[Lapsus] Defisit PAD, Berpihak Kemana Arah Kebijakan Keuangan Pemkot Palembang? 

Jembatan Ampera sebagai ikon kota Palembang. (rmolsumsel.id)
Jembatan Ampera sebagai ikon kota Palembang. (rmolsumsel.id)

Minimnya capaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak membuat Pemkot Palembang mengalami defisit dua tahun berturut-turut. Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasinya. 


Selama dua tahun berturut-turut, PAD dari sektor pajak yang dicanangkan oleh Kepala BPPD, Sulaiman Amin, sangat jauh dari target. "Dari 11 sektor pajak, realisasinya hingga saat ini baru Rp300 miliar, ini masih jauh dari target," kata Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Palembang, Ratu Dewa kepada Kantor Berita RMOLSumsel beberapa waktu lalu. 

Semula Pemkot Palembang menargetkan pemasukan dari sektor pajak sebesar Rp1,2 Triliun, namun setelah direvisi turun menjadi Rp812 Miliar. Sayangnya, target revisi tersebut juga masih belum bisa dipenuhi. Tidak terealisasinya capaian PAD sampai dalam pertengahan tahun ini, salah satunya disebabkan oleh kebijakan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dikeluarkan Pemkot di masa pandemi. 

Hotel dan restoran yang selama ini menjadi penyumbang terbesar, menjadi salah satu sektor yang terpukul akibat kebijakan pembatasan ini. Tercatat, sejak awal hingga pertengahan Agustus realisasi pajak Restoran dan Rumah makan baru mencapai Rp82 miliar. Sedangkan, hotel baru mencapai Rp25 miliar.

Sementara itu, Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (BPPD) Palembang Sulaiman Amin melalui Kabid Pajak dan Lainnya (PDL), Taslim, mengaku telah berupaya maksimal untuk mendongkrak pemasukkan dari sektor pajak daerah. Pihaknya telah berupaya mengejar wajib pajak dengan melakukan sosialisasi, monitoring dan pengawasan. Namun, tetap saja belum mampu merealisasikan capaian sesuai target akibat adanya kebijakan PPKM.

"Wajib pajak ini mengalami penurunan omset akibat berlakunya PPKM sehingga mereka ada yang menunda bayar. Bahkan, ada yang membayar tidak sesuai dengan tahun dan bulan sebelumnya," ujarnya. 

Sebelumnya, pada tahun 2020 rasio PAD juga tidak mampu mencapai target bahkan hingga akhir tahun hanya mencapai sekitar 60 persen dari target Rp1,2 triliun. Pemasukan yang tidak mencapai target ini membuat keuangan Pemkot Palembang defisit. Sebab, pemasukan dari sektor lain, seperti BUMD juga masih belum signifikan. 

Berdasarkan data dari Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu, untuk tahun 2019, Pemkot Palembang menganggarkan pemasukan dari sektor pajak sebesar Rp 1.314.232.400.000, dengan realisasi sebesar Rp 832.056.845.614 atau 63,31 persen. Sedangkan anggaran untuk pemasukan dari retribusi daerah, sebesar Rp 131.145.000.000, dengan realisasi sebesar Rp 47.169.725.887 atau 35,97 persen.

Sementara untuk tahun 2020, Pemkot Palembang menganggarkan pemasukan dari sektor pajak sebesar Rp 1.502.005.000.000, dengan realisasi sebesar Rp 787.923.892.941 atau 52,46 persen. Sedangkan anggaran untuk pemasukan dari retribusi daerah, sebesar Rp 127.932.350.000, dengan realisasi sebesar Rp 35.526.389.909 atau 27,77 persen.

Untuk tahun ini, sampai 13 September 2021, Pemkot Palembang menganggarkan pemasukan dari sektor pajak sebesar Rp 1.279.951.000.000, dengan realisasi baru sebesar Rp 444.134.907.825 atau 34,70 persen. Sedangkan anggaran untuk pemasukan dari retribusi daerah, sebesar Rp 60.773.550.000, dengan realisasi baru sebesar Rp 25.242.840.881 atau 41,54 persen.

Sekda Pilih Potong Tunjangan Pegawai

Sebagai ibu kota Provinsi Sumsel, Kota Palembang cukup diperhitungkan di level nasional. Geliat perekonomian masyarakatnya jadi tolok ukur kabupaten/kota lain. Hanya saja, dua tahun diterpa pandemi, Palembang pun harus mengalami defisit anggaran hingga Rp400 miliar. Itu belum ditambah utang paket pengerjaan proyek infrastruktur tahun 2019-2020 yang mencapai Rp216 miliar.

