Dinilai Abaikan Fakta Hukum dan Lingkungan Hidup, WALHI Sumsel Desak KLHK Cabut Piala Adipura ke-13 Kota Palembang

Wali Kota Palembang, Harnojoyo saat menerima Anugerah Adipura kategori kota Metropolitan dari Menteri LHK Siti Nurbaya di KLHK Selasa (28/2) lalu/ist
Wali Kota Palembang, Harnojoyo saat menerima Anugerah Adipura kategori kota Metropolitan dari Menteri LHK Siti Nurbaya di KLHK Selasa (28/2) lalu/ist

Penyerahan Piala Anugerah Adipura kategori kota Metropolitan yang diserahkan langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) kepada Walikota Palembang, H Harnojoyo di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Selasa (28/2) lalu dinilai sangat mencederai warga kota Palembang.


Pasalnya tindakan KLHK ini jelas-jelas ceroboh dan tidak sesuai dengan fakta lapangan kota Palembang saat ini. Menurut Direktur Eksekutif WALHI Sumsel, Yuliusman SH, tindakan KLHK  tidak sesuai dengan fakta lapangan kota Palembang.

Karena, ada fakta dan putusan pengadilan yang mestinya menjadi perhatian bagi KLHK yaitu, Putusan Gugatan Tindakan Faktual WALHI terhadap Walikota Palembang No. 10/G/TF/2022/PTUN PLG PTUN Palembang 20 Juli 2022. (Baca: https://www.rmolsumsel.id/walikota-palembang-kalah-di-ptun-wajib-ganti-rugi-korban-banjir-hingga-kembalikan-fungsi-rawa)

“Dalam putusan gugatan itu majelis hakim telah mengadili dalam pokok perkara mengabulkan gugatan WALHI Sumsel dan warga untuk seluruhnya,” ujar dia, Rabu (1/3/2023).

Kemudian, tindakan Wali Kota Palembang tidak bertindak melaksanakan Rencana Tata Ruang Wilayah sesuai Perda Kota Palembang No 15 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang Tahun 2012-2023.

“Berupa tidak menyediakan ruang terbuka hijau, tidak mengembalikan fungsi rawa konservasi, tidak menyediakan kolam retensi, tidak menyediakan saluran drainase yang memadai dan tidak tersedianya fasilitas tempat pembuangan sampah yang layak di tiap kelurahan. Serta kurangnya penanganan sampah, hingga terjadinya banjir di Palembang pada 25 - 26 Desember 2021 lalu," tambahnya.

Tak hanya itu, Yuliusman menjelaskan, Wali Kota Palembang juga tidak melakukan penanggulangan bencana banjir dalam situasi terdapat potensi bencana, berdasarkan UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, hingga menyebabkan terlantarnya korban banjir sampai merenggut korban jiwa pada tanggal 25 Desember 2021. (Baca: https://www.rmolsumsel.id/dosen-uin-raden-fatah-meninggal-tersengat-listrik-saat-banjir-palembang)

Berikutnya, kata Yuliusman, PTUN Palembang juga mewajibkan kepada tergugat dalam hal ini Wali Kota Palembang, untuk menyediakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) seluas 30% dari luas wilayah Kota Palembang. Serta mengembalikan fungsi Rawa Konservasi seluas 2.106,13 hektare di wilayah Kota Palembang sebagai fungsi pengendalian Banjir.

“Perlu kami sampaikan bahwa pada tanggal 23 Februari 2023 PTUN Palembang telah mengeluarkan Salinan penetapan eksekusi No.10/PEN-EKS/TF/2022/PTUN.PLG dan tergugat (Wali Kota Palembang) tidak melaksanakan putusan pengadilan,” kata dia.

Yulius melanjutkan, dengan tidak dijalankannya putusan ini menunjukan bahwa tergugat tidak menghormati putusan pengadilan dan menghindar dari tanggung jawab.

“Oleh karena itu maka kami mendesak KLHK untuk mencabut Piala Anugerah Adipura kategori kota Metropolitan ke-13 kota Palembang karena kota Palembang saat ini darurat bencana ekologis yaitu banjir,” tandas dia.