Angka Stunting Sumsel Capai 24,8 Persen, Terbanyak di OKI

Kepala Perwakilan BKKBN Sumsel Mediharyanto. (Mita Rosnita/rmolsumsel.id)
Kepala Perwakilan BKKBN Sumsel Mediharyanto. (Mita Rosnita/rmolsumsel.id)

Angka stunting di Sumatera Selatan yang berada di angka 24,8 persen masih jauh dari target nasional yakni 14 persen.


Kepala Perwakilan BKKBN Sumsel, Mediharyanto menyebutkan, wilayah penyumbang terbanyak kasus stunting di Sumsel adalah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Tercatat stunting di Kabupaten OKI pada tahun 2020 di angka 8,44 persen.

“Menurunkan angka stunting ini tidaklah mudah. Percepatan penurunan stunting fokusnya bukan pada penanganan anak yang terkena stunting tapi lebih prioritas pada pencegahan,” ujar Medi usai Rakerda Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting Tahun 2022 di Hotel Harper Palembang, Kamis (10/3).  

Medi menjelaskan upaya yang harus dilakukan dengan segera untuk menekan laju stunting adalah dengan mengedukasi kelompok masyarakat dari usia remaja hingga ibu hamil serta memberi pendampingan bagi bayi yang mengalami stunting.

“Pencegahan dimulai dari remaja, mereka harus diberi pembekalan cegah stunting, kemudian pendampingan pada calon pengantin (catin). Jadi tiga bulan sebelum mereka menikah harusnya membuat laporan dan registrasi kepada tim pendamping keluarga di setiap desa dan kelurahan,” katanya.

Laporan sebelum menikah penting dilakukan sebagai skrining awal untuk memastikan pengantin tersebut masuk risiko stunting atau tidak. Lalu, pada pernikahan dengan usia muda di bawah 19 tahun juga sangat perlu diberi pembekalan terkait stunting dan pencegahannya. Selanjutnya pemahaman juga diberikan bagi ibu hamil yang berisiko stunting, terkhusus bagi ibu hamil yang mengalami anemia.

Medi menyampaikan, program Sumsel Mandiri Pangan yang dicanangkan Gubernur Sumsel Herman Deru dapat mendongkrak percepatan penurunan stunting di Sumsel.

“Bila masyarakat dapat memenuhi kebutuhan gizi secara mandiri, tentu stunting akan turun. Karena laju stunting juga dipengaruhi dari minimnya konsumsi gizi, dan lebih dominan dialami keluarga dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah,” pungkasnya.

Gubernur Sumsel, Herman Deru mengatakan, dengan kondisi yang ada di Sumsel saat ini, Pemerintah dan masyarakat harus bekerja keras menurunkan angka prevalensi stunting yang berada sekitar 10 persen dari target nasional.

“Mengatasi stunting itu bukan pada saat telah terjadi, tapi harus dideteksi sedini mungkin. Di sini (Sumsel) rata-rata pasangan calon pengantin, wanitanya mengidap anemia. Inilah yang menjadi cikal bakal stunting,” tutur Deru.

Deru menyampaikan, stunting tidak hanya mengancam masyarakat dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah, tapi juga dapat dirasakan oleh warga ekonomi ke atas.

Untuk terus menggenjot penurunan angka stunting di Sumsel, Deru menekankan perlunya kesadaran bagi seluruh masyarakat dibantu oleh pemerintah dalam mendeteksi diri sedini mungkin. Dengan harapan kelompok usia produktif tetap bisa memberi kontribusi untuk menjadikan Sumsel lebih sehat.

“Inilah tugas IPKB kita harapkan di lapangan untuk masuk di ruang-ruang itu. Insyaallah bonus demografi yang kita harapkan akan menjadi bonus keberkahan,” tukas Deru.