Sekda Ratu Dewa menjelaskan, defisit dan utang ini bermula pada tahun 2019-2020 saat terjadi pandemi. Pihaknya terpaksa merelokasi dan merefocussing anggaran untuk penanganan pandemi. Sehingga program kerja untuk satu tahun tersebut telah dianggarkan, mau tidak mau harus terutang, dimana mayoritasnya adalah paket pengerjaan proyek infrastruktur.

"Tapi di tahun ini kami berangsur untuk membayar utang tersebut," kata dia.

Sekretaris Daerah Kota Palembang, Ratu Dewa. (rmolsumsel.id)

Cara instan yang dilakukan Pemkot Palembang yakni dengan memangkas Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP) sampai 50 persen dan mulai berlaku pada Agustus hingga Desember ini. "Upaya ini akan terus dilakukan jika kondisi keuangan belum memungkinkan hingga 2022 mendatang, termasuk TPP saya sendiri dipotong," katanya.

Sebab, dia mengaku total dana yang dikeluarkan untuk pembayaran TPP ini yaitu mencapai Rp500 miliar. Sehingga, dengan adanya pemotongan sebesar 50 persen maka hasil pemotongan mencapai Rp250 miliar. 

Dana pemotongan inilah yang rencananya akan digunakan untuk membayar utang Pemkot Palembang tersebut. Ditambah dengan penghematan-penghematan lain yang dilakukan seperti belanja SKPD yang tidak penting, misalnya perjalanan dinas dan lain sebagainya. "Kecuali belanja wajib. Sehingga total dana (tambahan) yang didapatkan yaitu Rp200 miliar. Uang ini diprioritaskan untuk pembayaran utang Pemkot Palembang," terangnya.

Wali Kota Harnojoyo Bersyukur Karena Bisa Ajukan Pinjaman

Selain itu, untuk menutupi defisit dan utang ini, Pemkot Palembang juga sudah mengajukan pinjaman salah satunya dari Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Wali Kota Palembang Harnojoyo, usai rapat koordinasi teknis bersama DJPK Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri serta PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Rabu (8/9), bersyukur karena telah mengajukan pinjaman sebesar Rp117 Miliar.

“Alhamdulillah, Kota Palembang mengajukan dengan jumlah Rp117 miliar untuk pendanaan sektor infrastruktur. Tinggal saat ini prinsipnya persiapan dalam penyempurnaan administrasi,” kata Harnojoyo.

Wali Kota Harnojoyo dan Wakil Wali Kota Fitrianti Agustinda. (rmolsumsel.id)

Dijelaskan Harnojoyo, dari nominal Rp117 miliar yang diajukan Pemkot Palembang, sudah mendapatkan penilaian dari SMI, dengan beberapa hal yang mesti diperbaiki. “Mudah-mudahan ini dapat terealisasi. Karena kemarin bersama DPRD saat rapat pembahasan, perubahan anggaran sudah juga kita masukan dalam KUP dan PPSP tahun 2021,” Harnojoyo menuturkan.

Sementara itu, Kepala Bappeda Litbang Kota Palembang Harrey Hadi, menambahkan bahwa dana tersebut akan dipakai untuk sektor pembangunan, pendidikan hingga kesehatan. “Kalau untuk pendidikan bisa saja untuk ruang kelas baru maupun perbaikan sekolah. PEN ini memang untuk pemulihan ekonomi dari dampak Covid,” kata Harrey. 

Pembayarannya dilakukan dengan mekanisme cicilan selama tiga tahun kedepan. "Nanti pembayaran cicilannya melalui pemotongan dana transfer pusat yang dipotong secara tiga tahap dengan tenor 6 bulan selama tiga tahun," jelasnya.

Kepala BPKAD Palembang: Setop Belanja Tidak Penting

Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Palembang, Zulkarnain mengatakan pembayaran utang sebesar sekitar Rp216 Miliar akan menjadi prioritas untuk tahun 2021. "Dengan pemotongan TPP kami bergerak membayar utang ini," katanya kepada Kantor Berita RMOLSumsel. Sampai pertengahan tahun, utang tersebut diklaim telah dibayarkan sampai 80 persen. 

Oleh sebab itu, di tengah defisitnya anggaran Pemkot Palembang ia meminta SKPD untuk menyetop pengadaan atau belanja yang tidak penting seperti tahun-tahun sebelumnya, untuk menyeimbangkan neraca keuangan Pemkot Palembang. "Kami harap SKPD mengerti dengan kondisi (pandemi) ini, terlebih lagi saat ini fokus dan memprioritaskan pembayaran utang," ungkapnya. 

Badut di persimpangan traffic light kota Palembang sebagai potret kemiskinan kota. (rmolsumsel.id)

Di sisi lain, akibat pandemi Covid-19 ini, warga Miskin Baru (Misbar) di Kota Palembang meningkat tajam. Berdasarkan data, BPS Palembang pada Maret 2021 lalu, total warga miskin yang tercatat tahun 2020 yaitu mencapai 182,61 ribu jiwa atau 10,89 persen. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan Maret 2019 yang hanya 180,67 ribu jiwa atau 10,89 persen dari total penduduk saat ini, yaitu 1.668.848 jiwa.

