Menarik Belum Tentu Aman, Jangan Abaikan Bahaya dari Produk Kemasan Makanan

Ilustrasi kemasan makanan. (net)
Ilustrasi kemasan makanan. (net)

Keamanan kemasan pangan atau makanan, selama ini masih luput jadi perhatian publik. Padahal, bukan hanya berpengaruh pada pencemaran lingkungan tapi kemasan yang tidak baik akan berbahaya bagi kesehatan manusia.


Direktur Program Gita Pertiwi, Titik Eka Sasanti mengatakan dalam konteks mutu dan keamanan pangan, seharusnya kemasan makanan menjadi poin penting. Sebab, banyak istilah senyawa kimia berbahaya dalam kemasan pangan yang tidak dipublikasikan. 

Titik menilai, produsen pangan hanya berlomba-lomba membuat kemasan pangan semenarik mungkin tanpa mengindahkan keamanan dari kemasan. Banyak istilah kimia yang ada dalam kemasan pangan tidak familiar untuk orang umum. Sehingga pasti tidak akan tahu, karena jarang terpublikasi khususnya kepada UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah). 

“Oleh karenanya, ini perlu menjadi perhatian khusus bersama,” ujar Titik dalam Diskusi Santai memperingati Hari Keamanan Pangan Sedunia yang digelar Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI), Senin (7/6) lalu . 

“Meskipun sudah ada regulasi, kami tetap menemukan fakta menarik di lapangan seperti koran jadi alas gorengan, kertas minyak jadi pembungkus makanan, ini menjadi idola di masyarakat karena bahan ini yang mudah diakses dan murah harganya. Padahal ini mengandung bahan kimia beracun yang berbahaya bagi masyarakat,” jelasnya. 

Titik memaparkan kemasan makanan tersebut mengandung Pb (timbal) yang dapat menjadi pemicu gangguan saluran pernapasan, sistem pencernaan, sistem peredaran darah, ginjal, hati, otak, saraf, alat reproduksi, dan tulang. Tak hanya itu, tinta yang ada dalam koran juga menjadi pemicu kanker. 

“Kemasan pangan masih banyak menggunakan bahan berbahaya, seperti di dalam plastik yang mengandung logam beratnya, timbalnya cukup tinggi, itu menjadi salah satu pemicu timbulnya kanker, kemudian kerusakan otak, jaringan saraf, dan juga saluran pencernaan,” ungkapnya. 

Peneliti dari Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Bella Nathania menyebutkan, kemasan pangan terutama plastik sekali pakai juga menjadi pemicu pencemaran lingkungan terutama di lautan. 

“Jadi sebenarnya pencemar terburuk adalah industri-industri yang bergerak pada bidang makanan dan minuman, inilah mengapa kemasan makanan itu penting untuk dibahas, tapi sering diabaikan,” jelasnya. 

Bella menjelaskan, terkait regulasi keamanan pangan, ada dua sektor yang mengatur yakni lingkungan hidup dan BPOM. Namun, acap kali kedua peraturan dalam dua sektor tersebut tidak berjalan beriringan, seperti salah satunya terkait peraturan penggunaan styrofoam, KLHK melarang sementara BPOM tetap mengizinkan.

Seharusnya, tegas Bella, dalam hal ini pemerintah bisa melakukan dorongan supaya produsen bisa ikut dengan aturan dengan memberikan insentif. Misalnya jika produsen tidak menggunakan styrofoam, maka produsen bisa mendapatkan insentif.