PBB: Sekitar 2,5 Ton Uranium Hilang dari Situs Nuklir Libya

Kepala Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rafael Grossi/Net
Kepala Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rafael Grossi/Net

Berton-ton uranium alami dilaporkan menghilang dari situs nuklir Libya, yang selama ini tidak dikendalikan oleh pemerintah dan tidak disebutkan namanya.


Hal tersebut disampaikan oleh Badan Pengawas Nuklir PBB (IAEA) dalam sebuah pernyataan kepada negara-negara anggota, Rabu (16/3).

Laporan hilangnya uranium diumumkan setelah Inspektur IAEA melakukan pemeriksaan ke situs Libya pada Selasa, dan menemukan bahwa sepuluh drum berisi sekitar 2,5 ton uranium yang di simpan di sana sudah tidak ada.

"Sepuluh drum berisi sekitar 2,5 ton uranium alam dalam bentuk UOC (konsentrat bijih uranium) yang sebelumnya disimpan di lokasi tersebut, ternyata tidak ada," bunyi pernyataan IAEA, seperti dimuat Al-Arabiya.

Hilangnya uranium yang merupakan bahan energi nuklir itu dinilai berbahaya oleh IAEA karena akan menimbulkan risiko paparan radiasi.

"Tidak diketahuinya lokasi bahan nuklir saat ini dapat menimbulkan risiko radiologis, serta masalah keamanan nuklir,” kata IAEA.

Sejak 2003, Libya dibawah pimpinan Muammar Gaddafi telah meninggalkan program senjata nuklir yang sebelumnya berhasil mengumpulkan uranium untuk menciptakan bom nuklir.

Setelah digulingkan pada 2011, Libya menjadi menjadi sedikit lebih damai, meskipun pada 2014 kontrol politik telah terpecah antara faksi timur dan barat yang bersaing, dengan konflik besar terakhir diselesaikan pada 2020.

Pemerintah sementara Libya, yang diberlakukan pada awal 2021 melalui rencana perdamaian yang didukung PBB, seharusnya hanya berlangsung sampai pemilihan yang dijadwalkan pada bulan Desember tahun itu.

Namun, hingga kini pemilu masih belum diadakan, dan legitimasi pemerintah Libya kini juga diperdebatkan.