WALHI Aceh Desak Pembentukan Pengadilan Khusus untuk Kejahatan Lingkungan

Ilustrasi pengadilan. (ist/rmolsumsel.id)
Ilustrasi pengadilan. (ist/rmolsumsel.id)

Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Aceh menyerukan pembentukan pengadilan khusus untuk menangani kejahatan lingkungan, termasuk perdagangan satwa liar. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap putusan pengadilan umum yang dianggap terlalu ringan dalam menangani kasus-kasus kejahatan terkait lingkungan.


"Ini untuk merespons banyaknya putusan pengadilan yang kita nilai cukup ringan dari kasus kejahatan lingkungan," ujar Direktur Eksekutif WALHI Aceh, Ahmad Shalihin saat konferensi pers di Banda Aceh, Rabu (24/1/2024).

Menurut Shalihin, kehadiran pengadilan khusus untuk kejahatan lingkungan hidup akan menjadi solusi lebih efektif daripada terus mengandalkan pengadilan umum. Ia menekankan, banyak keputusan pengadilan umum memberikan hukuman yang terlalu ringan, bahkan tidak memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan.

"Pelaku yang ditangkap juga bukan aktor utama, belum sampai kepada si pemodal dan pembeli satwa liar," tambah Shalihin.

Shalihin menyatakan, selain merevisi undang-undang, peraturan, atau kebijakan terkait perdagangan liar, diperlukan pendirian badan khusus yang akan menetapkan hukuman seberat-beratnya. Ia meyakini langkah ini akan menciptakan efek jera yang kuat bagi pelaku kejahatan lingkungan.

"Itu menimbulkan jera bagi pelaku yang melakukan perdagangan satwa liar maupun kejahatan lingkungan lainnya," kata Shalihin.

Menyoroti keterlibatan oknum pejabat, termasuk Aparatur Sipil Negara (ASN), dalam kejahatan satwa liar, Shalihin berpendapat hukuman yang diberikan harus lebih berat. Ia menegaskan, pejabat yang terlibat, sebagai bagian dari abdi negara yang menikmati fasilitas negara, seharusnya dihukum dengan lebih tegas.

"Sudah terdidik terhadap aturan, tapi melakukan pelanggaran, tentu hukumnya dibedakan. Selain dipecat," ungkapnya.