Produksi Industri Kabel Indonesia Capai 700 Ribu Ton

Ilustrasi (istimewa/rmolsumsel.id)
Ilustrasi (istimewa/rmolsumsel.id)

Perkembangan industri kabel di Indonesia saat ini telah menunjukkan daya saingnya. Saat ini ada 54 pabrik kabel di dalam negeri yang bergerak di sektor kabel listrik. Industri ini mampu memproduksi kabel telekomunikasi, kabel listrik, dan kabel khusus seperti kabel sinyal dan wiring harness. 


Kapasitas produksi mencapai 700.000 ton. Rinciannya kabel dan konduktor tembaga sebesar 450.000 ton per tahun serta untuk produksi kabel dan konduktor alumunium mencapai 250.000 ton per tahun.

“Hal yang patut diapresiasi adalah bahwa Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dari beberapa produk kabel dan turunannya ini sangat tinggi. Sebagai contoh, produk bare cable conductor dan low voltage cable telah mencapai nilai TKDN sebesar 95 persen, artinya telah melampaui angka TKDN minimum. Sehingga menyandang predikat wajib beli,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada acara peresmian pabrik pertama PT. LSAG Cable Indonesia di Karawang, Rabu (26/1).

Sementara itu, menurut Menperin, nilai TKDN untuk kabel jenis telekomunikasi dan kabel khusus masih perlu ditingkatkan. Oleh karenanya, fokus pengembangan akan diarahkan pada pengembangan industri bahan baku utamanya, yaitu inti kabel (Optical Core).

“Saat ini, industri dalam negeri yang bergerak di sektor kabel telekomunikasi berjumlah 13 perusahaan dengan kapasitas produksi fiber optic cable telah mencapai 240.000 km per tahun,” ungkapnya.

Menperin menegaskan, pihaknya bertekad untuk menciptakan kemandirian industri dalam negeri, termasuk di sektor industri kabel. Hal ini sesuai arahan Presiden Joko Widodo,bahwa pengembangan sektor industri hilir dipercepat melalui akselerasi program hilirisasi industri sekaligus mengurangi ekspor bahan mentah atau raw material.

“Hilirisasi industri juga menjadi penting dalam rangka menjamin ketersediaan bahan baku sumber daya alam dan peningkatan nilai tambah,” jelasnya.Sebagai ilustrasi, hilirisasi dari bijih tembaga menjadi kawat konduktor akan meningkatkan nilai tambah dari USD3.900 per MT menjadi USD8.000 per MT atau naik sekitardua kali lipat.

“Selain itu, hilirisasi bijih bauksit ke kawat konduktor akan menghasilkan nilai tambah sebesar 68 kali lipat, yaitu dari nilai USD95 per MT menjadi USD6.500 per MT,” imbuhnya.

Agus menambahkan, salah satu fokus utama dari program hilirisasi termasuk di industri kabel adalah menarik sebanyak-banyaknya investasi baik berupa PMA maupun PMDN. PT. LSAG Cable Indonesia merupakan Penanaman Modal Asing (PMA) yang merupakan joint venture antara LS Cable & Systems, Korea Selatan dengan PT. Artha Metal Sinergi Indonesia (anggota PT Artha Graha Network) yang berdiri pada tanggal 20 Agustus 2018 dengan nilai investasi sebesar USD75 juta dolar, terbagi dalam tiga fase pembangunan.

“Pembangunan pabrik kabel PT. LSAG Cable Indonesia merupakan salah satu realisasi dari enam komitmen investasi yang bersifat business to business di dalam kegiatan "Indonesia-Korea Business and Investment Forum 2018: Enhancing Industrial Cooperation" yang dilaksanakan pada 10 September 2018 lalu di Korea Selatan dan dihadiri langsung oleh Bapak Presiden Joko Widodo,” paparnya.

Menperin berharap, produk kabel tersebut akan dapat mencapai nilai TKDN sebesar 80%, yang tentunya bakal mendukung kemandirian industri di dalam negeri, mendorong substitusi impor, serta menciptakan multiplier effect positif terhadap perekonomian daerah maupun nasional.