Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan menuntut empat mantan direksi PT Sarana Pembangunan Palembang Jaya (SP2J), badan usaha milik Pemkot Palembang, atas dugaan korupsi proyek penyambungan jaringan gas (Jargas) tahun 2019 yang merugikan negara Rp 3,9 miliar.
- Sebut Tuntutan Jaksa Terlalu Ringan, Korban Penganiayaan di Muratara Protes Jaksa
- Dinilai Perbuatan Sadis, Otak Pelaku Pembunuhan dan Pemerkosaan Siswi SMP Dituntut Hukuman Mati
- Sidang Kasus Pembunuhan dan Pemerkosaan Siswi SMP di Palembang: Tiga Pelaku Dituntut Hukuman Berbeda
Baca Juga
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Palembang, Kamis (13/12) kemarin. JPU Hermansyah didampingi Iskandar mengungkap para terdakwa telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) Direksi untuk proyek Jargas dengan metode swakelola, meski nilainya melebihi Rp 500 juta.
Sesuai aturan, proyek sebesar itu harus melalui lelang terbuka. Adapun keempat terdakwa adalah Ahmad Nopan (mantan Direktur Utama sekaligus Pengguna Anggaran), Antony Rais (mantan Direktur Operasional merangkap Pejabat Pembuat Komitmen), Sumirin T Tjinto (mantan Direktur Keuangan), dan Rubinsi (mantan Direktur Umum).
"Dalam perkara ini keempat terdakwa sepakat secara bersamaan-sama menerbitkan SK Direksi PT SP2J terkait metode swakelola dalam proyek pekerjaan Jargas. Seharusnya yang berwenang menentukan pekerjaan dilakukan swakelola atau dilelang adalah pihak dari pengadaan bukan Direksi," tegas JPU saat membacakan tuntutan.
Ahmad Nopan dituntut hukuman 6 tahun penjara, denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp 1,8 miliar.
Jika uang pengganti tidak dibayar setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka asetnya akan disita. Apabila aset tidak mencukupi, hukuman penjara tambahan selama 2 tahun 6 bulan akan diberlakukan.
Sementara itu, Antony Rais, Sumirin T Tjinto, dan Rubinsi masing-masing dituntut hukuman 2 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider 4 bulan kurungan.
JPU menjelaskan bahwa keempat terdakwa sepakat menerbitkan SK Direksi untuk menggunakan metode swakelola dalam proyek Jargas dengan anggaran Rp 22,5 miliar.
"Dari itulah tidak dibenarkan proyek Jargas yang item pekerjaannya di atas Rp 500 juta dilakukan swakelola, karena hal tersebut telah menyalahi peraturan tentang pengadaan barang dan jasa," jelas JPU.
Akibat penerbitan SK tersebut, para terdakwa dinilai melakukan perbuatan melawan hukum yang menguntungkan pihak tertentu, termasuk terdakwa Ahmad Nopan sebesar Rp 1,8 miliar, serta saksi Pekik yang diduga menerima keuntungan Rp 2,27 miliar dari pembelian pipa dan aksesorinya.
“Dimana dalam perkara ini telah menguntungkan terdakwa Ahmad Nopan Rp 1,8 miliar dan menguntungkan saksi Pekik selaku pihak tempat pembelian pipa dan aksesori pipa yakni fitting sebesar Rp 2 miliar lebih atau lebih kurang Rp 2.274.957.985,” papar JPU dalam persidangan.
JPU menegaskan bahwa tindakan ini melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sidang lanjutan akan menentukan vonis majelis hakim terhadap para terdakwa.
- Eksekusi Ruko Milik Terdakwa Korupsi Timah Hendry Lie Gagal, Kuasa Hukum Ajukan Keberatan
- Aswari Rivai Mangkir Lagi di Sidang Korupsi Andalas Bara Sejahtera, Pengacara Terdakwa Minta Seret Paksa
- Tanggapi Klaim Lina Mukherjee Soal Dugaan Pemerasan, PN Palembang Persilakan Buat Laporan Resmi ke Bawas