Direktur Teknik dan Lingkungan Sunindyo Buru-Buru Tinggalkan Kejati Sumsel, Diperiksa Soal Pidana Pertambangan? 

Direktur Teknik dan Lingkungan Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Sunindyo Suryo Hendardi saat keluar dari gedung Kejati Sumsel. (denny pratama/rmolsumsel.id)
Direktur Teknik dan Lingkungan Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Sunindyo Suryo Hendardi saat keluar dari gedung Kejati Sumsel. (denny pratama/rmolsumsel.id)

Penyidik Pidsus Kejati Sumsel memanggil Direktur Teknik dan Lingkungan Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Sunindyo Suryo Hendardi pada Jumat (23/2). 


Sunindyo datang sekitar pukul 10.00 WIB dengan mobil Land Cruiser warna hitam bernopol BG 234 DT. Dia datang mengenakan seragam berwarna biru khas Dirjen Minerba.  

Sunindyo diantar sejumlah pegawai yang juga mengenakan seragam yang sama. Seorang pegawai ikut mengantar masuk Sunindyo, sementara lainnya menunggu di dalam kendaraan. 

Dia berada di dalam gedung sekitar enam jam. Sekitar pukul 16.30 WIB, dia baru keluar gedung Kejati dengan dikawal oleh seorang petugas Kejati Sumsel. Sunindyo lantas pergi meninggalkan gedung dengan menaiki mobil double cabin warna putih. 

Seperti yang diberitakan oleh Kantor Berita RMOLSumsel sebelumnya, kecurigaan mengenai penyidikan perkara korupsi Rp1,3 triliun terkait korupsi pertambangan ini pun semakin menguat. (Baca: https://www.rmolsumsel.id/menerawang-kasus-kakap-yang-ditangani-kejati-sumsel-benarkah-pidana-pertambangan-bernilai-triliunan

Namun ketika dikonfirmasi, Kasipenkum Kejati Sumsel Vanny Yulia Eka mengaku, pihaknya belum menerima informasi dari penyidik terkait pemeriksaan tersebut. "Belum ada info, belum ada rilis terbaru yah. Nanti kalau sudah ada akan kita sampaikan, seperti biasanya,” kata Vanny singkat.

Sementara itu, Direktur Ekskutif Suara Informasi Rakyat Sriwijaya (SIRA) Rahmat Sandi mengatakan, penyidikan perkara korupsi Rp1,3 triliun tersebut bisa saja terkait dengan korupsi pertambangan. Mengingat besarnya nominal nilai kerugian negara yang sebelumnya disebut Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumsel, Yulianto. 

Dia memprediksi, kasus tersebut melibatkan banyak koorporasi berskala besar. "Kita menganalisa terkait korupsi di pertambangan, saya rasa itu masuk akal karena hal ini pastinya melibatkan koorporasi yang besar," jelasnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, sektor pertambangan batubara di Sumsel merupakan menjadi tempat yang nyaman bagi konglomerat dalam mengeruk cuan. Namun, terkadang banyak masalah yang ditimbulkan dari aktivitas pertambangan di Sumsel.

"Permasalahan tambang di Sumsel ini bukan masalah baru, mulai dari dampak lingkungan yang jelas merugikan masyarakat. Sampai kasus korupsi akuisisi PT SBS yang saat ini sedang dalam persidangan," katanya.

Masalah lain yang harus diungkap, menurut Rahmat, adanya kegagalan dalam melaksanakan program reklamasi pasca tambang. Padahal Undang-Undang (UU) Nomor 3/ 2020 dengan jelas mengatur pengelolaan sektor pertambangan mineral dan batu bara (minerba), salah satunya pengusaha wajib melakukan reklamasi pasca tambang. 

"Dengan banyaknya tambang di Sumsel, apakah ini sudah dilakukan. Meski belum diumumkan, tapi kami sangat mendukung langka Kejati Sumsel dalam mengungkap kasus korupsi ini. Buka seterang-terangnya," tandasnya.

Penyelidikan perkara mega korupsi itu turut menyita perhatian DPRD Sumsel. Askweni, Anggota Komisi IV DPRD Sumsel menilai, dalam menyelidiki suatu perkara, tim penyidik Kejati tentunya telah mengantongi data dan bahan keterangan. 

"Berarti ada temuan-temuan, silahkan mereka (Kejati Sumsel) menjalankan tugas dan fungsinya sesuai undang-undang," kata Askweni. 

Dia menuturkan, Komisi IV DPRD Sumsel juga terus mengawasi terhadap aktivitas pertambangan di Sumsel. Utamanya soal reklamasi. Askweni mengimbau kepada semua perusahaan tambang di Sumsel agar menjalankan  reklamasi tersebut 

"Soal reklamasi, kami juga ikut memberi perhatian. Hanya saja, kami tidak sedetil itu langsung mengecek semua perusahaan apakah melaksanakan reklamasi atau tidak," tandasnya.

Sebelumnya, Tim Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel terus melakukan pemeriksaan sejumlah pihak terkait perkara mega korupsi bernilai triliunan rupiah yang sempat dilontarkan Kajati, Yulianto.

Informasinya, Kamis (22/2/2024), ada pemeriksaan sejumlah pihak yang dilakukan tim penyidik lembaga Adhyaksa tersebut. Mereka diantaranya Direktur Teknik Lingkungan Minerba Kementerian ESDM berinisial SSH serta Direksi dua perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah Kabupaten Lahat. 

Mereka dimintai keterangan terkait dugaan pidana pertambangan yang secara spesifik disinyalir berkaitan dengan tanggung jawab reklamasi yang tidak dilakukan sampai saat ini, sehingga berpotensi menyebabkan kerugian besar bagi negara.  

Terkait hal ini, Kepala Kejati Sumsel melalui Kasi Penkum, Vanny Eka Sari "Nanti kita sampaikan, jika sudah ada info dari mereka (penyidik pidsus)," katanya saat dikonfirmasi. Menurut Vanny, pihaknya saat ini juga masih fokus dalam penyidikan tahap kedua korupsi perbankan yang dilakukan mantan pegawai BNI Cabang Kayuagung. 

Selain dua direksi perusahaan tambang tersebut, sebelum ini juga beredar jika penyidik unit Pidsus Kejati Sumsel telah memeriksa sejumlah pihak berwenang atas dugaan pidana pertambangan ini. Mulai dari Dinas ESDM Provinsi Sumsel, sampai Dinas LHP Sumsel. 

Bahkan beredar informasi ada sebanyak 43 perusahaan yang ikut dipanggil penyidik, tak terkecuali perusahaan swasta maupun perusahaan plat merah untuk melengkapi penyidikan perkara ini. Seperti salah satunya dalam salinan surat pemanggilan yang diterima awak redaksi, ditandatangani Aspidsus Abdullah Noer Denny selaku penyidik. 

Dalam surat tersebut, Direktur perusahaan tambang yang beroperasi di kawasan Desa Ulak Pandan, Kabupaten Lahat telah dipanggil pada 18 Januari 2024 lalu. Namun, saat dilakukan penelusuran pada situs resmi Kementerian ESDM, perusahaan ini tidak lagi muncul, yang secara sederhana dapat diartikan telah habis masa operasi produksinya.