Aktifitas Tambang Prima Lazuardi Nusantara Disebut Mengancam Lingkungan, Tidak Kantongi Izin Lingkungan? 

Aktifitas penambangan di salah satu perusahaan tambang di Sumsel. (dok/rmolsumsel.id)
Aktifitas penambangan di salah satu perusahaan tambang di Sumsel. (dok/rmolsumsel.id)

Sejumlah masyarakat serta aktivis lingkungan di Ogan Komering Ulu (OKU) resah dengan aktifitas tambang PT Prima Lazuardi Nusantara di Desa Terusan dan Desa Batu Kuning, Kecamatan Baturaja Timur. 


Aktifitas perusahaan tambang tersebut dikhawatirkan dapat mencemari dan merusak lingkungan. Sebab, selain tidak sesuai perencanaan sehingga melanggar undang-undang dan terancam pidana, perusahaan ini juga pernah mendapat sejumlah sanksi, juga proper merah di tahun 2022 lalu. 

Dalam penelusuran, beberapa diantar sanksi yang diterima oleh perusahaan ini adalah dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) maupun sanksi Administratif dari Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Provinsi Sumsel. 

"Kami khawatir, beroperasinya kembali tambang ini memperparah kondisi lingkungan. Sebab, track record perusahaan ini dalam menjaga lingkungan sangat buruk," kata Ketua Himpunan Pemuda Intelektual (HIPI) Kabupaten OKU, Zaidan Jauhari saat dibincangi, Kantor Berita RMOL Sumsel, Kamis (25/1/2024). 

Zaidan mengatakan, lokasi IUP sangat dekat dengan Sungai Air Kurup 3 yang bermuara ke Sungai Ogan dan menjadi sumber kehidupan masyarakat. Baik untuk mengairi tanaman perkebunan hingga sumber baku air bersih. Hal ini jelas dapat mempengaruhi kualitas hidup masyarakat. 

"Jangan sampai perusahaan ini dibiarkan beroperasi sebelum memberikan jaminan dalam mengelola lingkungan yang baik dan benar sesuai aturan. Bagaimana izinnya, apakah sudah sesuai perencanaan atau tidak. Bila perlu, IUP-nya juga dicabut saja," teran Zaidan. 

Apalagi, berdasar informasi yang diperolehnya, Zaidan menyebutkan jika izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) perusahaan sampai saat ini masih bermasalah karena sudah tidak sesuai peruntukannya dan tidak diperpanjang. "Jadi lebih baik benahi dulu tata kelola lingkungannya," ucapnya. 

Kepala Sekretariat Komisi Penilai AMDAL Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten OKU, Titin Yuliana saat dibincangi wartawan. (ist/rmolsumsel.id)

AMDAL Prima Lazuardi Nusantara Sudah Habis Masa Berlaku?

Terkait izin AMDAL yang dimaksud Zaidan, Kantor Berita RMOL Sumsel melakukan konfirmasi ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) OKU. 

Kepala Sekretariat Komisi Penilai AMDAL Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten OKU, Titin Yuliana membenarkan, PT Prima Lazuardi Nusantara bergerak dibidang penambangan batubara di wilayah OKU. 

Perusahaan ini mengantongi izin lingkungan yang tertuang dalam Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten OKU Nomor : 503/013/KPTS/XXXII/2019 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Pertambangan Batubara seluas 3.710 hektar di Kecamatan Baturaja Barat dan Kecamatan Baturaja Timur, OKU.

"Jadi izin AMDAL-nya kita terbitkan tahun 2019 lalu. Aktif atau tidak, itu tergantung mereka. Kalau dalam kurun tiga tahun mereka masih aktif melakukan pengelolaan dan mengirim laporan, artinya izinnya masih aktif. Jika dalam 3 tahun tidak ada kegiatan penambangan, izin AMDALnya habis masa berlaku," jelasnya ketika diwawancarai di ruang kerjanya.  

Dijelaskan Titin, pihaknya saat ini tidak terlalu memantau perkembangan perusahaan tersebut. Sebab, sejak tahun 2021 atau sejak dikeluarkannya PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang pengelolaan lingkungan hidup, pihaknya tidak lagi mengurusi masalah IPAL.

"Jadi masalah pertambangan ini bukan lagi kewenangan kita, sudah ditangani langsung oleh pusat, Kementerian langsung," ungkapnya.

Pembatasan kewenangan itu membuat pihaknya tidak lagi menerima laporan dari perusahaan. "Mungkin mereka (PT Prima Lazuardi Nusantara) ada laporannya tapi tidak ditembuskan ke kita," terangnya. 

Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) PPLH DLH OKU, Febrianto Kuncoro menjelaskan, Prima Lazuardi Nusantara sudah tidak menjalankan operasionalnya lantaran kalori batu bara yang dihasilkan terlalu rendah sehingga tidak menguntungkan untuk ditambang. Terkait rencana perusahaan yang ingin memulai lagi operasionalnya, Febrianto mengaku belum mendapatkan informasi tersebut. 

