Sidang Kasus Akuisisi Anak Usaha PTBA, Saksi Jelaskan Penyebab PT SBS Alami Rugi Sebelum Diakuisisi

Salah seorang saksi memberikan keterangan dalam sidang dugaan kasus korupsi akuisisi kontraktor tambang batu bara PT Satria Bahana Sarana (SBS) oleh anak perusahaan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yaitu PT Bukit Multi Investama (BMI), di Pengadilan Negeri Palembang. (ist/rmolsumsel.id)
Salah seorang saksi memberikan keterangan dalam sidang dugaan kasus korupsi akuisisi kontraktor tambang batu bara PT Satria Bahana Sarana (SBS) oleh anak perusahaan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yaitu PT Bukit Multi Investama (BMI), di Pengadilan Negeri Palembang. (ist/rmolsumsel.id)

Sebanyak tiga orang saksi kembali dihadirkan dalam sidang dugaan kasus korupsi akuisisi kontraktor tambang batu bara PT Satria Bahana Sarana (SBS) oleh anak perusahaan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yaitu PT Bukit Multi Investama (BMI), di Pengadilan Negeri Palembang, Jumat (24/2/2024). 


Ketiga saksi tersebut diantaranya Jeffrey Mulyono (Presiden Direktur PT PKN), Desman Parlindungan Lumban Tobing (Akuntan Publik dari KAP Kanaka Puradiredja, Suhartono), dan FX Sigit Hery Basuki (Mantan Direktur Utama PT SBS).

Dalam sidang tersebut, saksi Jeffrey Mulyono sebagai orang yang berpengalaman di bisnis pertambangan menceritakan kondisi PT SBS secara umum. Menurut Jeffrey, PT SBS pada tahun 2010 memiliki performa yang bagus.

Hanya saja, harga batu bara yang anjlok pada 2012 membuat perusahaan yang menggunakan jasa PT SBS tidak mampu membayar. Hal itulah yang kemudian menyebabkan PT SBS menderita kerugian. 

Namun, kata Jeffrey, kondisi tersebut bukan menjadi salah satu bentuk kegagalan yang masuk dalam perhitungan saat melakukan akuisisi. Dari pengalamannya yang telah beberapa kali melakukan akuisisi, perusahaan yang akan diakuisisi tidak bisa dibandingkan dengan perusahaan lain.

"Karena setiap perusahaan mempunyai keunikan tersendiri yang tidak ada pembandingnya. Tidak seperti saat melakukan pembelian barang atau jasa," katanya.

Saksi lainnya, Desman Parlindungan Lumban Tobing sebagai Akuntan Publik, mengungkapkan, keuangan PT SBS telah berkembang jauh lebih baik semenjak dilakukan akuisisi oleh PT BMI. 

Sehingga memberikan kontribusi signifikan kepada PTBA yang tercermin pada laba bersih PTBA pada tahun 2015, hanya sekitar Rp2 triliun telah meningkat pada tahun 2022 menjadi Rp12,5 triliun.

"Besaran kontribusi produksi, PT SBS kepada PTBA juga sudah bisa dihitung berdasarkan laporan sekitar 28 persen produksi batubara PTBA dihasilkan oleh PT SBS," ungkapnya.

Terakhir, Saksi FX Sigit Hery Basuki sebagai Mantan Direktur PT SBS menjelaskan, akuisisi PT SBS saat itu dapat menurunkan tarif dari kontraktor lain yang kerjasama dengan PTBA. Lalu, peningkatan produktifitas batu bara PTBA juga meningkat signifikan, serta penurunan tarif bahan bakar pada vendor PTBA. 

"Yang paling penting per tahun 2023 PT SBS dinobatkan sebagai pembayar pajak terbesar di Sumsel," ucapnya.

FX Sigit juga menyampaikan jika pemilik lama PT SBS yaitu Tjahyono Imawan, telah menyelesaikan seluruh tanggung jawabnya terkait dengan akuisisi sebelum saham 5 persen PT SBS yang dimiliki PT TISE yang dibeli oleh PT BAK.

Ainuddin, selaku penasihat hukum pemilik lama PT SBS menyampaikan, jika akuisisi ini tidak menyalahi aturan sama sekali. Bahkan, terbukti memberikan sumbangan pajak terbesar di Sumsel, kembali mempertanyakan di mana tindak pidana yang dilakukan oleh kliennya.

"Terkait keterangan saksi, sepertinya Jaksa Penuntut Umum dalam mengembangkan kasus ini tidak dapat  membedakan mana pengadaan barang dan jasa dan mana yang merupakan aksi korporasi," katanya.

Menurut Ainnudin, JPU sepertinya kebingungan karena menganggap akuisisi yang perhitungannya juga memasukan proyeksi dan potensi keuntungan atas perusahaan yang diakuisisi, menjadi seperti pengadaan barang dan jasa yang bentuk dan harganya sudah pasti.

"Sudah jelas dan terbukti PT SBS saat ini sudah untung dan ekuitasnya positif kok, artinya akuisisi ini sangat berhasil, jadi di mana kerugian negaranya," tutupnya.