Kejahatan di bidang Sumber Daya Alam (SDA) atau lingkungan menjadi perhatian serius bagi Polri. Hal ini disampaikan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada rilis akhir tahun 2023, Rabu (27/12/2023) lalu.
- APH Mulai Endus Kejahatan Lingkungan Golden Oilindo Nusantara (GON)
- WALHI Aceh Desak Pembentukan Pengadilan Khusus untuk Kejahatan Lingkungan
- Gerindra Beberkan Data Keberhasilan Food Estate Setelah Dituding Gagal oleh PDI Perjuangan
Baca Juga
Dalam catatan Polri, terdapat tren peningkatan perkara ini sepanjang tahun 2023, berbanding terbaik dengan minimnya angka penyelesaian perkara. Yakni dari 773 perkara (CC) hanya mampu diselesaikan sebanyak 336 perkara (CT) atau 43,46 persen dari total CT. Jumlah ini bahkan meningkat dibanding tahun sebelumnya, dengan 659 perkara (CT) yang hanya mampu dituntaskan sebanyak 339 perkara.
Dari data tersebut, sektor illegal mining atau pertambangan ilegal masih mendominasi dalam kejahatan sumber daya alam di tiga tahun terakhir. Tak terkecuali di Sumsel. Menyikapi lemahnya penyelesaian perkara SDA atau lingkungan ini, Pengamat Hukum Sumsel, Sri Sulastri mengatakan butuh tindakan yang tegas dari semua stakeholder untuk menangani masalah hukum terhadap perusahaan yang melakukan pelanggaran kejahatan sumber daya alam.
"Sebenarnya sangat mudah melakukan penegakan hukum untuk masalah lingkungan. Hanya saja hal itu akan sangat sulit jika menyangkut koorporasi yang besar, butuh kolaborasi yang kuat untuk menanganinya," katanya. Dia menilai pada dasarnya kejahatan sumber daya alam atau yang menyangkut kejahatan lingkungan tidak sulit ditindak jika ada political wil yang kuat.
"Kejahatan lingkungan itu kebanyakan delik formil, jadi apabila ketemu tindak pidananya selesai langsung ditindak. Kenapa ini menjadi sulit karena menyangkut koorporasi tadi, yang jelas banyak kaitannya. Makanya butuh political will dalam penidakan masalah ini," ungkapnya.

Sumsel Menyimpan Potensi Korporasi Kebal Hukum
Di sisi lain, aktivis lingkungan menilai lemahnya penyelesaian perkara ini tidak terlepas dari minimnya pengetahuan stakeholder, maupun pihak berwenang untuk mengeksekusi kasus-kasus kejahatan lingkungan. Padahal, hal ini termasuk dalam extraordinary crime yang juga menuntut keseriusan. Dilaporkan atau tidak, menurutnya pihak berwenang perlu menindaklanjuti laporan dari masyarakat ataupun temuan yang ada.
Seperti disampaikan oleh Ketua Kawali Sumsel Chandra Anugerah yang menyebut bahwa kejahatan lingkungan ini didominasi oleh korporasi yang dalam tanda kutip juga punya kekuatan ataupun kemampuan untuk patut diduga bekerjasama dengan pihak berwenang.
Hal ini diperparah dengan mindset masyarakat yang sampai saat ini terkesan abai dengan adanya pencemaran lingkungan, pelanggaran regulasi ataupun kejahatan yang dilakukan oleh korporasi di sekitarnya.
"Jadi harus dirubah mindset masyarakat, karena yang bisa melakukan kejahatan sumber daya alam atau lingkungan itu adalah koorporasi atau perusahaan. Kalaupun ada tambang ilegal yang dilakukan masyarakat hanya sebagian kecil," jelasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, kejahatan sumber daya alam ini hampir terjadi di setiap daerah di Indonesia. Termasuk di Sumsel yang dikenal memiliki cadangan mineral batubara yang melimpah.Kebanyakan pelakunya merupakan perusahaan nakal yang selalu mengabaikan aturan lingkungan dalam aktivitas perkebunan dan pertambangan.
