Tuntutan Ganti Rugi Kebunnya Tercemar Tidak Ditanggapi, Warga Dua Wilayah Kembali Geruduk PT GHEMMI

Aksi demo warga Kabupaten Muara Enim dan Kota Prabumulih di gerbang masuk PT GHEMMI. (ist/rmolsumsel.id)
Aksi demo warga Kabupaten Muara Enim dan Kota Prabumulih di gerbang masuk PT GHEMMI. (ist/rmolsumsel.id)

Ratusan warga di dua wilayah, Kabupaten Muara Enim dan Kota Prabumulih kembali melakukan aksi protes terhadap aktivitas mulut tambang PT Guo Hua Energi Musi Makmur Indonesia (GHEMMI), perusahaan pengelola PLTU yang berada di Desa Gunung Raja, Empat Petulai Dangku, Muara Enim, Kamis (28/3). 


Aksi protes tersebut buntut dari belum adanya kejelasan atas ganti rugi kebun milik mereka yang tercemar limbah perusahaan. Padahal, proses mediasi dan negosiasi sudah beberapa kali dilaksanakan bersama Pemkab Muara Enim. 

Dalam aksinya, warga sempat memblokade mesin penumpahan batu bara di areal PT GHEMMI. Tak hanya itu, mereka juga melakukan penutupan paksa saluran pembuangan limbah milik PT Musi Prima Coal (MPC) dan PT Lematang Coal Lestari (LCL), yang terletak di Sungai Penimur. 

Koordinator Aksi, Sastra Amiady mengatakan, ada sejumlah tuntutan yang dilayangkan warga kepada perusahaan. Diantaranya menyelesaikan ganti rugi lahan warga yang tercemar limbah batu bara milik PT MPC selaku pemegang IUP batu bara dan PT LCL yang merupakan kontraktor pertambangan. 

Aktivitas pertambangan menyebabkan kerusakan lahan perkebunan serta menurunnya kualitas baku mutu air dan pendangkalan Sungai Penimur. 

"Ketiga perusahaan ini harus bertanggung jawab terhadap rusaknya lingkungan di wilayah sekitar operasinya. Baik di Kabupaten Muara Enim maupun Kota Prabumulih," kata Sastra saat dihubungi wartawan. 

Dia juga mendesak pemerintah meninjau ulang izin dermaga milik PT MPC yang digunakan untuk mengangkut batu bara menggunakan tongkang melalui Sungai Lematang. "Kami mempertanyakan izin dermaga itu. Seperti apa tinjauan lingkungannya? Tanpa ada kapal tongkang saja, arus sungai Lematang sudah membuat abrasi. Apalagi ditambah gelombang yang diciptakan kapal," ucapnya.

Menurut Sastra, aksi unjuk rasa ini bukan yang pertama kali dilakukan oleh warga. "Sudah terlampau sering dan tidak pernah menemukan solusinya. Kami minta, kali ini perwakilan perusahaan bisa memberikan kepastian atas tuntutan kami," terangnya seraya memberikan ancaman akan melakukan aksi serupa jika tuntutan tidak dipenuhi. 

Terpisah Husriadi, salah seorang pendamping warga dalam aksi itu menyebutkan, dari sejumlah pertemuan dan kroscek ke lapangan yang dilakukan warga dan perusahaan, sudah jelas jika lahan warga yang tercemar disebabkan aktivitas perusahaan. 

"Dari hasil kroscek lapangan, memang benar lahan tersebut milik Yogos. Akan tetapi, saat diajukan klaim ganti rugi, perusahaan selalu mengelak, warga selalu dipermainkan," ujar Husriadi. 

Untuk diketahui, aktivitas ketiga perusahaan tersebut sudah lama mendapat protes warga. Dampak operasional seperti pencemaran sungai, berkurangnya kualitas air hingga kecelakaan kerja sudah sering terjadi. 

Bahkan, puncaknya PT Lematang Coal Lestari divonis oleh Pengadilan Negeri Muara Enim membayar denda sebesar Rp2 miliar akibat terbukti melakukan perusakan lingkungan, yakni memindahkan alur Sungai Penimur, pertengahan tahun lalu.