Tak Hanya Karhutla, Kabut Asap di Sumsel juga Disumbang dari Aktivitas Swabakar Batubara

Salah satu titik lokasi swabakar batubara yang ada di stockpile tambang di Kabupaten Lahat yang didatangi Satgas Karhutla. (ist/rmolsumsel.id)
Salah satu titik lokasi swabakar batubara yang ada di stockpile tambang di Kabupaten Lahat yang didatangi Satgas Karhutla. (ist/rmolsumsel.id)

Kondisi cuaca panas yang menyerang wilayah Sumsel dalam beberapa pekan terakhir menimbulkan terbakarnya lahan di sejumlah daerah. 


Tak hanya kebakaran lahan, kondisi panas juga menyebabkan swabakar batubara di sejumlah stockpile perusahaan tambang yang berada di wilayah Lahat dan Muara Enim. 

Asap pekat dari swabakar batubara itu bahkan terbang hingga ke pemukiman yang tak jauh dari lokasi stockpile tambang batubara. Seperti yang dialami sejumlah warga Desa Arahan, Kecamatan Merapi Timur, Kabupaten Lahat. Mereka tinggal tak jauh dari lokasi stockpile batubara milik PT Golden Great Borneo (GGB). 

Menurut warga, selama musim kemarau ini, debu dari aktivitas di stockpile batubara cukup tebal menyerang pemukiman. Tak hanya debu, beberapa kali warga harus merasakan asap dari swabakar batubara. 

"Bukan hanya debu, sekarang juga asap. Bagaimana nasib kami ini. Terutama anak-anak kami kalau harus menghisap debu dan asap seperti ini," kata seorang warga dalam sebuah video aktivitas swabakar batubara yang diterima Kantor Berita RMOL Sumsel. 

Sementara, Manager Humas dan CSR PT GGB, Edi Mulyono menerangkan, kondisi cuaca panas yang menyerang wilayah Sumsel memiliki kerentanan tinggi terhadap swabakar batubara yang ada di stockpile. Hanya saja, perusahaan terus berupaya melakukan pencegahan dengan memisahkan batubara yang terbakar dengan yang belum terbakar menggunakan alat berat agar tidak meluas. 

"Treatment-nya melalui alat berat. Batubaranya diaduk dan ada yang dipisahkan," tuturnya. 

Namun, lanjut Edi, swabakar batubara yang terjadi di stockpile beberapa waktu lalu disebabkan aktivitas tambang yang terhenti lantaran aksi demo warga selama empat hari. "Alat berat tidak bisa masuk ke stockpile karena dihadang warga yang melakukan aksi. Tapi, untuk sekarang sudah bisa diatasi," terangnya. 

Swabakar Batubara Jadi Penyumbang Asap di Wilayah Pertambangan

Spontaneous combustion (swabakar) adalah proses terbakar dengan sendirinya batubara akibat reaksi oksidasi eksotermis. Proses ini biasanya terjadi karena penumpukan batubara di stockpile yang dibiarkan terlalu lama sehingga meningkatkan suhu yang ada di tumpukan.  

Nah, kasus swabakar batubara yang terjadi pada musim kemarau rupanya tidak hanya terjadi di PT GGB saja. Kondisi tersebut dialami hampir seluruh stockpile perusahaan tambang batubara yang ada di wilayah pertambangan seperti Muara Enim dan Lahat. 

Sehingga, asap yang ada di wilayah tersebut sebagian besar disumbang dari proses swabakar batubara. "Daops Manggala Agni kami yang ada di Lahat juga sudah mengeluhkan hal ini (asap swabakar batubara)," kata Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim, Kebakaran Hutan dan Lahan (PPIKHL) Sumatera KLHK, Ferdian Krisnanto saat dibincangi Kantor Berita RMOL Sumsel, Kamis (7/9). 

Dia mengatakan, beberapa kali, kejadian swabakar batubara yang menimbulkan asap pekat terjadi di stockpile milik perusahaan tambang yang ada di Lahat. Selain itu, kondisi panas dari swabakar batubara ini juga terdeteksi sebagai titik panas oleh satelit. 

"Biasanya begitu terdeteksi titik panas langsung digroundcheck juga oleh satgas di daerah. Begitu didatangi ternyata itu dari swabakar batubara ini," ucapnya. 

Terkait penanganan swabakar, biasanya hal itu langsung dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan. Sebab, tupoksi dari Manggala Agni hanya penanganan terhadap kasus kebakaran hutan dan lahan. 

"Untuk swabakar batubara ini, bisa ditanyakan langsung dengan Dinas Lingkungan Hidup setempat. karena itu tupoksinya mereka," bebernya. 

Peningkatan aktivitas swabakar batubara ini dapat dilihat dari pantauan citra satelit Lapan. Berdasarkan data, sepanjang Agustus lalu, ada sebanyak 1.008 hotspot yang terdeteksi. Tiga daerah penghasil hotspot paling banyak yakni Kabupaten OKI sebanyak 216 titik panas, Lahat dengan 110 titik panas dan Musi Rawas dengan 107 titik panas. 

Wilayah Lahat yang sebagian besar merupakan tanah mineral menempati peringkat kedua saat puncak cuaca panas Agustus lalu. Hal itu mengindikasikan jika titik panas tersebut berasal dari aktivitas swabakar batubara yang mengalami peningkatan. 

"Mayoritas kejadian di tanah mineral ini disebabkan aktivitas pertambangan batubara. Kalaupun ada Karhutla, biasanya bisa dengan cepat ditanggulangi karena tanah mineral. Berbeda dengan di kawasan rawa dan gambut yang butuh waktu lama untuk pemadamannya," kata Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan BPBD Sumsel, Ansori saat dibincangi Kantor Berita RMOL Sumsel. 

Ansori mengatakan, permasalahan swabakar batubara bukan menjadi tugas dari BPBD ataupun Satgas Penanganan Karhutla. Tugas tersebut menjadi fungsi dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat untuk memastikan perusahaan tambang yang memiliki stockpile memiliki proses pencegahan swabakar yang baik dan benar. 

"Kaitannya itu dengan AMDAL perusahaan. Bagaimana mengatur stockpile agar memiliki sistem pencegahan swabakar yang baik dan benar. Jadi itu kembali ke DLH-nya," terangnya. 

Ansori menegaskan, pihaknya saat ini lebih fokus melakukan penanganan Karhutla di sejumlah daerah rawan seperti OKI, OI, Musi Rawas dan Banyuasin yang memiliki kawasan rawa gambut yang luas. 

"Kami terus berupaya melakukan pencegahan dan pemadaman di wilayah yang rawan Karhutla," tandasnya.