Aktivis Desak Pemprov Sumsel Cabut Izin Usaha Perusahaan Pelanggar Lingkungan 

Tumpukan tandan kosong (tankos) di lokasi pabrik PT Golden Oilindo Nusantara (GON). (ist/rmolsumsel.id)
Tumpukan tandan kosong (tankos) di lokasi pabrik PT Golden Oilindo Nusantara (GON). (ist/rmolsumsel.id)

Kasus dugaan pencemaran lingkungan yang dilakukan PT Global Oilindo Nusantara (GON) mendapat sorotan dari aktivis lingkungan. Mereka mendesak Pemprov Sumsel mencabut izin perusahaan atas pelanggaran lingkungan yang telah mereka buat. 


"Kami mendesak Pemprov Sumsel tidak segan mencabut izin usaha perusahaan pelanggar lingkungan. Termasuk salah satunya PT GON yang berlokasi di Indralaya, Ogan Ilir karena dugaan pencemaran lingkungan yang sudah terjadi," kata Ketua LSM Pemuda Hijau Sumsel, Meldy Raka, Kamis (2/5). 

Meldy menilai, pemerintah selama ini terlalu lunak terhadap pelaku industri yang melakukan pelanggaran lingkungan. Mereka masih bisa beroperasi meskipun aktivitasnya terindikasi mencemari lingkungan.

"Seharusnya dilakukan penyetopan operasional hingga permasalahan pencemaran selesai diatasi. Namun, dari beberapa kasus yang ada, perusahaan masih terus beroperasi walaupun sudah diberikan sanksi. Tidak ada ketegasan atas sanksi yang dikeluarkan," ucapnya. 

Kondisi tersebut membuat perusahaan makin berani melanggar kaidah pelestarian lingkungan yang sudah diatur dalam Undang-Undang. "Karena tidak ada efek jera, makanya makin banyak perusahaan-perusahaan yang dengan sengaja melakukan pelanggaran lingkungan," terangnya.

Untuk itu, dalam waktu dekat pihaknya akan menggelar aksi menuntut Pemprov Sumsel mencabut izin usaha perusahaan. "Kalau tidak ada kejelasan, kami akan turun aksi untuk menuntut pencabutan izin perusahaan,"  bebernya. 

Hal serupa sebelumnya disampaikan Ketua Lembaga Mahasiswa dan Masyarakat Peduli Lingkungan (MMPL), Adrian.Dia mengatakan, dalam setiap aktivitasnya perusahaan wajib mematuhi aturan lingkungan hidup.

Pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan menurutnya perlu mendapat sanksi tegas, bukan pembiaran seperti yang diduga sudah dilakukan oleh Pemprov Sumsel saat ini.

"Tidak hanya disetop, perusahaan juga harus melakukan pemulihan lingkungan. Pemprov Sumsel harus hadir saat ini. Karena sudah banyak sekali terjadi kerusakan lingkungan saat ini," kata Adrian.

Pemulihan lingkungan dan ekologi, menurut Adrian sangat diperlukan sekaligus kewajiban perusahaan, tak bisa dilepaskan dari sanksi yang ada.

Sementara itu, Kepala Bidang Penegakkan Hukum (Gakkum) Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Sumsel, Yulkar Pramilus menjelaskan, tim dari DLHP Sumsel telah melakukan verivikasi lapangan terkait laporan dugaan pencemaran lingkungan di PT GON tersebut. "Iya kami sudah lakukan vetlap dan prosedur  lanjutnya," ucapnya singkat. 

Sebelumnya, aktivitas PT Golden Oilindo Nusantara (GON) di wilayah Ogan Ilir kerap dikeluhkan warga karena diduga telah mencemari lingkungan. 

Laporan mengenai dugaan pencemaran terhadap perusahaan ini telah terjadi sejak lama dan kembali muncul di tahun ini. 

Dalam penelusuran, pada tahun 2022 lalu aktivitas perusahaan ini sempat diadukan oleh kelompok masyarakat ke DPRD Ogan Ilir. Namun tak berselang lama setelah mendapat informasi itu, perusahaan diketahui menggelar konferensi pers menjawab tudingan yang disebut tidak berdasar. 

Rupanya tidak hanya terkait lingkungan, PT GON diketahui juga sempat bersengketa dengan warga terkait kepemilikan lahan. Walaupun belakangan antara warga dan perusahaan bersepakat damai. 

Lebih jauh, pada 2020 lalu, perusahaan ini juga diketahui sempat diperkarakan oleh pegawainya terkait hak dan kewajiban perusahaan yang kemudian bermuara pada aksi mogok kerja. 

Praktik yang sangat merugikan adalah penimbunan tandan kosong kelapa sawit atau yang dikenal sebagai tankos. Tankos ini, yang seharusnya dikelola dengan mekanisme tertentu, diduga malah ditimbun dalam jumlah yang melebihi kapasitas dan tanpa izin yang jelas dari pihak berwenang. 

Hasilnya, lingkungan tercemar dan kerusakan terjadi pada tanah dan air di sekitar area pabrik perusahaan. Tankos, dengan komponen utama berupa selulosa dan lignin, merupakan limbah yang sulit diurai dan dapat menyebabkan peningkatan keasaman tanah dan air. 

Kondisi itu berdampak pada kualitas air bersih yang digunakan oleh masyarakat sehari-hari. Lebih buruk lagi, pada kondisi suhu tinggi, material ini bisa menjadi pemicu kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang mengancam keselamatan wilayah sekitarnya.