan mengawal kasus ini, sekaligus berupaya untuk mengembalikan nama Unsri yang sempat harum. "Sebagai alumni Unsri akan mengawal kasus tersebut hingga tuntas. Serta bertekad mengembalikan marwah kampus Unsri hingga harum kembali," tambahnya.

Anggota DPD RI Jialyka Maharani. (ist/rmolsumsel.id)

Hal yang sama juga diungkapkan oleh anggota DPD RI Jialyka Maharani. Dia mengaku akan melaporkan langsung kasus ini kepada Menteri Dikbudristek dan Dikti, Nadiem Makarim. 

Senator yang baru saja dianugerahi Rekor MURI sebagai anggota DPD dan MPR RI termuda sepanjang sejarah tersebut juga menyampaikan bahwa aduan dan laporan ke Mapolda Sumsel oleh mahasiswi yang mengalami pelecehan seksual oleh terduga oknum dosen dan staf di Unsri bukan hanya satu orang.

“Ini jelas sudah masuk kategori kejahatan yang luar biasa. Seharusnya pihak universitas yang paling pertama memberikan advokasi kepada korban untuk kasus tersebut. Jangan anggap enteng kasus ini,” tegasnya kepada wartawan, Sabtu malam (4/12).

Aktivis perempuan ini juga menegaskan bahwa negara sedang berjibaku dalam penanggulangan kasus kekerasan seksual. Hal tersebut dapat dilihat dari dikeluarkannya Permendikbudristek 30/2021 yang merupakan salah satu langkah progresif untuk mencegah dan menanggulangi kekerasan seksual di Perguruan Tinggi, sedang dibahasnya RUU TPKS di DPR, serta atensi penuh dari aparat penegak hukum terhadap kasus kekerasan seksual.

“Semoga tidak ada cerita untuk menutupi kasus demi menjaga nama baik institusi kampus, saya berharap jangan ada muatan tendensi apapun dalam penanganan kasus dengan memberikan ruang seterang terangnya untuk penyelesaian kasus tersebut,” jelas Jialyka.

Sorot Intimidasi Terhadap Korban, WCC Palembang Sampaikan Pernyataan Sikap

Dewan Pengurus WCC Palembang, Yeni Roslaini (ist/rmolsumsel.id)

Woman Crisis Centre (WCC) Palembang menyoroti dugaan intimidasi dan ancaman yang diterima oleh korban dalam kasus pelecehan seksual di Unsri ini. 

Dewan Pengurus WCC Palembang, Yeni Roslaini menilai bahwa pihak kampus telah melakukan keputusan tidak tegas sehingga menyebabkan ketimpangan komunikasi terkait penyelesaian kasus yang dikhawatirkan hanya akan jalan ditempat.

“Ironisnya saat korban mulai berani melaporkan kasusnya, pihak kampus bukannya menjamin perlindungan kepada korban malah terkesan lebih berpihak pada pelaku. Misalnya seperti melakukan pemanggilan terhadap korban untuk mengklarifikasi peristiwa yang terjadi kepada pimpinan di ruang tertutup serta tidak diperkenankan mengajak orang lain,” sesal Yeni.

Sehingga, guna meminimalisisr bertambahnya korban baru serta memberi dukungan kepada korban yang telah berani mengungkapkan perbuatan cabul oleh oknum dosen di ruang pendidikan sebagai wahana belajar, WCC Palembang dengan tegas mengeluarkan pernyataan sikap sebagai berikut: (1) WCC Palembang mengecam segala bentuk tindakan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan (perguruan tinggi) dalam upaya intimidasi terhadap korban; (2) WCC Palembang mendorong adanya mekanisme penanganan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di lingkunagn kampus meliputi mekanisme pencegahan, penanganan kasus termasuk didalamnya pendampingan hukum dan pendampingan bagi korban kekerasan serta pemulihan; (3) WCC palembang meminta pihak Rektorat UNSRI mengambil tindakan tegas kepada pelaku kekerasan seksual berupa pencopotan pelaku dari jabatannya dan menonaktifkan pelaku mengingat proses hukum sudah berjalan; (4) WCC Palembang mendukung seluruh upayan pengungkapan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus UNSRI, khususnya mendukung kepolisian untuk memproses kasus inidengan berpedoman kepada kepentingan dan hak-hak korban dan upaya pemulihan korban secara menyeluruh; (5) Mengingatkan DPR RI dan pemerintah untuk segera mengesahkan RUU terkait Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS)agar dapat memberikan perlindungan yang lebih kuat bagi warga negara, termasuk untuk bebas dari kekerasan seksual dimanapun berada; dan (6) WCC Palembang mendorong korban kekerasan seksual di lingkungan pendidikan  untuk berani bersuara dan mengungkapkan kebenaran  atas kasus kekerasan yang dialaminya.