"Dari data yang kami dapat, yang mendominasi di Sumsel itu di sektor pertambangan meskipun ada juga di sektor minyak dan kehutanan, dan mayoritas itu dilakukan perusahaan," tegasnya. Bahkan, menurut Kawali kejahatan sumber daya alam di sektor pertambangan telah berdampak kerugian yang sangat besar akibat rusaknya kondisi bentang alam.
Dia mencotohkan, banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Lahat dan Muara Enim pada awal tahun 2023 lalu yang menyebabkan kerugian materil dan juga menimbulkan korban jiwa. "Itu salah satu adanya indikasi dari kejahatan sumber daya alam. Coba dicek berapa banyak perusahan tambang yang berada di dua kabupaten tersebut. Tentunya dampak dari aktivitas koorporasi kebal hukum ini menyebabkan rusaknya wilayah hulu dan terjadilah banjir bandang," jelasnya.
Kendati demikian, pihaknya sangat menyayangkan masih banyak kejahatan sumber daya alam yang hingga kini belum ditangani maksimal. Bahkan dia menyebut dalam beberapa kasus yang melibatkan koorperasi masih menggantung atau tidak tuntas. "Kalau di Sumsel masih banyak yang tidak tertangan dengan baik, sehingga kejahatan itu bakal terulang lagi di kemudian hari. Karena tidak ada efek jeranya," tegasnya.

Sederet Perusahaan Tambang di Sumsel yang Diduga Melakukan Kejahatan Lingkungan
PT Budi Gema Gempita yang memproduksi komoditas batubara berada di Desa Muara Lawai Tanjung Jaburabumenang dan Gedung Agung Kecamatan Merapi Timur, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan. Berdasarkan penelusuran perusahan tersebut memiliki luas wilayah 1.524 hektar dengan nomor SK 503/194/KEP/PERTAMBEN/2010 yang akan berakhir pada 29 April 2026 mendatang. Perusahaan ini diduga melakukan pelanggaran lingkungan setelah terjadi kebakaran stokpile pada pertengahan Agustus 2023 lalu.
PT Mustika Indah Permai yang memproduksi komoditas batubara berada Kecamatan Lahat, Merapi Barat dan Merapi Timur Kabupaten Lahat. Memiliki luas wilayah 2.000 hektar dengan nomor SK 503/188/KEP/PERTAMBEN/2010 yang akan berakhir pada 29 April 2030. Berdasarkan penelusuran, berbagai catatan pelanggaran ditemukan oleh Pansus Batubara DPRD Lahat saat melakukan sidak ke sejumlah tambang termasuk PT Mustika Indah Permai.
Hal itu terkait penggunaan BBM subsidi dan Pelanggaran Lingkungan. Faka lainnya tidak adanya Kolam Pengendapan Lumpur (KPL) pada areal disposal di lokasi tambang. Sehingga membuat aliran hujan langsung masuk ke sungai yang mengalir di sekitar areal tambang. Selain itu, debu yang dihasilkan dalam aktivitas pengangkutan batubara dari tambang menuju stockpile juga kerap dikeluhkan warga.
PT Banjarsari Pribumi yang memproduksi komoditas batubara berada di desa Banjarsari Kecamatan Merapi Timur Kabupaten Lahat. Tambang ini memiliki luas wilayah 519,84 hektar dengan nomor SK 503/116/KEP/PERTAMBEN/2010 yang akan berakhir 10 Maret 2030. Berdasarkan penelusuran perusahaan tambang ini juga memiliki masalah terkait aktivitas penambangan di luar Izin Usaha Pertambangan (IUP). Bahkan hal itu juga sudah dilaporkan aktivis lingkungan dari Lentera Hijau Sriwijaya ke Kantor Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Bahkan pada bulan September 2023 lalu, sempat terjadi Fatality di IUP Banjarsari Pribumi yang menewaskan pekerja. Pekerja yang dimaksud yakni Robbi Chandra (23), warga desa setempat. Robbi yang bekerja sebagai helper mekanik di PT LDP, perusahaan subkontraktor PT Banjarsari Pribumi, tewas terlindas dump truk di areal workshop yang berada di kawasan IUP.
