Mengaku Belum Ada Putusan Pengadilan dan Ganti Rugi, Lahan Suhaimi Malah Dipagari oleh PLN

Lahan warga di Jalan Masjid RT 22 Kelurahan Talang Keramat, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin dipagari oleh PLN/ist
Lahan warga di Jalan Masjid RT 22 Kelurahan Talang Keramat, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin dipagari oleh PLN/ist

Suhaimi, warga Kebun Bunga, Kecamatan Sukarami, Palembang mengaku telah menjadi korban mafia tanah. 


Tanahnya seluas dua hektar yang berada di Jalan Masjid RT 22 Kelurahan Talang Keramat, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin disebutnya telah diduduki paksa oleh PT PLN Unit Induk Pembangunan (UIP) Sumbagsel.

Kepada Kantor Berita RMOLSumsel, Suhaimi mengatakan kalau tanah itu dipagar keliling oleh PLN bersama aparat Polres Banyuasin pada Selasa (21/11) lalu, meskipun belum ada putusan tetap dari pengadilan.

"Padahal kami membeli tanah tersebut pada 2020 lalu seharga Rp300 juta lengkap dengan alas hak yang jelas," ujarnya didampingi penasihat hukum Abu Karim Tamem.

Diceritakan, proses pemagaran itu berawal saat kliennya mendapatkan surat dari seksi Datun Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel. Mereka diundang pada, Senin (20/11), ke Kantor Kejati Sumsel untuk hadir selaku pemilik lahan.

"Kami hadir disana. Alasan mereka yakni ingin melakukan pengukuran tanah. Kami di pertemuan itu langsung protes, karena kami tidak pernah merasa diberikan ganti rugi atas lahan tersebut," kata Suhaimi.

Sehingga pihaknya menuding ada upaya persekusi dari aparatur negara karena sengketa tanah tersebut, tidak pernah berproses sampai ke pengadilan. Terlebih, PLN bersama Kejaksaan yang melakukan proses tersebut hanya berlandaskan alas hak yang masih bersengketa. 

Kronologi Kepemilikan Tanah

Penasihat hukum Suhaimi, Abu Karim Temem mengungkapkan, kasus sengketa tanah tersebut sebenarnya telah bergulir sejak 2021 silam. Puncaknya, kliennya membuat laporan ke Polres Banyuasin atas kasus penyerobotan tanah Pasal 385 KUHP dengan terlapor atas nama Sakim. 

Sakim sendiri merupakan mantan anggota DPRD Sumsel yang saat ini sedang menjalani vonis pengadilan atas kasus lahan. Namun, laporannya terhadap Sakim saat itu tidak ditindaklanjuti dan Polres Banyuasin mengeluarkan SP3 alias menghentikan proses penyelidikan.

Menurut Abu Karim, kronologis atau sejarah kepemilikan tanah yang diklaim oleh PLN yakni lahan tersebut awalnya dimiliki oleh seseorang bernama Husna, kemudian dijual ke orang lain bernama Bahamid, lalu dijual ke orang Batak baru kemudian ke Sakim. Selanjutnya, oleh Sakim lahan tersebut dibuat sertifikat hak milik (SHM). 

Tanah tersebut kemudian dijual ke Bambang Chandra Lay dan kembali dijual ke PLN. "Dugaan kuat proses penerbitan SHM Nomor 5117 merupakan alas hak palsu. Pasalnya berdasarkan berita acara pemeriksaan laboratoris kriminalistik nomor LAB:77/DTF/2018 dan berdasarkan surat pernyataan A.SAAT Prabu selaku Ketua RT 01 Dusun V Soak Desa Kenten, tanah yang dimaksud bukan yang diduduki mereka saat ini," ungkapnya. 

Sementara untuk alas hak yang dimiliki kliennya, berdasarkan surat jual beli No 29/C/63. Surat tersebut lalu dikuatkan melalui gambar situasi (GS) No6/MUBA/1982. GS itu lalu dikuatkan kembali melalui akta jua beli No.AG.120/632/TK/KN/1986 tanggal 13 Agustus 1986 atas nama Michwan bin Haji Zinuri. 

Lalu, tanah tersebut diberikan kepada ahli waris Michwan yang merupakan anak kandungnya bernama M Endy Mulia Putra.  Dari Endy inilah, Suhaimi membeli tanah tersebut yang dibuktikan melalui akta notaris Tosca Mayangkara SH MKn nomor 22 tanggal 14 Desember 2020. 

Berdasarkan alas hak itu, Suhaimi ingin meningkatkan dokumen kepemilikannya menjadi SHM. Setelah alas hak dinyatakan lengkap, BPN Banyuasin kemudian melakukan pengukuran tanah di sekitar bulan April 2021. 

"Tetapi hingga saat ini, proses SHM tersebut tak kunjung keluar. Kalau memang alas haknya bermasalah, tidak mungkin BPN mau melakukan pengukuran," bebernya. 

Sehingga, kata Abu Karim, proses pendudukan melalui pemagaran lahan yang dilakukan oleh PLN bisa dianggap tidak memiliki dasar yang kuat karena belum berdasarkan surat perintah dari pengadilan. 

"Kami akan melakukan langkah hukum lain dengan memproses pidana orang-orang yang berkaitan dengan kasus kepemilikan lahan tersebut," terang Abu Karim. 

Mafia Tanah Merajalela

Kasus pendudukan lahan ini juga mendapat sorotan dari organisasi Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara & Pengawas Anggaran (BPI KPNPA) RI Sumsel. 

"Kasus yang dialami Suhaimi ini menandakan masih banyaknya mafia tanah yang bermain. Sayangnya, negara malah membeli tanah yang memiliki kronologi sejarah yang tidak tepat. Tanpa melakukan penelusuran lebih lanjut," kata Ketua DPW BPI KPNPA RI Sumsel, Feriyandi saat dibincangi. 

Feriyandi menegaskan, pihaknya akan mendampingi Suhaimi dalam membela hak-haknya selaku pemilik tanah. 

"Sejak lama, BPI KPNPA RI selalu concern terhadap masalah yang berkaitan dengan mafia tanah. Tentunya, kami akan mendampingi pak Suhaimi yang kami anggap sebagai korban mafia tanah," tandasnya.

Sampai berita ini diturunkan, Manager Komunikasi & TJSL PLN UID S2JB Iwan Arissetyadhi yang dikonfirmasi melalui pesan singkat belum memberikan jawaban.