Selain Cemari Lingkungan, Pelabuhan RMK Energy (RMKE) Juga Salahi Aturan Tata Ruang? 

Pelabuhan PT RMK Energy yang berada di Kecamatan Muara Belida, Muara Enim. (ist/rmolsumsel.id)
Pelabuhan PT RMK Energy yang berada di Kecamatan Muara Belida, Muara Enim. (ist/rmolsumsel.id)

PT RMK Energy disetop operasinya oleh Dirjen Gakkum Kementerian LHK beberapa waktu lalu akibat pelanggaran lingkungan yang dilakukan. 


Belakangan, tim Kantor Berita RMOLSumsel mendapati informasi bahwa kawasan lokasi pelabuhan milik PT RMK Energy di Kecamatan Muara Belida, Kabupaten Muara Enim itu diduga menyalahi Rencana Tata Ruang dan Wilayah (Perda RTRW) Kabupaten Muara Enim.

Dalam penelusuran, Rencana Tata Ruang dan Wilayah Muara Enim diatur dalam Perda Muara Enim No.13 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Muara Enim tahun 2012-2032. Disana disebutkan Kecamatan Muara Belida sebagai Pusat Pelayanan Kawasan (PPK), yang diantaranya berfungsi sebagai: 

Sistem Jaringan Sumber Daya Air; Sistem Jaringan Irigasi, Jalur Evakuasi Bencana; Kawasan Peruntukkan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi, Kawasan Budidaya Perkebunan; Kawasan Budidaya Perikanan, Kawasan Bergambut dan Rawa Air Hitam, dan Kawasan Perlindungan Setempat dengan Spesifikasi Sungai dan Sempadan Sungai.

Perubahan terjadi pada Perda No. 13 tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Muara Enim tahun 2018-2038. Disana disebutkan bahwa kawasan Kecamatan Muara Belida tidak lagi sebagai PPK, melainkan sebagai Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL). 

Titik berat pada PPL ini adalah kawasan tempat berdirinya pelabuhan PT RMK Energy itu merupakan lokasi penunjang aspek lingkungan yang berkaitan dengan wilayah sekitarnya. Sehingga dinilai kurang tepat apabila didirikan pelabuhan batubara yang belakangan mencemari lingkungan. 

Kabid Tata Ruang dinas PUPR Muara Enim Andryan Wikrawardana yang dibincangi Kantor Berita RMOLSumsel menjelaskan, dalam Pasal 19 Perda tersebut sebetulnya disebutkan Sistem Jaringan Sungai yang meliputi alur pelayaran dan pelabuhan, yang meliputi pelabuhan atau dermaga umum dan pelabuhan atau terminal khusus. 

Pelabuhan atau dermaga umum terdapat di kecamatan Muara Enim, Ujan Mas, Gunung Megang, Belimbing, Empat Petulai Dangku, Kelekar, Lembak, Sungai Rotan dan Muara Belida. Begitu pula Pelabuhan atau dermaga khusus yang terdapat pula di kecamatan Belimbing, Empat Petulai Dangku, Lembak, Sungai Rotan dan Muara Belida.

Hanya saja, terkait perizinan pendirian pelabuhan yang dinilai tidak sesuai itu, pihaknya tidak memiliki kewenangan. "Dinas PUPR bidang Tata Ruang hanya menzonasikan terkait peruntukan ruang, tidak soal perizinan," ungkapnya. 

RMK Mengakui Telah Melakukan Pencemaran

Upaya RMK Energy untuk melakukan perbaikan tata kelola aktifitas dan implementasi teknologi baru dalam meminimalisir dampak debu batubara merupakan bukti sekaligus pengakuan bahwa perusahaan ini telah melakukan pelanggaran lingkungan. 

Deputi K-MAKI Sumsel, Feri Kurniawan menilai langkah ini sudah cukup tepat dilakukan oleh perusahaan, meskipun kerugian yang diderita oleh masyarakat Muara Enim dan Kota Palembang sejak perusahaan ini beroperasi, tidak tergantikan. 

Melihat kesepakatan antara perusahaan ini dengan warga Selat Punai baru-baru ini, hanya diberikan sembako, alat pertanian dan kompensasi yang dinilai Feri hanya seadanya itu, jelas membuktikan hal lain. Yaitu mencontohkan perusahaan yang hanya mengeruk sumber kekayaan daerah, tanpa memikirkan masa depan masyarakat. 

"Seharusnya lebih dari sekadar upgrade teknologi, yang masyarakat tidak bisa rasakan dampaknya puluhan tahun kedepan. Misalnya pikirkan pula bagaimana kesehatan mereka, fisiologi, psikologi dan pola hidup yang mungkin berubah sejak munculnya debu dari aktifitas perusahaan," jelas Feri. 

Apalagi berdasarkan informasi selama ini, masyarakat sangat jarang dicek kesehatannya, kalaupun dilakukan itu hanya sebatas pengecekan. "Tidak dipikirkan untuk pemberian obat-obatan, atau bagaimana mereka bisa selamat dari penyakit yang mungkin diidap kedepan," jelas Feri

Sehingga menurutnya, kompensasi yang paling tepat diterima oleh masyarakat adalah penggantian biaya kesehatan dan biaya sosial dari lebih 500 kepala keluarga yang berada di ring satu aktifitas perusahaan tersebut. 

"Dengan keuntungan yang diterima perusahaan dari banyaknya batubara yang diangkut serta debu yang dihasilkan, kami pikir Rp1 Miliar untuk satu kepala keluarga itu sudah cukup layak," tegas Feri.