"Kami belum dapat informasinya. Tetapi, kalau memang ada rencana operasi itu tentu mereka harus mengajukan lagi dulu izin lingkungannya. Nanti kami akan cek lagi ke lapangan," pungkasnya.

Merinci Sanksi Prima Lazuardi Nusantara

PT Prima Lazuardi Nusantara merupakan perusahaan tambang yang memiliki IUP 89/K/P-IUP/XXVII/2014. Luas areal operasi perusahaan ini seluas 3.710 hektare. Dalam penelusuran di https://modi.esdm.go.id/, perusahaan ini dimiliki oleh Lion Power Energy dengan kepemilikan saham sebesar 99,9 persen dan Kokos Leo Lim sebesar 0,01 persen. 

Perusahaan ini dipimpin Direktur, Ivan Wiratiana dan Komisaris Andrey Permana. Kokos Leo Lim alias Kokos Jiang sendiri merupakan koruptor yang merugikan negara sebesar Rp 477 miliar.  Kokos melakukan serangkaian perbuatan yaitu tidak melakukan desk study dan kajian teknis, melakukan pengikatan kerja sama jual-beli batu bara yang masih berupa cadangan serta membuat kerja sama tidak sesuai spesifikasi batu bara yang ditawarkan.

Selain track record pemilik perusahaan yang pernah melakukan korupsi sektor pertambangan, operasional perusahaan itu sendiri pernah mendapat sanksi administratif dari DLHP Provinsi Sumsel. Surat keputusan penerapan sanksi administratif paksaan tersebut bernomor 0687/KPTS/DLHP/B.IV/2021 yang dikeluarkan November 2021. 

Dalam sanksi disebutkan, Prima Lazuardi Nusantara tidak melakukan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana tercantum dalam dokumen lingkungan hidup AMDAL (ANDAL,RKL/RPL,Matrik). Perusahaan juga tidak melakukan perubahan dokumen lingkungan sesuai dengan penambahan kapasitas produksi, perluasan lahan dan/atau kegiatan, terjadinya perubahan kebijakan pemerintah yang ditujukan dalam rangka peningkatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan terjadi perubahan dampak dan/atau resiko terhadap lengkungan hidup berdasarkan hasil kajian analisis resiko lingkungan hidup. 

Tidak melakukan perencanaan penambangan good mining practice sehingga terhadi penambangan diluar IUP yang dilakukan entitas lain dengan total seluas 9,78 hektar. 

Perusahaan juga tidak melakukan pengelolaan pengendalian pencemaran air berupa IPAL Domestik yang tidak memiliki izin, tidak memiliki flowchart neraca air di area bekas tambang pada pit aktif, dimana catchment area dialirkan ke beberapa areal bekas tambang tersebut. Tidak ada kegiatan pengukuran kualitas air limbah domestik pada Semester 1 Tahun 2021, tidak melakukan pemantauan debit harian dan debit rata-rata bulanan. 

Tidak melakukan pengukuran beban pencemaran air limbah yang wajib memenuhi baku mutu pada setiap parameter air limbah domestik dan melaporkannya pada aplikasi SIMPEL. Tidak melakukan pemantauan parameter pH dan debit air harian limbah domestik serta air permukaan di Hulu dan Hilir Sungai Air Kurup 3. 

Tidak membuat saluran air limbah yang kedap air, mengukur debit harian dan PH Ai untuk air limbah proses KPL, air limbah domestik serta menghitung beban pencemaran. 

Perusahaan juga tidak melakukan pengendalian pencemaran udara seperti tidak melakukan pemantauan dengan parameter HC dan dustfall, pemantauan udara emisi cerobong genset dab belum membuat serta melaporkan hasil pemantauan sumber emisi kepada DLH OKU, DLHP Sumsel dan KLHK melalui Aplikasi SIMPEL. 

Perusahaan tidak melakukan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun seperti tidak melakukan penyimpanan B3 pada gudang penyimpanan bahan di areal workshop, gudang tidak dilengkapi APAR, pengemasan bahan kimia tidak sesuai dengan fase serta karakteristik jenis B3 serta kemasan B3 tidak dilengkapi dengan simbol dan label. 

Selain itu, perusahaan tidak melakukan pengendalian kerusakan lingkungan berupa pembersihan pada lahan yang terjadi indikasi erosi berupa alur dan parit sedimentasi, meninggalkan setiap tahapan pengupasan tanah pucuk terlalu lama, meninggalkan setiap tahapan pengupasan batuan penutup terlalu lama, penambangan dan penimbunan yang tidak berkesinambungan sehingga hampir seluruh KPL mengalami pendangkalan.

Sanksi itu juga yang membuat perusahaan mendapatkan predikat Proper Merah dari KLHK di tahun 2022. Hingga berita ini diturunkan, Kantor Berita RMOL Sumsel sedang dalam upaya konfirmasi ke perusahaan. Namun, belum mendapat respons.