Putra Muba Coal yang memproduksi komoditas batubara berada di Kecamatan Sungai Lilin dan Tungkal Ilir Kabupaten Musi Banyuasin. Tambang batubara ini memiliki luas 2,947 hektar dengan nomor SK 016/DPMPTSP.V/I/2018 yang akan berakhir pada 31 Maret 2028. Berdasarkan penelusuran Putra Muba Coal juga sempat dituding diduga telah melakukan perbuatan melawan Hukum merusak lingkungan hidup, dengan menggusur dan menimbun lahan tanah milik Kelompok tani yang di jadikan jalan kendaraan milik perusahaan.
Bahkan pihak kelompok tani sudah melaporkan kasus tersebut ke Polres Muba pada 1 Desember 2023 lalu. Selain itu, perusahaan tersebut juga pernah mengalami fatality di areal pelabuhan batubara PT Putra Muba Coal (PMC) yang berlokasi di Sungai Tungkal, Kabupaten Musi Banyuasin pada 24 Mei 2023 lalu. Satu awak kapal, Al Fauzan dilaporkan tewas tenggelam akibat jatuh dari sebuah kapal melintas di areal pelabuhan tersebut terlibat dalam sebuah tabrakan. Korban Al Fauzan (20) yang berada di atas kapal kemudian terjatuh. Namun pada saat kejadian korban tidak mengenakan jaket penyelamat.
PT Bara Alam Utama yang memproduksi komoditas batubara berada di Desa Lebak Budi, Negeri Agung, Ulak Pandang, Tanjung Baru dan Merapi Kecamatan Merapi Barat Kabupaten Lahat. Tambang batubara ini memiliki luas 799.60 hektar dengan nomor SK 3689.K/30/MEM/2015 yang akan berakhir pada 26 Desember 2027.
Berdasarkan penelusuran Bara Alam Utama juga memiliki masalah dugaan pelanggaran lingkungan terkait pemindahan alur Sungai Kungkilan di wilayah Kecamatan Merapi Barat, Kabupaten Lahat, tanpa izin pihak berwenang. Bahkan proper biru yang didapat perusahan tersebut juga mendapat tentangan dari aktivis lingkungan di Sumsel.
PT Manambang Muara Enim yang memproduksi komoditas batubara berada di Kecamatan Lawang kidul dan Tanjung Agung Kabupaten Muara Enim. Tambang batubara ini memiliki luas 1,587 hektar dengan nomor SK 4/1/IUP/PMA/2016 yang akan berakhir pada 16 Februari 2038. Berdasarkan penelusuran perusahaan ini sempat ditutup sementara lantaran fatality hilangnya nyawa dua pekerja di areal Site Darmo, wilayah IUP PT Manambang Muara Enim pada 14 April 2022 lalu.
Perusahaan ini juga sempat disoal terkait dugaan pelanggaran lingkungan lantaran tidak melakukan pengendalian pencemaran air, berupa ditemukannya saluran air penahan dari air larian areal reklamasi yang tertutup/tersumbat. Sehingga saat terjadi hujan, air limbah yang dimaksud tidak mengalir ke Kolam Pengendap Lumpur (KPL) melainkan langsung mengalir ke Sungai Jemilih. Hal inilah yang dianggap sebagai pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh PT MME.
PT Triaryani yang memproduksi komoditas batubara berada di Desa Beringin Makmur II Kecamatan Rawas Ilir dan Nibung Kabupaten Musi Rawas. Tambang batubara ini memiliki luas 2,143 hektar dengan nomor SK 540/220/KPTS/DPE-LH/2014 yang akan berakhir pada September 2031. Berdasarkan penelusuran PT Triaryani tersebut masih menimbulkan masalah dengan masyarakat terkait aktivitas angkutan batubara. Bahkan pihak kepolisian dari Polsek Nibung sempat menahan sejumlah angkutan batubara PT Triaryani. Permasalahan utama yang membuat warga resah adalah rusaknya jalan sebagai fasilitas umum yang berdampak pada keselamatan warga dan pengendara di ruas jalan yang dilalui truk angkutan batubara tersebut.
