Pemprov Sumsel dan Pemkot Palembang Harus Bersikap Terkait Mangkraknya Pasar Cinde

Pasar Cinde saat ini/m Hatta
Pasar Cinde saat ini/m Hatta

Pasar Cinde yang merupakan bangunan cagar budaya yang dulunya menjadi pusat transaksi jual beli di Palembang kini semakin memprihatinkan. Pasalnya hingga kini pembangunan pasar yang khas dengan pilar bermotif pohon cendawan itu mangkrak dan belum jelas kapan akan dilanjutkan pembangunannya.


Pasar Cinde yang merupakan bangunan cagar budaya yang dulunya menjadi pusat transaksi jual beli di Palembang kini semakin memprihatinkan. Pasalnya hingga kini pembangunan pasar yang khas dengan pilar bermotif pohon cendawan itu mangkrak dan belum jelas kapan akan dilanjutkan pembangunannya.

Hal tersebut tentu sangat disesalkan Kepala Balai Arkeologi Sumsel, Budi Wiyana mengatakan, pihaknya sebagai lembaga penelitian dengan menyikapi kondisi Pasar Cinde yang sudah hancur arahnya ke pelestarian.

"Karena fungsi kita tidak disitu yang memang sebetulnya , kita bukannnya menghindar yang lebih aktip BPCB  Jambi, karena mereka bagian pelestarian," kata Budi ketika ditemui di kediamannya, Sabtu (29/5).

Menurut Budi kasus hancurnya Pasar Cinde sebetulnya waktu ramai sebetulnya Kepala BPCB Jambi dulu sudah pro aktip dalam artinya hal ini belum ada kajian, akhirnya mereka mengumpulkan  para ahli untuk berdiskusi dan waktu itu dilakukan di Hotel Swarnadwipa Palembang.

“ Itu menurut saya sudah bagus , cuma setelah itu isunya jadi isu nasional  tapi akhirnya di rusak , “ katanya.

Menurutnya seharusnya dengan mangkraknya BOT pasar Cinde pihak Pemprov Sumsel dan Pemkot Palembang harus bersikap dan jangan dibiarkan kondisi Pasar Cinde  yang mangkrak tersebut.

Sebelumnya, Jhohannes Marbun, S.S., M.A dalam siaran persnya  dengan judul: “Penghancuran Bangunan Cagar budaya Pasar Cinde di Palembang: Runtuhnya Kewibawaan Pemerintah dalam Melestarikan Pasar Cinde” tertanggal 17 November 2017 menjelaskan

 Walikota Palembang, Harnojoyo telah menerbitkan Surat Keputusan Nomor 179.a/KPTS/DISBUD/2017 Tentang Penetapan Pasar Cinde sebagai Bangunan Cagar Budaya tertanggal 31 Maret 2017.

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, konsekuensi atas penetapan status tersebut adalah melestarikan cagar budaya tersebut dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya untuk berbagai kepentingan baik pengetahuan, sejarah, kebudayaan, ekonomi, maupun kepentingan lainnya.

Namun minggu pertama bulan September 2017, terjadi pengrusakan dan penghancuran terhadap Pasar Cinde yang baru 6 (enam) bulan ditetapkan sebagai bangunan Cagar Budaya.

Beberapa bagian dari Pasar Cinde – Palembang hancur di beberapa bagian terluar dan sebagian di bagian dalam pasar cinde.

Peristiwa tersebut mengundang reaksi dari komunitas #SaveCinde dengan melakukan aksi dan melibatkan komunitas seni dan diskusi.

 Pada awalnya tidak diketahui secara pasti siapa pelakunya sampai kemudian Drs. K. Sulaiman Amin selaku Asisten I Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekda Kota Palembang mengatas-namakan Walikota Palembang mengeluarkan Surat (Biasa) Nomor 511.2/001744/VI tanggal 4 Oktober 2017 ditujukan kepada Pimpinan CV. Bayu Pratama selaku Kontraktor Pembongkaran perihal Penghentian Pembongkaran Pasar Cinde, sampai dengan dikeluarkannya hasil rekomendasi dari Tim Kajian Pelestarian Pasar Cinde.

Demikian pula Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi selaku Unit Pelaksana Teknis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI telah mengeluarkan surat penolakan pembongkaran Pasar Cinde.

Namun demikian, baik Pemerintah Palembang, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, maupun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI seakan tidak berdaya dan terkesan membiarkan tindakan penghancuran terhadap Pasar Cinde.

 Jejak Gubernur Sumatera Selatan dalam silang sengkarut permasalahan Pasar Cinde telah dihendus.

Bukannya menyelesaikan, namun diduga justru menjadi bagian dari permasalahan itu tersendiri. Jejak Gubernur Sumatera Selatan terungkap dengan lahirnya Keputusan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 382/KPTS/BPKAD/2016 tentang Pembentukan Survei Penentuan Harga Kios di Bangunan Baru Pasar Modern “Pasar Cinde” untuk Pedagang Lama Pasar Cinde tertanggal 17 Juni 2016.

Dalam SK tersebut dijelaskan bahwa Gubernur Sumatera Selatan punya kepentingan dalam mengamankan Perjanjian Kerjasama (MoU) antara Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan Nomor 231/PKS/BPKAD/2016 dengan PT. Magna Beatum nomor MB/014/PKS/DIRUT/III/2016 tanggal 18 Maret 2016 terkait rencana BOT Pembangunan Mall di lahan Pasar Cinde. Pada sisi lain Gubernur Sumatera Selatan mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 612/KPTS/DISBUDPAR/2016 Tentang Pembentukan Tim Kajian Pelestarian Pasar Cinde tertanggal 05 Oktober 2016 (Perubahan atas Keputusan Gubernur Sumatera Selatan sebelumnya nomor 400/KPTS/DISBUDPAR/2016).

Tim ini pulalah yang memfasilitasi lahirnya rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya Provinsi Sumatera Selatan mengeluarkan rekomendasi kepada Walikota Palembang pada Februari 2017 untuk menetapkan Pasar Cinde sebagai cagar budaya. Rekomendasi dari tim bentukan Provinsi inilah yang dijadikan sebagai dasar bagi Walikota Palembang untuk menetapkan Pasar Cinde sebagai Bangunan Cagar Budaya.

Selanjutnya jejak Direktur Jenderal Kebudayaan Kemdikbud RI di Pasar Cinde diketahui dengan kedatangannya ke Palembang atas undangan Komunitas #SaveCinde pada tanggal 15 Agustus 2016.

Usai mengunjungi lokasi dan bertemu dengan komunitas, Dirjen Kebudayaan juga melakukan pertemuan dengan Gubernur Sumatera Selatan yang diduga pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan agar Gubernur Sumatera Selatan membentuk tim kajian pelestarian sebagaimana disebutkan di atas.

Namun demikian, Penetapan sebagai Cagar Budaya terhadap Pasar Cinde, ternyata tidak diikuti konsekuensi melestarikan bangunan tersebut.