Aroma Politis Dilarangnya Angkutan Batubara Melintas di Jalan Umum, Hanya Untungkan Perusahaan Tertentu?

Angkutan batubara yang melintas di salah satu ruas jalan di Kabupaten PALI. (ist/rmolsumsel.id)
Angkutan batubara yang melintas di salah satu ruas jalan di Kabupaten PALI. (ist/rmolsumsel.id)

Penggunaan jalan umum untuk angkutan batu bara baru-baru ini mendapat protes dari kalangan masyarakat. Protes tersebut digelar oleh puluhan massa yang tergabung dalam Forum Aktivis PALI di depan Kantor Gubernur Sumsel, Rabu (8/2) lalu.


Mereka menuntut Gubernur Sumsel, Herman Deru untuk menepati janjinya melarang angkutan batu bara melintas di jalan umum. Selain itu,  mereka juga mendesak agar perusahaan tambang maupun transportir yang melintas di jalan tersebut bertanggung jawab terhadap kerusakan jalan.

“Kami menagih komitmen Gubernur Sumsel yang melarang angkutan batu bara melintas di jalan umum. Kalau memang mau dilarang, ya jangan setengah-setengah. Larang seluruhnya,” kata Ketua Forum Aktivis PALI, Wisnu Dwi Saputra saat menyampaikan orasinya.

Wisnu menduga, ada konspirasi terhadap pemberian izin melintas di jalan umum di Kabupaten PALI, tepatnya mulai dari Simpang Raja-Simpang Rasau. Sebab, jalan tersebut sebelumnya berstatus jalan Kabupaten. Sementara saat ini, statusnya berubah menjadi jalan provinsi.

“Kuat dugaan ada konspirasi yang terjadi untuk memuluskan aktivitas pertambangan batu bara,” katanya.

Konspirasi itu diduga terkait persaingan bisnis batu bara yang saat ini semakin ketat ditengah melonjaknya harga batu bara dunia. Hampir seluruh pemilik IUP yang ada di Sumsel mulai mengaktifkan kembali kegiatan bisnisnya. Dari yang tadinya hanya tidak aktif menjadi aktif. Sementara yang tadinya sudah aktif meningkatkan lagi produksinya. Sehingga, kebutuhan akan jalur angkut batubara agar bisa keluar dari dalam tambang sangat diperlukan. 

Pada satu sisi, kondisi tersebut membuat masyarakat yang berada di jalur perlintasan semakin sengsara. Karena harus merasakan dampak berupa debu yang timbul dari aktivitas pengangkutan serta terancam jiwanya lantaran harus berlawanan dengan truk pengangkut.

“Jika dilarang harus konsisten. Dilarang tanpa embel-embel apapun. Baik itu pengusaha yang dekat dengan penguasa maupun yang tidak. Sebab aturannya kan sudah jelas. Angkutan batu bara harus melalui jalan khusus,” ucapnya.

Larangan Melintas di Jalan Umum Hanya Untungkan Perusahaan Tertentu

Persoalan angkutan batu bara yang melintasi jalan umum sebenarnya sudah menjadi masalah lama dalam bisnis tambang batu bara yang ada di Sumsel. Perusahaan tambang yang berada di wilayah perbukitan seperti Kabupaten Lahat, Muara Enim dan Pali sebagian besar mengandalkan satu-satunya jalan khusus batu bara yang sudah eksis yakni jalan Servo.

Jalan ini dikelola PT Servo Lintas Raya (SLR), anak perusahaan Titan Group. Jalan tersebut membentang sepanjang lebih kurang 113 kilometer. Mulai dari Kabupaten Muara Enim dan berujung ke dermaga Servo yang dikelola PT Swarnadwipa Dermaga Jaya (SDJ). Dermaga ini berada di Muara Lematang, Kabupaten PALI.

Nah, di Kabupaten PALI sendiri, jalan servo nantinya tidak menjadi satu-satunya jalan khusus angkutan batu bara. Jalan lainnya yang saat ini masih dalam proses pembangunan yakni jalan milik PT Energate Prima Indonesia (EPI) dan PT Global Integrah Energy (GIE). Jalan ini akan membentang sepanjang 13 kilometer yang melintasi tiga desa di Kecamatan Talang Ubi. Dari Desa Karta Dewa, Sinar Dewa dan Panta Dewa. Jalan tersebut akan terhubung ke pelabuhan yang ada di Desa Prambatan, Kecamatan Abab, PALI.

Pada sisi lain, utamanya dari segi bisnis, jalan ini menjadi  pesaing jalan servo sebagai angkutan khusus batu bara yang ada di Kabupaten PALI. Termasuk juga pelabuhan yang ada di Desa Prambatan. Hanya saja, akses menuju jalan tersebut sebagian masih menggunakan jalan umum. Sehingga, apabila akses jalan umum dihentikan maka secara otomatis akan menghentikan pengangkutan batu bara ke jalan dan Pelabuhan EPI. Pada akhirnya, Jalan Servo akan menjadi satu-satunya jalan khusus yang bisa beroperasi.

Kondisi itu turut disoroti aktivis Kawal Lingkungan Hidup Indonesia (KAWALI) Sumsel. Ketua KAWALI Sumsel, Chandra Anugrah menilai, penggunaan jalan umum untuk angkutan batu bara sebenarnya cukup merugikan masyarakat. Namun, di sisi lain, pelarangan angkutan di jalan umum juga hanya menguntungkan segelintir perusahaan.

“Jalan servo juga sebenarnya sebagian titik masih ada  yang menggunakan jalan umum. Ada titik perlintasan jalan yang tidak dibangunkan Fly Over sehingga perlintasan itu mengganggu lalu lintas kendaraan warga,” kata Chandra.

Larangan melintasi jalan umum seharusnya bisa diberlakukan untuk seluruh perusahaan dan wilayah yang ada di Sumsel. Tidak terbatas yang ada di wilayah Kabupaten PALI saja. Termasuk jalan umum di Kabupaten Muara Enim yang saat ini masih digunakan angkutan batu bara. Kemudian, lanjut Chandra, ada juga perusahaan batu bara  yang nyata-nyata telah menyerobot aset jalan maupun tanah milik pemerintah. Perusahan-perusahaan itu juga seharusnya bisa ditertibkan.

“Jangan sampai, larangan itu nantinya hanya menguntungkan satu dua pihak. Kalau mau dilarang, larang seluruhnya. Termasuk juga jalan yang ada di Muara Enim maupun wilayah Sumsel lainnya,” ucapnya.

Menurut Chandra, pemberian izin maupun pelarangan angkutan batu bara yang melintasi jalan umum harus diawasi secara ketat lantaran rentan terjadinya transaksional. “Jadi yang dekat dengan penguasa bisa saja diberikan izin. Tapi yang tidak dekat malah ada larangan dengan mengatasnamakan masyarakat,” tandasnya.