Bitcoin Pulih dari Titik Terendah, Pasar Kripto Masih Waspadai Dampak Pernyataan Powell

Bitcoin. (ist/rmolsumsel.id)
Bitcoin. (ist/rmolsumsel.id)

Harga Bitcoin kembali menunjukkan pemulihan usai sempat anjlok ke titik terendah dalam 24 jam terakhir, menyusul pernyataan bernada pesimis dari Ketua Bank Sentral AS (Federal Reserve), Jerome Powell. 


Meski demikian, pasar kripto global masih dibayangi kekhawatiran terhadap potensi dampak jangka panjang dari kebijakan ekonomi proteksionis yang disorot Powell.

Dalam pidatonya di Economic Club of Chicago, Powell mengkritik pendekatan kebijakan tarif Presiden Donald Trump yang dinilai terlalu agresif. 

Menurutnya, kenaikan tarif yang diumumkan pemerintah saat ini jauh melampaui perkiraan dan berisiko menimbulkan tekanan inflasi serta memperlambat laju pertumbuhan ekonomi.

“Kita mungkin menemukan diri kita dalam skenario yang menantang di mana tujuan mandat ganda kita saling bertentangan,” ujar Powell, seperti dikutip dari Bitcoin(dot)com, Jumat (18/4/2025). 

Mandat ganda yang dimaksud adalah menjaga stabilitas harga dan memaksimalkan lapangan kerja.

Pernyataan Powell tersebut langsung memicu reaksi pasar. Bitcoin (BTC) sempat merosot tajam sekitar 2 persen, dari 85.300 dolar AS menjadi 83.300 dolar AS hanya dalam 30 menit. 

Analis kripto dari Messari, Dylan Bane, menyebut reaksi cepat ini sebagai bentuk kepanikan jangka pendek yang umum terjadi ketika pasar bersikap risk-off.

“Bitcoin turun tajam setelah komentar Powell, namun mulai pulih saat perdagangan di luar jam pasar,” kata Bane. 

Hingga Jumat pagi, Bitcoin diperdagangkan di kisaran 84.808 dolar AS. Dalam 24 jam terakhir, BTC bergerak relatif stabil di rentang 83.314 hingga 85.428 dolar AS.

Tak hanya kripto, pasar saham AS juga mengalami tekanan. Indeks Dow Jones, S&P 500, dan Nasdaq tercatat turun antara 1,5 persen hingga 4 persen sepanjang hari perdagangan, menandakan sentimen kehati-hatian di kalangan investor.

Meski berhasil bangkit dari titik terendahnya, pelaku pasar kripto masih mencermati pernyataan Powell sebagai sinyal adanya ketidakpastian kebijakan ekonomi ke depan. 

Lingkungan global yang makin proteksionis dinilai dapat memperburuk volatilitas aset berisiko, termasuk mata uang digital seperti Bitcoin.