Hal ini dibenarkan oleh Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Palembang, Heri Aprian. Namun sayangnya sampai saat ini belum ada alokasi bantuan untuk masyarakat miskin itu yang dianggarkan lewat APBD, melainkan hanya menunggu bantuan dari pusat. "Ada (tambahan) sekitar 80.000 warga misbar. 60.000 diantaranya sudah mendapat bantuan, tinggal 20.000 lagi," ungkapnya. 

Bantuan yang diberikan merupakan bantuan dari Kementerian Sosial, berupa Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yaitu beras 10 kilogram, serta sayuran, telur dan lain sebagainya senilai Rp200 ribu setiap bulan. Juga PKH yang diberikan berdasarkan kriteria kemiskinan seperti dari pendidikan, ibu hamil dan lain sebagainya yang diberikan per tiga bulan sekali.

Akan tetapi, Heri mengatakan jika pihaknya tetap menyalurkan bantuan dari pihak swasta kepada warga Misbar di kota Palembang. Seperti diantaranya bantuan dari Yayasan Budha Tzu Chi dan sebagainya. Sebagai langkah lanjutan, angka penambahan Misbar ini juga telah diajukan ke Kemensos untuk mendapat bantuan tambahan. 

Selain Lift, Pemkot Juga Rehab Ruangan Wali Kota - Wakil Wali Kota 

Pada saat yang sama, Pemkot Palembang terus membuka pengadaan berbagai proyek, seperti dilansir dari laman https://lpse.palembang.go.id/. Penelusuran yang dilakukan oleh tim Kantor Berita RMOLSumsel, terungkap jika sejak Desember 2020 sampai September 2021, Pemkot Palembang telah merencanakan belanja pengadaan sebanyak 4.108 paket dengan nilai lebih dari Rp1 Triliun.

Proses rehab yang berlangsung di Pemkot Palembang. (rmolsumsel.id)

Dari daftar rencana pengadaan yang terdapat dalam penelusuran itu, terdapat lima besar Satker/Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang melakukan belanja pengadaan terbesar berdasarkan nilai PAGU, yakni : (1) Dinas Pendidikan Kota Palembang dengan belanja pengadaan sebesar Rp 1 Triliun dan Pagu RUP sebesar Rp133 Miliar; (2) Badan Pengelolaan Pajak Daerah Kota Palembang dengan belanja pengadaan Rp112 Miliar dan pagu RUP sebesar Rp111 Miliar; (3) Dinas Perhubungan Kota Palembang dengan belanja pengadaan sebesar Rp66 Miliar dan Pagu RUP 27 Juta; (4) Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Palembang dengan belanja pengadaan sebesar Rp33 Miliar dan Pagu RUP Rp4 Miliar; dan (5) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Palembang dengan belanja pengadaan sebesar Rp27 Miliar dan Pagu RUP 24 Miliar

Untuk hibah, Pemkot Palembang menganggarkan Belanja Hibah Uang kepada Badan dan Lembaga Nirlaba, Sukarela dan Sosial yang telah Memiliki Surat keterangan Terdaftar senilai Rp 3.999.465.000 dan Belanja hibah uang kepada badan dan lembaga Nirlaba, sukarela dan sosial kegiatan paskibraka sebesar Rp 1.500.000.000.

Sedangkan lima besar Satker/Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang melakukan belanja pengadaan terbesar berdasarkan jumlah paket, yakni : (1) Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Palembang dengan +1000 Paket Pengadaan; (2) Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Palembang dengan 819 Paket Pengadaan; (3) Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Palembang dengan 465 Paket Pengadaan; (4) Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kota Palembang dengan 255 Paket Pengadaan; dan (5) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Palembang bersama Dinas Perikanan Kota Palembang dengan 217 Paket Pengadaan. 

Data tersebut juga menunjukkan jenis pengadaan berdasarkan nilai PAGU, yakni : (1) 75,4 Persen digunakan untuk pekerjaan konstruksi; (2) 18,6 persen digunakan untuk pengadaan barang; (3) 3,7 persen digunakan untuk jasa lainnya; dan (4) 2,2 persen digunakan untuk jasa konsultasi. Sementara jika berdasarkan jenisnya, jumlah paket pengadaan yang dilakukan oleh Pemkot Palembang berdasarkan data tersebut, terdapat sebanyak : (1) 58,9 persen untuk pekerjaan konstruksi; (2) 29,8 persen untuk pengadaan barang; (3) 6,5 persen untuk jasa konsultasi; dan (4) 4,8 persen untuk jasa lainnya.

