Aturan Ganja Itu Sejak Zaman SBY, Kok Ributnya Sekarang..

Kementerian Pertanian (Kementan) memastikan ganja telah dimasukkan dalam kelompok tanaman obat sejak 2006, melalui Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 511 Tahun 2006, saat era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).


Mencermati kegaduhan berbagai pihak saat ini, Kementan merasa heran. Mengapa baru sekarang aturan tentang ganja itu diperbincangkan, justru setelah beberapa periode menteri pertanian berganti.

Kepmentan tersebut mengalami penyempurnaan menjadi Kepmentan 104 Tahun 2020 tentang Komoditas Binaan Kementan yang diteken Menteri Syahrul Yasin Limpo pada 3 Februari 2020.

Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan Kuntoro Boga Andri menyampaikan, Kepmentan 104/2020 memang tetap memasukkan komoditas yang sebelummnya sudah ada di dalam Kepmentan 511 Tahun 2006, ditambah beberapa emerging commodity atau komoditas potensial baru, khususnya yang memiliki peluang ekonomi.

"Jadi itu sudah sejak 2006, kok baru ribut sekarang? Kenapa keluar Kepmentan 104/2020 terkait komoditas binaan?

Karena Kementan mengakomodasi komoditas emerging ekspor baru seperti porang dan sarang walet sebagai komoditas binaan," jelas Kuntoro dalam keterangan yang diterima, Minggu (30/8/2020).

Sementara itu Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Direktorat Jenderal Hortikultura Tommy Nugraha menyampaikan, setelah Kepmentan 511/2006 terbit, pihaknya melakukan pembinaan dengan mengalihkan petani ganja untuk bertanam jenis tanaman produktif lainnya, dan memusnahkan tanaman ganja yang ada saat itu.

"Ganja termasuk kelompok komoditas tanaman obat, ditanam hanya untuk keperluan medis dan secara legal oleh UU Narkotika, itu yang kita jadikan acuan," ungkap Tommy.

Dia menambahkan, Menteri Syahrul Yasin Limpo konsisten dan berkomitmen mendukung pemberantasan penyalahgunaan narkoba, dan akan merevisi Kepmentan tersebut setelah berkoordinasi dng stakeholder terkait (BNN, Kemenkes, LIPI).

Komitmen Mentan SYL juga dalam hal ini di antaranya memastikan pegawai Kementan bebas narkoba, serta secara aktif melakukan edukasi pengalihan pertanian tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan bersama BNN, pada daerah-daerah yang berpotensi menjadi wilayah penanaman ganja secara ilegal.

Seperti diketahui sebelumnya, Mentan SYL bersama Deputi Pemberdayaan Masyarakat Badan Narkotika Nasional (BNN) Dunan Ismail Isja terlibat aktif dalam program Grand Design Alternative Development (GDAD). Kerja sama antara Kementan dengan BNN dalam rangka mengurangi kultivasi ganja dan menurunkan angka prevalensi penyalahgunaan narkoba dengan menanam jagung hibrida seluas 11.017 hektare di Desa Bate Raya, Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen.

"Kementan ingin terus berkontribusi untuk bisa bersama-sama melakukan perubahan dengan mengubah pola pikir masyarakat, dan memberdayakannya dengan menanam sesuatu yang bermanfaat dan menguntungkan," ungkapnya.

Pada prinsipnya Kementerian memberikan izin usaha budidaya pada tanaman sebagaimana dimaksud pada Kepmentan 104/2020, namun dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam Peraturan Perundang-undangan.

Penyalahgunaan tanaman, menurut Tommy, menjadi bagian tersendiri dan tentunya ada pengaturannya tersendiri.

"Undang-Undang Hortikultura di Pasal 67 menyebutkan budi daya jenis tanaman hortikultura yang merugikan kesehatan masyarakat dapat dilakukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau ilmu pengetahuan, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang," tegas Tommy.

Terkait dengan polemik publik tanaman ganja sebagai komoditas tanaman obat pada Kepmentan 104/2020, Kementan sangat terbuka.

Aturan itu dikaji kembali bahkan untuk dilakukan revisi. Walaupun sebagai informasi, sampai saat ini belum dijumpai satu pun petani ganja yang menjadi petani legal, dan menjadi binaan Kementan.[ida]