Rugi Rp1,5 Triliun, Pemkab Muba Akui Kewalahan Atasi Illegal Drilling

Ilustrasi aktivitas ilegal drilling di Muba. (Amarullah Diansyah/rmolsumsel.id)
Ilustrasi aktivitas ilegal drilling di Muba. (Amarullah Diansyah/rmolsumsel.id)

Aktivitas ilegal drilling di Kabupaten Musi Banyuasin berlangsung sejak puluhan tahun lalu itu tampaknya sulit untuk dihentikan. Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin pun mencatat terdapat sekitar 7.000 sumur minyak ilegal, dari jumlah itu 1.000 sumur telah ditutup oleh Polda Sumsel.


Sekretaris Daerah Muba, Apriyadi, mengatakan, dampak lain dari aktivitas ilegal drilling tersebut yakni hilangnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dikarenakan negara mengalami kerugian lebih dari Rp 1,5 Triliun per tahun

"Kita sudah lakukan pemetaan dengan Kementerian ESDM, kerugian dan potensi dari kebocoran Migas di Muba dalam sehari mencapai 4.000-5.000 barel per hari. Artinya dalam satu hari kerugian negara mencapai Rp4,2 miliar atau per tahun mencapai Rp1,5 triliun," ungkap Apriyadi, Kamis (7/10).

Meskipun begitu, Apriyadi mengaku, Pemkab Muba tidak dapat berbuat banyak. Hal itu disebabkan wewenang wilayah kerja (WK) tempat sumur bor berada di konsesi pertambangan dan perkebunan. Pihaknya mencatat, aktivitas ilegal drilling berada di Kecamatan Bayung Lencir, Sanga Desa, Babat Toman, Keluang, dan Batang Hari Leko.

"Sumur ilegal ini memang sulit dihilangkan kita akui sulit. Jadi lokasi-lokasi yang dibuka oleh masyarakat ada di wilayah kerja semua, ada pemegang izin misalnya di Bayung Lencir di wilayah perkebunan, HTI, dan pihak swasta, BUMN," kata dia.

Menurutnya, sebagian besar pihak swasta yang mendapatkan izin konsesi tidak mau bekerjasama dalam proses pencegahan ilegal drilling. Perusahaan terkesan membiarkan dan tak ingin terlibat dalam proses pemberantasan minyak ilegal.

Apalagi ketika terjadi masalah kerusakan lingkungan hidup, atau pun ledakan sumur minyak ilegal pihak yang selalu disalahkan hanya Pemda dan kepolisian. Padahal selama ini pemda ingin masuk namun, akan menyalahi aturan jika mencoba menghentikan pertambangan ilegal yang terstruktur tersebut.

Menurut Apriyadi hanya pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM yang dapat menindak tegas pihak-pihak yang tidak serius dalam mengelola wilayah konsesinya.

"Sekarang kita pertanyakan bagaimana komitmen pemilik kewenangan yang mengelola blok tersebut, mereka kemana saat ada masalah. Jangan ketika timbul permasalahan pemda, kepolisian yang disalahkan," jelas dia.

Pihak Pemkab Muba mengapresiasi langkah Polda Sumsel menutup sekitar 1.000 sumur minyak ilegal. Hal ini akan sama, jika wewenang penindakan ada di pemda. Pihaknya bahkan akan mengusir pihak-pihak yang tidak berkomitmen dalam pemberantasan tambang ilegal.

"Beberapa kali dalam rapat pihak swasta tidak mengakui wilayah tambang ada di wilayah kerjanya. Harus ada upaya, kalau tidak sanggup serahkan wewenang ke daerah, karena ketika ada masalah Pemda juga tidak akan berbuat apa-apa kalau wewenang bukan di kita," beber dia.

"Pihak pemilik WK harusnya memiliki tanggungjawab paling tidak menjaga wilayahnya tidak rusak. Belum lagi ada kebakaran lagi di blok yang sama dimiliki perusahaan migas swasta dua hari lalu. Kami pemda maunya mereka angkat kaki dari sini, serahkan pengelolaan ke pemda," tegas dia.

Apriyadi menilai, pemda akan cepat melakukan penutupan tambang ilegal jika memiliki wewenang. Permasalahan minyak ilegal juga tidak akan selesai jika yang diproses hanya di bagian hulu saja, perlu upaya bersama mencari hilir dan muara tempat minyak ilegal itu dibawa.

"Kalau kami punya wewenang kami akan jaga wilayah kami. kalau mau membereskan minyak ilegal perlu lihat sisi hulu dan hilirnya juga," pungkasnya.