Kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menaikkan tarif impor menjadi 32 persen untuk Indonesia, memberikan dampak yang luas pada perekonomian Indonesia.
- Antrian Solar Mengular, Belum Ada Solusi Untuk Dunia Usaha dan Warga?
- Begini Sikap Kadin Sumsel Setelah Arsyad Rasjid Ditunjuk Jadi Ketua TPN Ganjar Pranowo
- Sumsel Butuh Kepala Daerah yang Pro terhadap Dunia Usaha
Baca Juga
Meskipun kebijakan ini dihadapkan pada tantangan besar, ada pula sejumlah peluang yang bisa dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memperkuat ekonomi domestik.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sumatera Selatan, Affandi Udji, menilai bahwa kebijakan tarif ini akan mempengaruhi berbagai sektor, mulai dari harga barang impor hingga stabilitas ekonomi Indonesia. Menurutnya, ada sejumlah dampak negatif yang perlu diwaspadai.
Dia mengungkapkan bahwa salah satu dampak langsung dari kebijakan tarif impor AS adalah kenaikan harga barang-barang impor, seperti elektronik dan otomotif. Barang-barang yang sebelumnya lebih terjangkau akan menjadi lebih mahal, yang berdampak pada konsumen Indonesia.
"Kenaikan tarif impor akan membuat barang-barang dari AS lebih mahal, yang pada akhirnya akan menaikkan harga barang impor di pasar domestik," ujar Affandi Udji dalam pesan tertulis yang diterima redaksi, Sabtu (5/4).
Selain itu, kenaikan tarif impor diperkirakan akan mendorong permintaan devisa, terutama dolar AS. Affandi menyebutkan bahwa kebijakan ini dapat memperburuk stabilitas cadangan devisa Indonesia. Selain itu, peningkatan permintaan dolar AS untuk transaksi internasional berpotensi menyebabkan depresiasi nilai rupiah, yang pada gilirannya dapat meningkatkan biaya hidup masyarakat Indonesia dan menambah tekanan inflasi.
"Hal ini berisiko melemahkan nilai rupiah dan menyebabkan inflasi dalam negeri karena harga barang impor menjadi lebih mahal," jelasnya.
Affandi juga mengingatkan bahwa gangguan dalam kegiatan impor bisa mempengaruhi sektor-sektor yang bergantung pada barang impor, seperti manufaktur dan industri lainnya. Ketika pasokan bahan baku dari luar negeri terhambat, perusahaan yang mengandalkan impor untuk memproduksi barang mereka bisa menghadapi kesulitan dan terpaksa mengurangi jumlah tenaga kerja. Hal ini bisa menyebabkan peningkatan pengangguran.
"Bukan tidak mungkin dampak negatif lainnya akan menimbulkan gelombang PHK yang berimbas meningkatnya pengangguran," katanya.
Di balik dampak negatif tersebut, Affandi melihat bahwa kebijakan tarif resiprokal ini bisa menjadi peluang untuk mendorong industri dalam negeri. "Dengan barang impor yang semakin mahal, konsumen dan pelaku bisnis di Indonesia akan lebih memilih produk lokal. Ini bisa memperbesar pangsa pasar bagi produk Indonesia. Bahkan jika disikapi dengan bijak hal ini membuka peluang besar bagi industri domestik untuk berkembang," jelasnya.
Salah satu dampak positif kebijakan ini adalah tekanan bagi industri dalam negeri untuk meningkatkan daya saing. Produk lokal harus mampu bersaing dengan barang-barang impor yang lebih mahal, yang akan mendorong inovasi dan perbaikan kualitas.
"Kebijakan ini menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk meningkatkan efisiensi dan standar kualitas, yang pada akhirnya bisa memperkuat daya saing produk Indonesia di pasar global," tambah Affandi.
Affandi mengungkapkan bahwa kebijakan tarif ini juga bisa mempercepat proses hilirisasi dan industrialisasi di Indonesia. Dengan meningkatnya biaya barang impor, Indonesia berpotensi untuk mengolah lebih banyak bahan mentah menjadi barang bernilai tambah.
"Kebijakan ini bisa mendorong kita untuk lebih fokus pada pengolahan sumber daya alam menjadi produk yang siap pakai dan lebih bernilai," kata Affandi.
Selain itu, kebijakan tarif impor AS ini juga bisa mendorong pelaku industri Indonesia untuk mencari pasar ekspor baru. Pelaku bisnis yang sebelumnya mengandalkan ekspor ke AS bisa melihat peluang di pasar negara lain yang mungkin lebih terbuka. Kebijakan tarif resiprokal dari AS memang membawa tantangan tersendiri bagi Indonesia, tetapi juga membuka kesempatan untuk memperkuat ekonomi domestik.
"Meskipun ada dampak negatif seperti kenaikan harga barang impor dan potensi gangguan sektor industri, Indonesia bisa memanfaatkan momen ini untuk mempercepat industrialisasi, meningkatkan daya saing produk dalam negeri, dan memperluas pasar ekspor," pungkasnya.
- Trump dan Biden Hadiri Pemakaman Paus Fransiskus, Sejarah 2005 Terulang?
- Tarif Impor Trump untuk China Terus Bertambah Jadi 145 Persen
- Trump Mendadak Tunda Penerapan Tarif 90 Hari, China Justru Diganjar 125 Persen