Bukan Sanksi, Kepala Inspektur Tambang Hanya Berikan Rekomendasi pada Trimata Benua

Ilustrasi: Aktivitas tambang di areal PT MPC pada malam hari. Di kawasan ini juga pernah terjadi kecelakaan tambang pada 2021 lalu.
Ilustrasi: Aktivitas tambang di areal PT MPC pada malam hari. Di kawasan ini juga pernah terjadi kecelakaan tambang pada 2021 lalu.

Fatality di areal tambang PT Trimata Benua berbuntut panjang. Komisi IV DPRD Sumsel menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk mengetahui secara pasti penyebab tewasnya dumpman yang terlindas buldozer pada 20 Februari lalu. 


Dalam rapat yang berlangsung Jumat (4/3) lalu, terungkap jika korban tewas karena diduga sedang menggunakan headset, sehingga tidak mendengar munculnya buldozer yang membuatnya meregang nyawa. 

Jajaran komisi IV DPRD Sumsel yang diketuai politisi Demokrat, MF Ridho menilai apa yang terjadi merupakan kelalaian dari perusahaan yang membiarkan pegawainya menggunakan headset di areal yang seharusnya diberlakukan pengawasan ketat. 

“Kesimpulannya, perusahaan saat operasional tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan hingga akhirnya jatuh korban meninggal dunia,” kata anggota Komisi IV DPRD Sumsel, Nopianto.

Hal ini juga dibenarkan oleh Kepala Inspektur Tambang (KAIT) Dirjen Minerba Kementerian ESDM penugasan Sumsel, Oktarina. Dalam rapat tersebut, ia mengakui jika kesalahan terjadi dari sisi perusahaan. Namun, hal yang disayangkan oleh anggota dewan tersebut, bukannya memberikan sanksi, Oktarina hanya memberikan rekomendasi atas hasil investigasi yang dilakukannya,

Terdapat 13 poin rekomendasi yang harus dilakukan oleh perusahaan. "Setelah mendapat Whatsapp dari KTT, kami langsung menginstruksikan perusahaan untuk menyetop operasional, lalu setelah investigasi kami sampaikan sejumlah rekomendasi," kata Oktarian dalam rapat tersebut.  

Ketigabelas rekomendasi yang disampaikan dan harus dijalankan oleh PT Trimata Benua itu, yakni: Pertama, perusahaan diminta melakukan sosialisasi mengenai aturan perusahaan terhadap seluruh pekerja tambang; Kedua, PT Trimata Benua dan PT GMT diminta untuk melakukan analisis kebutuhan tower lamp (lampu penerangan) untuk pekerjaan di malam hari serta memenuhi kebutuhannya; Ketiga, PT Trimata Benua diminta untuk menyusul dan menetapkan data training need analysis (TNA) seluruh pekerja di PT Trimata Benua, kontraktor dan subkontraktor yang bekerja di IUP Produksinya; 

Keempat, PT Trimata Benua diminta merencanakan dan merealisasikan program pendidikan sesuai dengan data TNA yang ditetapkan dengan memprioritaskan program pendidikan dan pelatihan tentang manajemen resiko di area kerja; Kelima, PT Trimata Benua diminta untuk melakukan analisa kebutuhan tenaga pengawas yang kompeten untuk setiap kegiatan serta menambah jumlah pengawas sesuai dengan hasil analisas yang diperoleh; 

Keenam, PT Trimata Benua, kontraktor dan subkontraktor yang bekerja di IUP PT Trimata Benua diminta untuk merevisi dan mengevaluasi kembali form pengecekan dan perawatan harian (P2H) serta form commissioningyang ada di perusahaan agar kondisi peralatan perusahaan layak beroperasi; Ketujuh, PT Trimata Benua serta seluruh kontraktor dan subkontraktor di IUP Produksi diminta untuk melengkapi kebutuhan peralatan serta mengevaluasi dokumen hasil commissioning; Kedelapan, menindaklanjuti hasil dokumen commissioning; Kesembilan, jika rekomendasi ada yang tidak ditindaklanjuti maka perusahaan diminta menghentikan sementara kegiatan tambang hingga seluruh temuan ditindaklanjuti;

Kesepuluh, melakukan inspeksi internal dan memperbaiki hasil inspeksi yang dilakukan; Kesebelas, menindaklanjuti temuan hasil audit  internal Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan (SMKP) Minerba; Keduabelas, perusahaan wajib melakukan pembinaan dan pengawasan yang dilakukan dengan menerapkan kaidah yang baik dan melakukan review SOP antara perusahaan kontraktor dan subkontraktor, Ketiga belas, perusahaan wajib membentuk emergency responsive unit.

Hanya saja, menurut Nopianto, Kepala Inspektur Tambang seharusnya bisa lebih tegas terkait kecelakaan tambang yang disebabkan oleh kelalaian ini. Apalagi sejumlah aturan memayungi tugas dan tanggung jawab Oktarina selaku perpanjangan tangan Kementerian ESDM. 

“(perusahaan) Jelas tidak memenuhi standar, dalam memanajemen operasional bertentangan dengan regulasi yang ada. Itemnya juga jelas dan banyak (terkait keselamatan kerja). Hasil ini dikeluarkan dari investigasi inspektur tambang yang kompetensinya sudah jelas. Seharusnya ada punishment (sanksi) yang diberikan, bukan sekadar rekomendasi,” ungkap Nopianto. (*/bersambung)