Masalah yang timbul akibat usaha Rumah Burung Walet (RBW) di Kota Baturaja, Kabupaten OKU, kini menjadi perhatian serius bagi pemerintah setempat dan masyarakat.
- Bentuk Tim Terpadu, Pemkab OKU Bakal Cek Seluruh Penangkaran Burung Walet
- Pemkot Lubuklinggau Kesulitan Pungut Pajak Sarang Burung Walet
Baca Juga
Pasalnya, sudah banyak warga yang mengeluh karena dampak dari usaha Rumah Burung Walet (RBW), mulai dari kebisingan, kesehatan hingga limbah dari kotoran burung walet.
Bukan Cuma itu, masyarakat juga mempertanyakan tentang mudahnya para pengusaha sarang walet dalam mendapatkan izin. Mengingat, banyak persyaratan yang harus dipenuhi dalam mendirikan usaha RBW di antaranya, harus ada persetujuan warga di sekitar gedung sarang burung walet, rekomendasi camat dan berjarak minimal 100 meter dari pemukiman penduduk.
"Pembangunan gedung sarang walet tidak boleh dilakukan di kawasan pemukiman karena limbah dari kotoran burung walet dapat mencemari lingkungan sekitar gedung sarang walet," ungkap Edwin, salah satu penggiat lingkungan di Kota Baturaja.
Apalagi kata dia, hampir sebagian besar ruko yang dijadikan sarang burung walet, di bagian lantai dasarnya ada yang dijadikan tempat usaha kuliner atau makanan.
"Kita tidak tahu apakah makanan yang dijual di bangunan atau di sekitar bangunan sarang burung walet higienis, baik untuk kesehatan," katanya.
Menurutnya, pemerintah terkait seharusnya selektif dalam memberikan rekomendasi atau izin kepada pemilik bangunan yang hendak membuka usaha sarang burung walet.
"Kalau satu bangunan sudah ada usaha kuliner atau usaha lainnya, apakah boleh di atasnya ada usaha sarang burung walet. Pemerintah harus mengkaji ulang izin-izin mereka," ujarnya.
Misal, lanjut Edwin, untuk permasalahan limbah kotoran burung walet, itu menjadi kewenangan dan tugas pihaki Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) untuk memastikan agar tidak berdampak terhadap warga di sekitar gedung sarang burung walet.
Sedangkan untuk pajaknya, sambungnya, menjadi kewenangan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).
"Tarif pajak sarang burung walet yang sudah ditetapkan pemerintah kalau tidak salah paling tinggi sebesar 10 persen. Hal ini sudah diatur dalam Pasal 79. Dasar hukumnya, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup," terangnya.
Sementara itu, Kabid Penataan dan Penaatan Lingkungan Hidup (PPLH) Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten OKU, Febri Kuncoro, mengakui jika permasalahan limbah dari kotoran burung walet menjadi tugas dan kewenangan pihaknya.
"Iya, masalah limbah kotoran burung walet masuk dalam kewenangan kita. Di dalam kota Baturaja ada ratusan usaha sarang burung walet," pungkasnya.
- KPK Dalami Keterlibatan Pejabat Pemkab Lamteng di Kasus Suap Proyek di OKU
- Warga OKU Gelar Aksi Unjuk Rasa di Gedung KPK, Minta Kasus OTT Dinas PUPR Diusut Hingga Tuntas
- Bocah SD di OKU Tenggelam saat Mandi di Sungai Wall