Begini Perhitungan Fee Proyek Infrastruktur di Muba yang Jerat Bupati Dodi Reza

Petugas KPK saat menunjukkan barang bukti uang hasil OTT Muba. (Istimewa/rmolsumsel.id)
Petugas KPK saat menunjukkan barang bukti uang hasil OTT Muba. (Istimewa/rmolsumsel.id)

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata menyayangkan untuk kesekian kalinya KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terkait pengadaan barang dan jasa. Termasuk kali ini yang menjerat Bupati Muba Dodi Reza.


Alexander menjelaskan, sejak awal dugaan korupsi pengadaan di Muba ini sudah terlihat pada penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dalam tender. Dimana, HPS dalam pengadaan sudah direncanakan untuk pembagian fee yang akan diberikan kepada para pejabat setempat. 

Berdasarkan perhitungan KPK, untuk setiap pengadaan di Kabupaten Muba, komitmen fee yang diberikan kepada para pejabat yakni sebesar 15 persen. Sedangkan, keuntungan perusahaan sebesar 15 persen, dan terakhir yakni PPN sebesar 10 persen. 

"Artinya, jika diasumsikan 100 persen maka nilai proyek infrastruktur tersebut hanya 60 persen untuk pekerjaan di Muba. Ini tentunya berdampak besar kepada kualitas infrastruktur di Muba," katanya saat memberikan keterangan pers di Gedung KPK terkait OTT Muba, Sabtu (16/10).

Karena itu, dia berharap tidak ada lagi suap-menyuap dalam pengadaan barang dan jasa, terutama untuk infrastruktur, sehingga semua dapat berjalan dengan baik dan ini tentunya untuk masyarakat. 

Dia menambahkan, dalam OTT ini pihaknya menetapkan sejumlah tersangka yakni Bupati Muba, Dodi Reza Alex Noerdin, Kepala Dinas PUPR Muba Herman Mayori, Kabid SDA Dinas PUPR yang juga PPK Edi Umari, dan Pemberi Suap Suhandi yang merupakan Direktur PT Selaras Simpati Nusantara.

Alexander menjelaskan, Barang bukti yang disita dalam OTT tersebut yakni sebesar Rp270 juta. Selain itu, pihaknya juga menemukan uang sebesar Rp1,5 miliar di dalam mobil Dodi Reza saat di bawa ke Jakarta. "Kami masih mendalami peruntukkan dan tujuan membawa uang tersebut ke Jakarta," pungkasnya.