Banyak Keluarkan Larangan, OJK Dianggap Hambat Perkembangan Cryptocurrency

Ilustrasi (istimewa/rmolsumsel.id)
Ilustrasi (istimewa/rmolsumsel.id)

Perkembangan industri keuangan dunia termasuk mata uang digital Kripto (Cryptocurrency) tak terelakkan. Terutama di kalangan generasi muda. Mereka banyak melakukan investasi terhadap sejumlah mata uang digital baik yang sudah ada maupun rintisan.


Hanya saja, perkembangan industri Cryptocurrency tersebut berjalan lamban lantaran ketatnya aturan yang diterapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Regulasi OJK jangan sampai menjadi penghambat perkembangan dan kemajuan industri keuangan dunia termasuk Cryptocurrency. Karena kita (Indonesia, red) tidak bisa mengelak dari perkembangan industri keuangan global,” kata anggota Komisi XI DPR RI fraksi Nasdem, Fauzi H Amro, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (8/3).

Politikus Partai Nasdem ini menyarankan OJK agar dalam membuat kebijakan menyesuaikan perkembangan industri keuangan global yang demikian pesat, termasuk mengakomodasi perdagangan kripto di Indonesia.

“Gimana mau berkembang industri keuangan dan perekonomian Indonesia, kalau dikit-dikit OJK kerjanya hanya melarang. Mulai dari melarang industri perbankan untuk  berinvestasi di saham atau komoditas, hingga melarang perbankan melayani dan memfasilitasi transaksi mata uang digital kripto,” paparnya.

Fauzi mengungkapkan, di UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Bank disebutkan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Dalam UU Nomor 10 Tahun 1998, Bank dibolehkan melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Tidak satupun larangan terkait kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan di bidang keuangan termasuk investasi di pasar saham dan komoditi.

"Jadi tidak ada aturan yang dilanggar perbankan ketika mereka investasi di pasar saham dan komoditi termasuk ketika memfasilitasi transaksi kripto,” tegasnya.

Menurut alumnus IPB ini, seharusnya OJK bisa membuat kebijakan yang menyesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi dan industri keuangan global, sehingga semua sistem industri keuangan bisa saling terkoneksi dan beriringan serta saling melengkapi. Bukan malah jadi penghambat dengan melarang perbankan memfasilitasi transaksi kripto.

Di sisi lain, Fauzi mengapresiasi upaya Kementerian Perdagangan melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menerbitkan Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 7 tahun 2020 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang Dapat Diperdagangkan di pasar fisik aset Kripto, yang mulai berlaku sejak tanggal 17 Desember 2020.

"Bappebti lebih responsif dan selangkah  maju dibandingkan OJK dalam merespon perkembangan aset Kripto,” ujar Kapoksi Fraksi Partai Nasdem DPR RI ini.

Ia menambahkan, mata uang kripto meski saat ini bukan sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI, namun sebagai aset kripto yang dapat diperdagangkan di pasar fisik aset kripto. Jadi sebaiknya industri perbankan dibolehkan memfasilitasi transaksi uang digital kripto, sehingga bisnis komoditi kripto di Indonesia bisa terus berkembang.