Polda Sumsel Tegaskan Kasus Mark Up Pembelian Lahan Kolam Retensi Simpang Bandara Tetap Berjalan, Segera Tetapkan Tersangka?

Massa Pembela Suara Rakyat Palembang Sumatera Selatan saat menggelar aksi. (fauzi/rmolsumsel.id)
Massa Pembela Suara Rakyat Palembang Sumatera Selatan saat menggelar aksi. (fauzi/rmolsumsel.id)

Puluhan massa yang tergabung Pembela Suara Rakyat Palembang Sumatera Selatan mendatangi Mapolda Sumsel pada Kamis (18/7). Massa meminta aparat penyidik Subdit Tipikor Polda Sumsel untuk profesional menangani kasus ini. 


Koordinator Aksi, Aan Pirang mengatakan, dari kacamata masyarakat kasus ini sudah sangat terang benderang. Apalagi terdapat sejumlah bukti kuat telah terjadi dugaan mark up pembelian lahan yang berlokasi di Jl Noerdin Panji itu. 

Menurut Aan, berdasarkan informasi yang diterimanya, lahan rawa seluas 44.000 M2 yang dibeli oleh Pemkot Palembang seharga Rp995.000 per meter itu, sejatinya bernilai tidak sampai Rp250.000 per meter. Bahkan ironinya, pemilik lahan hanya mendapat Rp55.000 per meter atas penjualan tersebut. 

"Disinilah kami duga telah terjadi mark up pembelian lahan sebesar Rp 35 miliar. Kami sudah berulang kali menggelar aksi. Terakhir di Kejati, namun mereka mengatakan ditangani oleh Polda Sumsel. Oleh sebab itu, hari ini kami meminta jawaban," kata Aan. 

Dalam orasinya juga, Aan meminta aparat untuk mengusut siapa saja yang terlibat dan menikmati hasil penjualan tersebut. Termasuk, apabila telah memiliki bukti yang cukup, pihaknya juga meminta aparat segera menetapkan tersangka atas kasus ini. 

Ps Panit Tipikor, Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumsel, Iptu Dedik Irawan yang hadir menemui massa aksi menegaskan Polda Sumsel secara profesional tengah menyelidiki kasus dugaan mark up pembelian kolam retensi ini. 

Kepada peserta aksi, Dedik menegaskan bahwa kasus ini tetap berjalan sehingga meminta mereka untuk bersabar menanti hasil penyelidikan. "Jadi, sampai sekarang memang berproses, jadi tidak berhenti, sedang berproses. Rekan-rekan sekalian jangan khawatir, terima kasih telah mengawal perkara ini sampai hari ini. Tetap yakin perkara ini kami proses!" ucapnya.

Meskipun demikian, terkait kepentingan penyelidikan, Dedik belum bisa mengungkapkan sejauh mana kasus ini diproses. Begitu pula saat dimintai tanggapan oleh awak media mengenai siapa saja yang sudah diperiksa terkait kasus ini. 

Terpisah, Kepala Dinas PUPR Kota  Palembang, Ahmad Bastari saat dikonfirmasi terkait permasalahan itu tidak memberikan respons. Pesan singkat maupun panggilan langsung yang dilakukan wartawan tidak mendapatkan jawaban. 

Diduga Libatkan Oknum Pejabat Pemkot dan BPN Palembang

Ketua Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawasan Anggaran (BPI KPNPA) RI, Feriyandi mengungkapkan jika pembelian tanah terkait proyek kolam retensi itu bermasalah serta dapat menimbulkan potensi kerugian negara dalam jumlah besar. Sebab, harga jualnya diduga tidak sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). 

"Dugaannya ada kongkalikong antara Pemkot  Palembang dengan mafia tanah. Markup-nya besar-besaran karena pembelian tanah tersebut sangat tidak sesuai dengan NJOP," kata Feriyandi. 

Selain berpotensi menimbulkan kerugian negara, Feri mengendus adanya dugaan keterlibatan mafia tanah dalam kasus tersebut. Hal itu dikarenakan pembuatan sertifikat tersebut diduga melalui program PTSL yang diperuntukan bagi warga kurang mampu. 

"Sementara pembuatan sertifikat PTSL itu tidak boleh 5.000 meter persegi. Tapi dalam proyek itu bisa lebih, jelas ini ada permainan mafia tanah dan oknum pejabat pemerintah. Karena hal ini tidak bisa dilakukan orang biasa, dugaannya melibatkan oknum pejabat Pemkot dan BPN  Palembang," pungkasnya.