Temuan Cloud Mambu: Banyak UMKM Beralih ke Fintek

Ilustrasi/net
Ilustrasi/net

Berdasarkan laporan baru dari Platform perbankan cloud mambu, lebih dari 55 persen Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia terbukti tidak memperoleh pendanaan yang memadai, sehingga mereka pun terpaksa mengandalkan modal pinjaman dari teman dan keluarganya.


Disaat terengah-tengahnya UMKM mendapatkan modal pinjaman, Cloud Mambu menemukan banyak UMKM yang mulai melirik bank dan Fintek Non Konvensional untuk mengatasi persoalan tersebut. Peluang masuknya pemain baru (Fintek) pun jelas terbuka lebar karena mayoritas UMKM Indonesia mengaku siap berganti pemberi pinjaman untuk mendapatkan kemudahan modal pinjaman.

Managing Director APAC di Mambu, Myles Bertrand mengatakan Indonesia menjadi lahan subur bagi 62 juta lebih UMKM. Semua usaha kecil ini merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia, yang menyumbang hampir 60 persen PDB nasional dan menyerap tenaga kerja Indonesia sebesar 97 persen. Akan tetapi, akses dana usaha ternyata menjadi kendala besar bagi mereka. Hal ini tampaknya terjadi karena industri pinjaman dana usaha tidak mengikuti kemajuan teknologi seperti di bidang-bidang bisnis dan keuangan lainnya. 

"Jika pemberi pinjaman ingin menarik perhatian pangsa pasar UMKM Indonesia, mereka mesti melakukan modernisasi proses pemberian pinjaman dan menerapkan teknologi baru dalam menyediakan solusi pinjaman yang bersifat personal, sederhana, dan mudah diakses. Dengan layanan pinjaman digital yang lebih baik, proses pengambilan keputusan dan pengurusan pinjaman pun akan menjadi lebih cepat. Artinya, dana usaha bisa langsung cair saat pemilik bisnis benar-benar membutuhkannya,” katanya dikutip dari siaran persnya, Selasa (15/3).

Menurutnya, lembaga keuangan harus kreatif dan melakukan terobosan besar dalam mengatasi proses pengajuan pinjaman yang ribet dan berbelit. Temuan penelitian mengungkapkan bahwa durasi pengajuan pinjaman menjadi faktor utama yang mempengaruhi pemilik usaha kecil dalam memilih pemberi pinjaman. Meskipun suku bunga rendah menjadi pertimbangan utama bagi 95 persen UMKM dalam proses pengambilan keputusan, 93 persen juga menghendaki proses pengajuan pinjaman yang cepat, dan 86 persen menginginkan jadwal pelunasan yang berjangka waktu lama.

"Terkait dengan perbaikan proses pengajuan pinjaman, 92 persen UMKM Indonesia menginginkan proses keputusan pinjaman yang lebih cepat, 90 persen tertarik dengan persyaratan agunan yang ringan atau bahkan tanpa agunan, dan 89 persen menghendaki syarat pinjaman yang lebih fleksibel," tutupnya.

Sementara itu, CEO Retail Economics, Richard Lim mengatakan pandemi telah memicu perubahan besar dalam cara kerja, bermain, dan berbelanja sehingga mempercepat demokratisasi digital. Akibatnya juga masih terasa di tengah-tengah masyarakat. Namun akses ke modal usaha merupakan bidang dengan laju digitalisasi yang sangat lambat. Pelaku bisnis yang berusaha meningkatkan skala usahanya dengan cepat dan juga cekatan dalam menangkap peluang, sering kali terbentur oleh proses pengajuan pinjaman yang berbelit-belit dan menguras tenaga. 

"Proses pemberian pinjaman saat ini yang lamban dan tidak efisien, tidak lagi cocok dengan tren digital saat ini yang bergerak pesat dan dinamis," pungkasnya.