PT Dizamatra Powerindo memproduksi komoditas batubara adalah pemasok batubara tunggal untuk PLTU mulut tambang PLTU Keban Agung PT Priamanaya Energi. Perusahaan ini memiliki luas 971 hektar dengan nomor SK 503/172/KEP/PERTAMBEN/2010 yang akan berakhir pada 29 April 2030. Berdasarkan penelusuran Dizamatra Powerindo memiliki permasalahan terkait penyerobotan lahan Sriwijaya Science Techno Park (SSTP) yang berada di Kecamatan Muara Belida Kabupaten Muara Enim.
Lahan itu memiliki luas lebih kurang 2000 meter persegi yang menjadi aset Pemprov Sumsel, dengan pengelolaan dibawah UPT Sriwijaya Science Techno Park (SSTP) 2, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Provinsi Sumsel. Jalan yang dibangun di atas tanah aset itu, menuju ke pelabuhan milik perusahaan yang berada di aliran Sungai Musi. Dugaan penggunaan lahan tanpa izin ini, disinyalir telah berlangsung lama, sebab pelabuhan dizamatra itu sendiri telah beroperasi setidaknya sejak 2019-2020.
PT Musi Prima Coal yang memproduksi komoditas batubara berada Kecamatan Rambang Dangku Kabupaten Muara Enim. Tambang batubara ini memiliki luas 4,442 hektar dengan SK nomor 32/I/IUP/PMA/2018 yang akan berakhir pada 14 Oktober 2030. Berdasarkan penelusuran, perusahaan ini juga kerap melakukan pelanggaran lingkungan. PT Musi Prima Coal diketahui mendapat sanksi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) berkaitan dengan status pelabuhan yang berada di Desa Dangku, Kecamatan Empat Petulai Dangku, Kabupaten Muara Enim.
Selain itu, ada pula sanksi dari Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (LHP) Sumsel yang sampai sekarang juga belum diselesaikan. Perusahaan diketahui masih tetus melangsungkan aktivitas eksplorasi dan pengangkutan batu bara meski di tengah sanksi sehingga dianggap mengangkangi aturan, bahkan kebijakan mulai dari Kabupaten, Provinsi sampai Kementerian. Terakhir, kontraktor yang bekerja pada perusahaan ini, yaitu PT Lematang Coal Lestari divonis melanggar lingkungan oleh PN Muara Enim.
Ada pula PT Titan Infra Energy yang merupakan induk dari PT Servo Lintas Raya. Kedua perusahaan ini diketahui bermasalah dan diduga melanggar lingkungan terkait aktivitas angkutan batubara yang terjadi terjadi dalam operasional di Kabupaten PALI. Terkait debu batubara yang timbul dari aktivitas bongkar muat batubara di pelabuhan hingga jalan hauling. Terbaru, ada PT RMK Energy (RMKE) yang bergerak dalam bidang pengangkutan batubara dan aktivitas pertambangan oleh anak perusahaannya yakni PT TBBE.
Berdasarkan penelusuran, selain melanggar lingkungan PT RMK Energy juga mendapatkan proper merah. Bahkan, akibat dari pelanggaran lingkungan yang dilakukan, Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) Gakkum KLHK melakukan penghentian dan menyegel kegiatan RMKE di Kabupaten Muara Enim. Penyegelan dan Penghentian kegiatan ini atas pelanggaran terhadap perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada 27 September 2023 lalu. (tim)
- Polda Sumsel Periksa Oknum ASN Bappeda Lahat Terkait Dugaan Perzinahan dan KDRT
- Waspadai Distributor Nakal, Polda Sumsel Pantau Isu Takaran MinyaKita di Palembang
- Tegas! Dua Anggota Brimob Polda Sumsel Dipecat karena Disersi