Rencana Pangkas Luas Rumah Subsidi Dikritik DPR, Irine Yusiana: Jangan Korbankan Kualitas Hunian Masyarakat

Ilustrasi rumah subsidi. (ist/rmolsumsel.id)
Ilustrasi rumah subsidi. (ist/rmolsumsel.id)

Rencana Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) memangkas batas minimal luas rumah subsidi menuai kritik dari DPR RI. 


Anggota Komisi V Irine Yusiana Roba Putri menegaskan bahwa kebijakan tersebut perlu dikaji ulang secara menyeluruh demi menjaga kualitas hidup masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Irine menilai, memperluas akses kepemilikan rumah tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kenyamanan dan kelayakan tempat tinggal. Menurutnya, rumah subsidi bukan hanya soal angka luas bangunan, melainkan ruang hidup yang layak.

“Jika rumah dibuat terlalu kecil, tidak hanya ruang hidup yang terbatas, tapi juga berpotensi menimbulkan masalah kesehatan, sosial, dan psikologis bagi penghuninya,” ujar Irine dalam keterangan tertulis, Kamis, 12 Juni 2025.

Ia menekankan pentingnya standar teknis yang memadai dalam pembangunan rumah subsidi, mulai dari tata ruang, kualitas bangunan, hingga infrastruktur dasar seperti air bersih, sanitasi, dan akses transportasi.

“Taraf kelayakan hidup masyarakat harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan perumahan. Jangan lihat rumah subsidi hanya sebagai bangunan, tapi sebagai tempat tinggal yang menentukan kualitas hidup jangka panjang,” tegas Irine.

Diketahui, Kementerian PKP mengusulkan perubahan luas bangunan rumah subsidi menjadi 18–36 meter persegi, dengan luas tanah 25–200 meter persegi. Padahal dalam aturan sebelumnya, rumah subsidi memiliki luas bangunan 21–36 meter persegi dan luas tanah minimum 60 meter persegi.

Rencana tersebut tertuang dalam draft Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025. Namun, usulan itu mendapat penolakan dari Ketua Satgas Perumahan Hashim Djojohadikusumo. Anggota Satgas Perumahan, Bonny Z Minang, menyebut Hashim tidak dilibatkan dalam penyusunan kebijakan tersebut oleh Menteri PKP Maruarar Sirait.

Sementara itu, Maruarar beralasan bahwa revisi ukuran rumah subsidi mempertimbangkan keterbatasan lahan di daerah-daerah padat penduduk. Namun, tanpa kajian mendalam dan konsensus lintas lembaga, rencana ini justru berpotensi menjadi bumerang terhadap misi perumahan rakyat.