Dukung Sanksi untuk PT SAML, GAPKI Sumsel: Mungkin Saja Ada Ketidaktahuan atau Kekeliruan 

Ketua GAPKI Sumsel, Alex Sugiarto. (net/rmolsumsel.id)
Ketua GAPKI Sumsel, Alex Sugiarto. (net/rmolsumsel.id)

Sanksi yang diberikan Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi Sumsel terhadap PT Selatan Agro Makmur Lestari (PT SAML), yang beroperasi di kawasan Rengas Abang, Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten  OKI mendapat dukungan dari Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Sumsel Alex Sugiarto. 


Namun, Alex berharap sanksi yang diberikan tersebut sesuai dengan tahapan atau tingkatan pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan. Seperti yang diungkapkannya, dalam keterangan tertulis yang diterima Kantor Berita RMOLSumsel.id pada Senin (28/6).

“Kita mendukung upaya Dinas Lingkungan Hidup dalam melakukan evaluasi terhadap tahapan atau tingkat pelanggaran, upaya-upaya pembinaan yang dilakukan, dengan mempertimbangkan juga itikad baik dari perusahaan dalam upaya perbaikan atau penyempurnaan terhadap pelanggaran yang dilakukan,” katanya. 

Sebab, jelas Alex, GAPKI Sumsel sendiri menerapkan tata kelola industri kelapa sawit yang berwawasan lingkungan dengan berpedoman kepada regulasi yaitu : (1) Perpres No. 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan; (2) Inpres No. 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN-KSB); (3) Perpres No. 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi ISPO: Percepatan & Perluasan Sertifikasi; dan (4) Permentan No. 38 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan.

Sehingga dia menyebut jika semua perusahaan perkebunan kelapa sawit yang termasuk anggota GAPKI Sumsel, termasuk PT SAML sejak awal sudah mengikuti aturan pemerintah terkait Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam setiap aktifitas atau operasionalnya. 

“Namun seiring berjalannya waktu mungkin saja ada ketidaktahuan atau kekeliruan, sehingga kami juga berharap akan terus ada sinergitas yang baik antara perusahaan dengan Dinas (Lingkungan Hidup) seperti yang selama ini berjalan,” ungkap dia. 

Dengan sinergitas yang baik itu pula, Alex berharap, pelanggaran ataupun dalam konteks ini pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh PT SAML bisa diminimalisir dengan mengedepankan upaya pencegahan lewat langkah-langkah pembinaan. 

“Sinergitas yang baik dari para pemangku kepentingan akan mewujudkan aktifitas perkebunan kelapa sawit berwawasan lingkungan dan sekaligus memperkuat perekonomian Sumsel,” kata Alex.

Anggota Komisi IV DPRD Sumatera Selatan (Sumsel) Syamsul Bahri. (dudi/rmolsumsel.id)

Sementara terpisah, Anggota Komisi IV DPRD Sumatera Selatan (Sumsel) Syamsul Bahri menyatakan, pihaknya jelas mendukung adanya sanksi tegas dari Dinas LHP Sumsel untuk PT SAML. 

“Jelas kalau pencemaran itu menyalahi undang-undang, sudah benar apa yang dilakukan oleh Pemprov Sumsel tersebut,” tegas dia.

Politisi Nasdem itu mengatakan, DPRD Sumsel dalam kasus ini bertindak dalam fungsi pengawasan. Dimana sanksi yang diberikan oleh Dinas LHP juga harus tepat sasaran dan sesuai dengan tujuan, tergantung dengan pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan pengolahan sawit yang dimaksud. 

“Kalau salah tentu harus dijalankan, tapi kalau perusahaan merasa benar dan tidak terima dengan sanksi dari eksekutif (Dinas LHP Provinsi Sumsel), silakan ke pengadilan. Karena intinya dewan bertindak dalam fungsi pengawasan,” kata dia usai Sidang Paripurna, Senin (28/6). 

Sebelumnya, Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (LHP) Provinsi sudah menyegel PT Selatan Agro Makmur Lestari (SAML) yang disinyalir melakukan sejumlah pelanggaran, termasuk pencemaran lingkungan. Kepala Dinas LHP Sumsel, Edward Candra, melalui Kabid Penegakkan Hukum (Gakkum), Yulkar Pramilus mengatakan, aktifitas perusahaan saat ini berada di bawah pengawasan pihaknya dan atas nama Undang-Undang, PT SAML juga dilarang melakukan aktifitas pembuangan limbah.

Hal ini dilakukan karena Dinas di kabupaten terkait dianggap tidak melakukan pengawasan, sehingga fungsi pengawasan akhirnya diambil alih tingkat yang lebih tinggi, dalam hal ini Dinas LHP Provinsi Sumsel, berdasarkan UU No32/2009 dan aturan turunan yang ada.

Menurut Yulkar, saat ini yang utama yang harus dilakukan oleh PT SAML adalah pembersihan, penanggulangan dan pemulihan kondisi lingkungan di areal pembuangan limbah yang kini masuk dalam kategori pencemaran berat. 

Jika diperlukan, Dinas LHP Provinsi Sumsel bahkan bisa menggandeng Kementerian LHK untuk sanksi yang lebih berat, apabila perusahaan tidak menjalankan rekomendasi tersebut.

“Prosesnya masih panjang sebetulnya, kalau kita berlakukan UU Ciptaker yang juknisnya sudah keluar maka apabila tidak dilakukan sanksi yang diterapkan saat ini, perusahaan tersebut bisa dikenakan denda, sampai dibekukan atau dicabut izin usahanya,”tegas Yulkar. 

Ilustrasi kebun sawit. (rmol.id)

Direktur Eksekutif WALHI Sumsel, Hairul Sobri, sebelumnya juga mengatakan jika pencemaran yang dilakukan oleh PT SAML merupakan kejahatan lingkungan yang luar biasa. Sehingga sanksi yang diterapkan oleh Pemprov Sumsel terhadap perusahaan tersebut seharusnya lebih berat.

Tidak sebatas revitalisasi sungai, mengingat dampak kerusakan yang terjadi akan berlangsung dalam jangka waktu yang panjang. Belum lagi jika mempertimbangkan gangguan kesehatan masyarakat yang menggantungkan hidup di sungai yang tercemar tersebut. 

“Kalau kita mengenal genosida sebagai pembunuhan besar-besaran terhadap ras, maka ini yang kami sebut sebagai ekosida, yaitu pemusnahan sumber daya alam secara terstruktur, sistematis, dan masif. Tentu hukumannya harus lebih berat, karena kita bicara kehidupan masa depan,” kata Sobri.