Prinsip diferensiasi fungsi aparat penegak hukum harus tetap ada untuk menghindari tumpang tindih kewenangan.
- Deklarasi Koalisi Perubahan Cuma Seremonial, Nasdem, Demokrat dan PKS Tak Serius?
- Selain Jalur Mudik, Polri Amankan 126 Objek Vital Lebaran 2025
- Pilkada Serentak 2024, Plt Kepala Daerah akan Jadi Terlama di Dunia
Baca Juga
Wakil Menteri Hukum, Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, dalam sistem peradilan pidana yang terintegrasi, setiap aparat penegak hukum memiliki peran dan kewenangan masing-masing.
Polisi bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan, jaksa berwenang menuntut, hakim mengadili, sementara advokat dan lembaga pemasyarakatan menjalankan fungsi spesifik dalam penegakan hukum.
"Bukan berarti jaksa harus mengambil kewenangan penyidikan yang dimiliki oleh Polri, tetapi dia melakukan koordinasi. Koordinasi itu bukan koordinasi vertikal, tetapi horizontal," kata pria yang akrab disapa Eddy Hiariej dikutip dalam podcast bersama Akbar Faizal, Minggu, 2 Maret 2025.
Dalam konteks pengawasan penyidikan, kejaksaan memiliki mekanisme seperti penerbitan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), P-16, dan P-19. Instrumen hukum ini menjadi alat kontrol jaksa terhadap proses penyidikan agar tetap sesuai prosedur hukum yang berlaku.
Namun, jika kewenangan pengawasan diperluas tanpa batasan jelas melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) 11/2021 tentang Kejaksaan dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dikhawatirkan akan terjadi potensi penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power.
"Saya kira KUHAP harus merujuk pada apa yang kita kenal dengan due process of law. Suatu nilai-nilai dalam sistem peradilan pidana yang dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa beradab di dunia," tandasnya.
- Nama-nama Caleg yang Lolos DPRD Pagar Alam Beredar di Media Sosial, Ini Komentar KPUD
- Lolos saat Dijemput Paksa, Dugaan Orang Kuat di Belakang Mardani Maming Harus Diusut KPK
- Anies Apresiasi Peran Mahasiswa dalam Pembatalan PT 20 Persen