Tanaman Porang Jadi Favorit Petani Ketimbang Palawija, Ini Penyebabnya

ilustrasi (ist/rmolsumsel.id)
ilustrasi (ist/rmolsumsel.id)

Komoditas porang saat ini tengah digandrungi petani. Sejumlah petani dari berbagai wilayah mulai menanam tanaman jenis umbi-umbian ini. Banyak faktor yang menyebabkan porang mulai dilirik petani untuk dibudidayakan.


Diantaranya tingkat keuntungan yang memadai, berkembangnya industri olahan berbahan baku, serta didukung oleh kesesuaian lahan. Selain itu, permintaan porang di pasar ekspor pun semakin tinggi.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengungkapkan, pemerintah terus mendorong budidaya tanaman porang karena hasilnya sangat menjanjikan untuk memenuhi pasar ekspor.

“Hanya saja, kita jangan mengandalkan pasar ekspor. Kita harus mulai bangun industri sebagai end product dari tanaman porang,” kata Syahrul belum lama ini.

Salah seorang petani porang dari Jawa Timur, Yoyok Triono menceritakan, harga tanaman porang cukup dinamis dan sangat tergantung dengan mekanisme pasar. Harganya pernah mencapai titik tertinggi di 2020 lalu yang mencapai Rp6.500 per kilogram.

“Cukup fluktuatif. Karena saat ini sudah banyak yang tanam dan menghasilkan,” terangnya.

Yoyok sendiri sudah menjadi petani porang sejak 2010. Meskipun ada dinamika harga, namun hasil panen masih lebih menguntungkan ketimbang palawija atau tanaman pangan lain.

Ia berharap harga porang ke depan bisa lebih stabil. Menurutnya, salah satu cara yang dapat dilakukan dalam menjaga harga porang agar tetap stabil adalah menunda masa panen ke masa panen berikutnya sehingga keuntungan dan hasilnya akan menjadi lebih besar. 

“Untuk menjaga harga kita tidak terburu-buru menjual bila harga belum cocok. Ini berbeda dengan tanaman lain, porang bisa ditunda panennya dan aman tidak rusak, malah nanti dipanen pada musim berikutnya umbinya semakin besar,” pungkasnya.