Gedung Kantor Wali Kota Palembang. (rmolsumsel.id)

Daftar tersebut juga menunjukkan pengadaan yang dilakukan oleh Bagian Umum Setda Kota Palembang. Sebelumnya, satker ini sempat menuai kritik karena melakukan pengadaan lift di Pemkot Palembang yang berlangsung di tengah pandemi (baca: https://www.rmolsumsel.id/dewan-persoalkan-pengadaan-lift-di-kantor-ledeng-tak-begitu-penting-di-tengah-pandemi). Nyatanya, tidak hanya lift, beberapa pengadaan yang menggunakan anggaran cukup besar lain juga direncanakan tahun ini.  

Yaitu : (1) Rehab Ruang Parameswara Bagian Umum dengan nilai Rp 3.293.290.000; (2) Rehab Ruang Wali Kota Palembang dengan nilai Rp 3.280.550.000; (3) Rehab Ruang Wakil Wali Kota Palembang dengan nilai Rp 2.471.560.000; (4) Pengecatan Gedung dan Pagar Kantor Wali Kota Palembang dengan nilai Rp 939.840.000; dan (5) Pembangunan dan Pengadaan Videotron dengan nilai Rp 900.000.000. 

Menanggapi hal ini, Wali Kota Harnojoyo menepis asumsi pemborosan yang muncul di tengah masyarakat. Menurutnya, semua yang dianggarkan oleh Pemkot Palembang merupakan kegiatan prioritas. Paket kegiatan tersebut sudah diinventarisir dan disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan Pemkot Palembang. 

"Semuanya sudah dilihat dari urgensinya. Semua yang dianggarkan itu penting," tegasnya dibincangi Selasa (14/9). Bahkan Harnojoyo mengatakan pihaknya bahkan sudah menunda beberapa kegiatan yang tidak penting seperti pembangunan Kantor Kecamatan Kemuning dan Kantor Kecamatan Jakabaring karena belum memiliki dana untuk pembangunannya.

Masyarakat Susah, Pemimpin Rehab Ruangan Miliaran

Rehab dengan nilai fantastis inipun mengundang sorotan pengamat publik dari Bagindo Togar Political Observer and Consulting, Bagindo Togar. Ia menilai rehab kedua ruang tersebut seharusnya ditunda bahkan ditiadakan, terlebih di tengah pandemi saat ini. "Masyarakat sedang susah, pemimpin rehab ruangan Rp 5 Miliar. Gak bener itu," ungkapnya. 

Bagindo Togar. (rmolsumsel.id)

Sebelumnya Bagindo juga mengkritisi pembangunan lift di Pemkot Palembang yang juga dilakukan di tengah pandemi. Ia menyebut pejabat Pemkot Palembang tak memiliki sense of crisis. "Kenapa justru kepentingan pejabat yang lebih penting dari kepentingan masyarakat?" tanya Togar.  

Sampai saat ini, ia belum melihat upaya maksimal Pemkot Palembang untuk menanggulangi pandemi Covid-19. Belum ada program khusus yang mengena di masyarakat. Kalaupun ada bantuan, Pemkot Palembang hanya bertindak sebagai penyalur karena semua bantuan yang ada itu berasal dari Pemprov Sumsel dan pemerintah pusat. 

"Harusnya Pemkot Palembang lebih berempatilah dengan kondisi saat ini. Coba pengadaan ini dialihkan untuk membantu masyarakat yang isoman seperti vitamin secara gratis. Bukan satu dua orang (dibantu) lalu masuk sosmed. Ribuan, bahkan puluhan ribu warga kita yang isoman ini," tegasnya. 

Ia menyayangkan DPRD kota Palembang, yang juga tidak peka terhadap kondisi seperti ini. Ia menilai wakil rakyat seharusnya jadi mitra kritis, diskusi, memberikan solusi karena mereka wakil dari masyarakat yang kini kesusahan. 

Sementara di sisi lain, Pemkot Palembang hanya mengandalkan PAD dari sektor jasa, perhotelan dan lain sebagainya. Sedangkan, saat ini sektor tersebut sudah sangat menurun. Hal ini menurut Togar, menunjukkan jika pejabat Pemkot Palembang tidak profesional dan tidak mampu menggali potensi yang dimiliki oleh BUMD. 

Berdasarkan data palembangkota.bps.go.id, sumbangan dari Hasil BUMD dan Kekayaan Daerah di kota Palembang untuk tahun 2020 hanya sebesar Rp64.553.337.547,79 sementara tahun 2019 sebesar Rp63.549.348.856,97, yang menurut Togar sangat tidak signifikan dengan dana yang telah digelontorkan untuk BUMD tersebut.  

| sumber data: djp Kemenkeu, lpse.palembang.go.id, palembangkota.bps.go.id, satudata.palembang.go.id