Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera Segera Cek Status Sungai Larangan di Areal PT DAS

Tangkapan layar video jebolnya kolam pengendap lumpur PT DAS, Lahat beberapa waktu lalu. (rmolsumsel.id)
Tangkapan layar video jebolnya kolam pengendap lumpur PT DAS, Lahat beberapa waktu lalu. (rmolsumsel.id)

Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera (BBWSS) Wilayah VIII Palembang segera menindaklanjuti laporan terkait upaya pemindahan alur Sungai Larangan yang berada di Desa Payo, Kecamatan Merapi Barat, Kabupaten Lahat. 


Dugaan diubahnya alur Sungai Larangan itu untuk kepentingan aktivitas pertambangan PT Duta Alam Sumatera (PT DAS), yang beberapa waktu lalu jadi sorotan akibat jebolnya tanggul Kolam Pengendap Lumpur (KPL). (baca: https://www.rmolsumsel.id/kolam-pengendap-lumpur-tambang-batubara-pt-duta-alam-sumatera-di-lahat-jebol).

Hal ini diungkapkan Kepala BBWSS Wilayah VIII Palembang, Maryadi melalui Kepala Subkoor Pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan, Lufiandy kepada Kantor Berita RMOLSumsel, Kamis (30/9). “Kami segera tindaklanjuti,” tegasnya. 

Banyaknya kegiatan usaha pertambangan yang mengganggu ekosistem sungai, tentu mendapat perhatian langsung dari BBWS Wilayah VIII. Pasalnya, kejadian tersebut bukan pertama kalinya terjadi di Sumsel. 

Sebelum ini, Sungai Penimur yang mengaliri wilayah di Kabupaten Muara Enim dan Kota Prabumulih, juga ditimbun oleh perusahaan tambang PT Musi Prima Coal (MPC) selaku pemegang IUP dan PT Lematang Coal Lestari (LCL) selaku pemegang IUJP. 

Lalu, sekelompok warga Kecamatan Rambang Dangku, baru-baru juga ini menggelar aksi demo di PLTU Sumsel 1 lantaran anak sungai mereka yang selama ini mengaliri kebun dan sawah ditutup perusahaan. Menurutnya, perusahaan pertambangan memiliki kewajiban untuk mengelola lingkungan dengan baik. 

Kalaupun ada sungai yang mengalir di wilayah atau areal pertambangan, tidak bisa serta merta langsung ditutup dengan berbagai alasan. Ada perlakuan atau tindakan teknis yang diperlukan agar sungai tetap bisa berfungsi dengan baik. 

“Seharusnya perusahaan tambang sebelum mengalirkan air limbah dilakukan pengolahan dulu, baru kemudian dialirkan ke sungai,” ungkapnya.

Lufiandy menuturkan, pihaknya akan menampung berbagai informasi mengenai kerusakan sungai. Nantinya, akan diturunkan tim untuk mengecek kondisi sungai yang ada. “Kami akan tampung dulu informasinya untuk ditindaklanjuti,” kata dia.

Diberitakan sebelumnya, Kolam Pengendap Lumpur (KPL) di areal tambang PT Duta Alam Sumatera (PT DAS) di Desa Payo, Kecamatan Merapi Barat Kabupaten Lahat, mengalami longsor pada Senin (20/9). Akibatnya, air tumpah ke areal tambang yang menyebabkan kepanikan para pekerja di lokasi tersebut. 

Selain adanya dugaan unsur kelalaian dalam persitiwa ini, disinyalir terjadi pelanggaran lain dalam aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT DAS dengan mengubah alur Sungai Larangan yang berada di dekat areal pertambangan tersebut. 

Dikonfirmasi saat kejadian tersebut, Kepala Teknik Tambang (KTT) PT DAS, Tri Hapsoro menolak berkomentar. Ia mengarahkan konfirmasi kepada Humas PT DAS, Jhon yang kemudian membantah upaya pemindahan alur Sungai yang berada di areal tambang PT DAS itu. 

Namun, berdasarkan penelusuran Kantor Berita RMOLSumsel, sekitar tahun 2017-2018, untuk meningkatkan kapasitas produksinya, PT DAS disinyalir pernah melakukan upaya pemindahan alur Sungai Larangan yang berada di Desa Payo, Kecamatan Merapi Barat, Kabupaten Lahan. tersebut. 

Klarifikasi atas pernyataan Jhon juga disampaikan oleh mantan Kepala Teknik Tambang (KTT) PT DAS sebelum ini, Yusuf Maulana yang justru mengungkapkan hal yang bertolak belakang dari bantahan Humas PT DAS itu. 

“Tapi waktu saya KTT dulu, areal penggalian belum sampai sungai tersebut. Soal perluasan areal galian (mencapai sungai) bisa saja, tapi itu (pemindahan alur sungai) saya tidak tahu. Waktu saya dulu, aliran masih original," jelas pria yang bekerja sebagai KTT PT DAS pada tahun 2015-2016 itu.