Oknum Guru Ponpes di OKI Dituntut 12 Tahun Penjara Terkait Asusila

ilustrasi/net
ilustrasi/net

Kasus asusila yang terjadi di lingkungan Ponpes Yasinda OKI masih terus bergulir. AM (38) yang berprofesi sebagai pengajar, kini harus menunggu proses peradilan atas tindakannya yang telah melakukan tindak asusila terhadap korban B (14). 


Dalam sidang yang digelar pada Selasa (7/11) di Pengadilan Negeri Kayuagung, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri OKI, Parid Purnomo menuntut terdakwa AM dengan hukuman 12 tahun penjara. 

Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari OKI, Arief membenarkan adanya tuntutan 12 tahun tersebut. 

"Tuntutan tersebut berdasarkan dua hal yang juga harus dipertimbangkan, yakni hal yang meringankan dan memberatkan terdakwa," jelas Arif.

Menurut Arif, hal yang meringankan terdakwa yaitu mengakui segala perbuatannya. Sementara jika terdakwa tidak mengakui, justru akan memperberat tuntutan terhadapnya. 

Selain itu, dengan kesiapan terdakwa membayar restitusi terhadap korban juga menjadi pertimbangan untuk meringankan tuntutan terhadap terdakwa. 

Terkait tuntutan 12 tahun atas terdakwa, Arif menjelaskan bahwa dalam kasus asusila tersebut terdapat 2 SPDP. Hal itu pula yang menjadi alasan pihak JPU tidak menuntutnya secara maksimal. 

"Karena mengingat kasus ini maksimalnya tidak akan lebih 15 atau 20 tahun. Itulah alasan kenapa tuntutan tidak kita maksimalkan, lantaran ada tuntutan yang berikutnya," ungkapnya.

Dikatakannya lagi, jika diawal sudah dituntut maksimal, maka pihaknya sulit mengkalkulasikan hukuman yang akan dituntut di laporan yang kedua. 

"Ini juga termasuk tinggi, dari 15 menjadi 12 tahun penjara. Ditambah lagi tuntutan kedua ini, setahu saya komulatifnya 20 tahun. Oleh karena itu, jika tadi sudah dipakai di depan, maka nanti bakal menuntut apalagi," tuturnya.

Secara terpisah, Andi Wijaya SH, selaku Kuasa Hukum terdakwa mengatakan, pihaknya akan mengajukan pledoi tertulis atas tuntutan JPU Kejari OKI.

"Kita melakukan pledoi karena memang di dalam KUHAP itu diatur, terdakwa melakukan pembelaan baik tertulis maupun lisan. Selasa (14/11) nanti, pledoinya secara tertulis, karena melalui kuasa jadi wajib tertulis," tuturnya.

Menurut Andi, tuntutan 12 tahun tentu masih berat. Karena di pasal yang dituntutkan Pasal 81, di mana ada batas minimal dan maksimalnya.

"Minimal putusan itu 5 tahun dan maksimal ada di 15 tahun, jadi menurut saya masih terlalu tinggi jika 12 tahun. Adanya pledoi nanti, kita berharap masih ada keringanan dari Majelis Hakim," imbuhnya.

Sementara, Aulia Aziz Al Haqqi SH pengacara Si (41) keluarga korban B (14) dari Advocate and Legal Consultant Prasaja Law Firm mengemukakan, dari keluarga korban pastinya tetap meminta hukuman maksimal.

"Kalau terkait masalah restitusi itu bukannya ditolak, karena sudah ada gugatan. Beda antara restitusi dan gugatan. Kalau restitusi mau dikabulkan, silahkan tidak pernah menolak," kata Aulia, Kamis (8/11).

Menurut Aulia, gugatan perdata sudah berjalan terkait ganti rugi, beda lagi objeknya. Di mana restitusi lekat pada proses pidana, sedangkan gugatan itu terkait perdata, khusus.

"Gugatan itulah dia menawarkan untuk mengganti rugi sebesar Rp50 juta, tetapi klien kita tidak menerima karena tuntutan tidak sesuai. Kalau melihat perjuangan klien dan juga dampak kedepan, berobat itu tidak cukup. Oleh karenanya, kemarin klien kita meminta sebesar Rp200 juta," kata Aulia. 

Lebih jauh Aulia Aziz berharap, terkait hukuman, ia meminta Majelis Hakim tetap mengupayakan hukuman maksimal, sesuai dengan tuntutan JPU. 

Ia menambahkan, jika memang Majelis Hakim mempunyai pandangan-pandangan lain, selaku Kuasa Hukum keluaga korban, ia tetap meminta hukuman maksimal sesuai dengan isi pasal yaitu 15 tahun penjara. 

"Karena hakim boleh saja memutus sendiri berdasarkan hati nuraninya, untuk memutus lebih dari apa yang dipinta oleh jaksa," tutupnya.